Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ameyliarti Bunga Lestari

Flexing: Sebuah Seni Apresiasi Diri atau Pencarian Validasi?

Gaya Hidup | Friday, 19 May 2023, 13:38 WIB

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena flexing menjadi sangat populer di berbagai macam platform sosial media. Istilah flexing umumnya mengacu pada tindakan memamerkan kekayaan, harta benda, atau penampilan fisik. Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa flexing dapat menjadi pengapresiasi diri jika dilakukan dengan cara yang sehat dan positif. Misalnya, seseorang yang memiliki tubuh yang kuat mungkin merasa bangga dan percaya diri ketika berbagi foto atau video latihan di gym. Hal tersebut tentu dapat membantu meningkatkan rasa kepercayaan diri orang tersebut. Flexing dalam sudut pandang kesehatan mental mengacu pada perilaku di mana seseorang mencoba untuk memamerkan kehidupan mereka dengan cara yang seolah-olah sempurna, bahagia, dan sukses di media sosial atau dalam interaksi sehari-hari. Ini dapat meliputi menampilkan kekayaan materi, prestasi akademik atau profesional, hubungan yang sempurna, dan gambaran diri yang ideal.Namun, fenomena ini dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental seseorang. Ketika seseorang terus-menerus melihat atau berinteraksi dengan orang-orang yang terus-menerus "membual" atau memamerkan kehidupan mereka yang sempurna, dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, cemburu, atau merasa tidak mencukupi. Ini dapat mengarah pada tekanan emosional, stres, dan depresi.

Namun, apakah kamu tahu bahwa flexing sudah ada dari dulu? Lalu apa bedanya dengan flexing saat ini? Perbedaan flexing dulu dan sekarang terletak pada beberapa aspek, seperti perbedaan komentar dan reaksi. Fleksibilitas dulu dan sekarang sering kali mendapatkan respons yang berbeda dari masyarakat. Sementara beberapa orang mungkin terkesan dan terinspirasi, ada juga kemungkinan timbulnya sikap skeptisisme atau ketidakpercayaan. Beberapa orang mungkin melihatnya sebagai pencitraan belaka atau mencoba terlalu keras untuk memperlihatkan kesuksesan mereka.

Sebagai apresiasi terhadap pencapaian diri, flexing dapat memberikan kebanggan dan motivasi untuk terus berusaha dan berkembang. Beberapa orang juga melalukan flexing sebagai upaya untuk memperkuat citra atau reputasi mereka di hadapan orang lain, atau bagian dari strategi pemasaran untuk mempromosikan merek atau produk mereka. Namun, jika flexing dilakukan secara berlebihan atau semata-mata untuk mencari validasi dari orang lain atau untuk merasa lebih baik daripada orang lain, itu dapat menjadi masalah. Hal tersebut dapat menciptakan kebutuhan untuk terus-menerus mempertahankan citra yang sempurna dan bisa mengakibatkan ketidakseimbangan emosional dan finansial yang serius. Terlalu banyak memamerkan diri pada ranah sosial media yang berhubungan langsung dengan orang lain dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman atau bahkan merugikan reputasi seseorang.

Dikutip dari kampus.republika.co.id, flexing juga dapat berdampak pada arah impulsif buying. Seseorang akan menjadi sangat impulsif untuk membeli barang-barang branded hanya untuk flexing. Apabila flexing ditujukan untuk mengatasi self esteem rendah, maka hal tersebut hanya bersifat semu dan tidak berujung sert abersifat adiktif. Flexing justru menghalangi seseorang untuk mengatasi self esteem secara efektif. Flexing juga dapat memperkuat perasaan tidak otentik atau tidak autentik. Seseorang mungkin merasa perlu untuk mempertahankan citra yang sempurna atau memenuhi harapan orang lain, bahkan jika itu tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan stres tambahan dan merugikan kesehatan mental. Untuk menjaga kesehatan mental yang baik, penting untuk mengenali bahwa media sosial hanyalah gambaran selektif dari kehidupan orang lain dan tidak selalu mencerminkan realitas. Menghindari membandingkan diri dengan orang lain dan mengingat bahwa setiap orang memiliki tantangan dan kelemahan mereka sendiri juga penting. Fokus pada pengembangan pribadi, koneksi sosial yang sehat, dan mengejar apa yang benar-benar penting bagi diri sendiri adalah langkah-langkah yang baik untuk menjaga kesehatan mental yang kuat.

Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa mencari validasi dari orang lain bukanlah suatu yang buruk atau salah. setiap orang memiliki kebutuhan untuk merasa dihargai dan diakui, terkadang memperoleh validasi dari orang lain bisa menjadi bagian yang sehat dari interaksi sosial. Namun, jika seseorang terus-menerus mencari validasi dari orang lain dan tidak mampu merasa puas dengan diri mereka sendiri, itu bisa menjadi masalah yang perlu ditangani lebih lanjut. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan motivasi di balik melakukan flexing serta perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah itu dilakukan dengan cara yang sehat dan positif atau tidak. Memiliki rasa percaya diri yang sehat dan bangga dengan diri sendiri penting, namun tidak boleh bergantung pada bagaimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain atau seberapa banyak uang atau materi yang kita miliki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image