Pendidikan Seksual pada Anak: Tabu tapi Penting!
Parenting | 2023-05-20 21:11:40Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak mengalami penambahan. Sebanyak 14.517 kasus tercatat pada tahun 2021, sedangkan pada tahun 2022 mengalami kenaikan signifikan mencapai 16.106 kasus. Kasus kekerasan seksual pada anak merajai hingga mencapai 9.588 kasus. Hal ini cukup menyita perhatian masyarakat dan membuat resah para orang tua. Selain itu, anak yang mengalami kekerasan telah kehilangan haknya untuk mendapatkan perlindungan. Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah kekerasan seksual pada anak?
Kita bisa mengajarkan pendidikan seksual pada anak sedari dini dengan cara yang tepat. Meski pandangan masyarakat menganggap bahwa pendidikan seksual sebagai hal yang ‘tabu’. Anggapan kebanyakan orang bahwa pendidikan seksual dihubungkan dengan hal-hal berbau porno, mesum, urusan orang dewasa, dan sebagainya. Pada kenyataannya, penyampaian pendidikan seksual pada anak disesuaikan dengan umurnya dan memiliki aturan tertentu seperti cara penyampaian yang sederhana sehingga mudah dipahami, menggunakan bahasa yang tidak vulgar dan lemah lembut sehingga tidak menakut-nakuti anak.
Pendidikan seksual adalah informasi tentang seksualitas manusia yang mencakup pertumbuhan jenis kelamin pria maupun wanita, proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual dan aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Pendidikan seksual dapat menambah informasi pada anak tentang organ reproduksi, penyakit menular seksual, kehamilan dan kontrasepsi. Sehingga dapat meningkatkan kesadaran anak dan mencegah dari kekerasan seksual, berhubungan diluar nikah, pernikahan dini dan mengurangi dampak buruk dari informasi yang tidak aman dari teman sebayanya ataupun internet.
Bagaimana cara memberikan pendidikan seksual pada anak?
- Kenalkan anak dengan anggota tubuhnya khususnya bagian reproduksi menggunakan nama aslinya dan fungsi bagian tubuh tersebut. Beri tahu bahwa ada bagian tubuh tertentu yang tidak boleh dilihat, disentuh orang lain dan menyentuhnya apa lagi tanpa izin, yaitu dada, bibir, organ reproduksi dan pantat. Katakan pada anak, ketika ada yang menyentuh bagian yang tidak boleh disentuh, ia boleh berteriak meminta pertolongan.
- Tanamkan budaya malu pada anak. Mulailah dari kebiasaan-kebiasaan kecil seperti mengenakan handuk setelah mandi dan keluar kamar mandi. Mengenakan pakaian ketika di luar kamar dan rumah. Tidak melepas baju atau mengganti pakaian di tempat umum.
- Beri tahu anak apa yang akan terjadi padanya ketika mulai pubertas. Supaya anak memahami bahwa menstruasi, ereksi dan ejakulasi adalah hal yang normal pada tubuh manusia. Terutama untuk anak perempuan, ajari ia untuk menghitung siklus menstruasinya setiap bulan.
- Awasi tontonan anak dan jauhkan dari gadget. Gunakan sistem televisi utama, hanya ada satu di ruang keluarga. Selalu perhatikan keterangan umur yang tertera pada keterangan film.
- Ajari anak bagaimana cara memperlakukan teman lawan jenisnya. Pelukan dan ciuman sudah termasuk ke dalam aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa. Jangan asal menyentuh temannya karena bisa membuat temannya tidak nyaman.
Oleh karena itu, kita perlu mengajarkan pendidikan seksual pada anak sedari kecil. Tujuannya supaya anak dapat mengerti tentang organ reproduksi dari aspek kesehatan, kejiwaan dan sosialnya. Harapannya dapat menumbuhkan kesadaran anak dan mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual. Ajarkan pendidikan seksual pada anak dengan bahasa yang mudah dipahami dan tidak vulgar, juga bisa dimulai dari hal yang kecil seperti memperkenalkan anggota tubuh dan menanamkan budaya rasa malu pada anak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.