Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fadia Azlya Aretameyvia

Monkeypox : Penyakit Zoonosis yang Mengkhawatirkan

Eduaksi | 2023-05-18 14:19:56
Sumber : pixabay.com

Cacar monyet atau monkeypox merupakan salah satu jenis penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus monkeypox dari famili poxviridae dan subfamili chordopoviridae dengan genus orthopoxvirus. Virus cacar monyet ini ditemukan pertama kali pada tahun 1958 di Kopenhagen pada sebuah koloni hewan monyet yang diisolasi dari lesi vesikuloid pustular untuk kepentingan sebuah penelitian. Kebanyakan kasus penyakit cacar monyet terjadi di wilayah hutan Afrika bagian tengah dan barat yang sering turun hujan. Individu yang tinggal di sekitar area hutan tersebut mungkin menghadapi risiko terpapar penyakit ini, yang dapat menyebabkan infeksi dengan kemunculan gejala yang tidak jelas. Kasus pertama pada manusia yang telah teridentifikasi virus monkeypox ada di negara Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970 tepatnya di wilayah endemis pedesaan, hutan tropis Congo Basin, dan Afrika Barat. Belakangan ini, terjadi penemuan kasus penyakit cacar monyet di Amerika Serikat yang berasal dari hewan pengerat liar yang diimpor dari Afrika.

Virus ini bersifat zoonosis artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Monkeypox disebabkan oleh monkeypox virus (MPXV) yang ditularkan dari hewan kepada manusia melalui kontak langsung dengan darah, luka pada kulit atau mukosa pada hewan yang terinfeksi, serta cairan tubuh. Proses penularan dapat terjadi melalui gigitan ataupun goresan, mengonsumsi daging hewan liar ataupun benda yang telah terkontaminasi. Selain itu, penularan dari manusia ke manusia juga dapat terjadi melalui kontak yang cukup lama dengan sekresi saluran pernapasan atau luka pada kulit manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi cairan atau luka pasien. Penularan ini terjadi melalui droplet yang ada dalam saluran pernapasan yang berkepanjangan, sehingga ada risiko tertular bagi orang yang tinggal bersama dengan orang yang terinfeksi penyakit cacar monyet. Penularan juga dapat terjadi melalui inokulasi melalui plasenta yang disebut faktor keturunan monkeypox kongenital atau bawaan sejak lahir. Selain itu, penyakit ini juga dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu pekerjaan (seperti petani, peternak, pemburu), jenis kelamin (lelaki memiliki risiko yang lebih tinggi daripada perempuan), usia (usia di atas 36 tahun lebih rentan terhadap cacar monyet), kepadatan rumah tangga, dan kejadian digigit oleh hewan yang dapat terinfeksi.

Tanda-tanda awal penyakit cacar monyet meliputi demam, sakit kepala, nyeri punggung, nyeri otot, kelemahan, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan. Setelah fase awal selama 1-3 hari, fase erupsi akan terjadi dengan munculnya ruam atau lesi pada kulit yang dimulai dari wajah dan kemudian menyebar secara perlahan. Ruam atau lesi pada kulit berkembang dari bintik merah menjadi lepuh yang berisi cairan bening, kemudian berisi nanah yang akhirnya akan mengeras dan pecah. Perbedaan utama cacar monyet dan cacar air dapat dilihat dari gejala yang timbul. Pada penyakit cacar monyet terjadi pembengkakan kelenjar getah bening, sedangkan pada penyakit cacar air tidak terjadi.

Penyakit cacar monyet hanya dapat didiagnosis melalui pengujian laboratorium yang disarankan. Tes-tes ini bergantung pada deteksi struktur antigenik (biasanya dari sampel kulit atau cacar, kadang-kadang serum) yang spesifik untuk virus monkeypox, atau imunoglobulin yang bereaksi dengan virus tersebut. Diagnosis cacar monyet dilakukan dengan mengisolasi virus melalui reaksi berantai polimerase (PCR) dari spesimen klinis yang diperoleh melalui biopsi kulit atau kultur tenggorokan. Saat ini, telah dikembangkan metode yang merupakan kombinasi antara uji PCR real-time dan teknik GeneXpert MPX/OPX yang lebih otomatis dalam diagnosis laboratorium monkeypox. Pengembangan tes diagnostik laboratorium juga mencakup teknik ABICAP (Antibody Immuno Column for Analytical Processes) dengan ELISA.

Tidak ada pengobatan khusus yang tersedia untuk kasus ini. Gejala yang muncul dapat diobati secara simtomatis dan suportif. Vaksin yang digunakan dalam program pemberantasan cacar biasa (smallpox) telah diuji dan terbukti efektif sebanyak 85% dalam mencegah monkeypox dan melindungi dari infeksi monkeypox. Antivirus memiliki tingkat keefektifan yang tinggi dalam mengobati infeksi cacar monyet, karena diketahui bahwa virus monkeypox adalah penyebab penyakit ini. Meskipun obat ini telah disetujui untuk pengelolaan cacar berdasarkan penelitian pada hewan, studi dosis untuk penggunaan obat ini pada manusia telah dilakukan, meskipun belum sepenuhnya diketahui mengenai efektivitas dan kemanjurannya. Namun, ketersediaan vaksin ini masih terbatas secara global. Di Amerika Serikat, vaksin cacar, obat antivirus seperti Tecovirimat (ST-246), Cidofovir dan Brincidofovir, serta immunoglobulin vaccinia (VIG) telah digunakan untuk mengendalikan wabah cacar monyet.

Untuk mengatasi penyakit cacar monyet, langkah pencegahan harus dilakukan sesegera mungkin. Beberapa tindakan pencegahan yang dapat diambil adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer, serta menghindari kontak dengan hewan yang berisiko dan mengonsumsi daging yang telah dimasak dengan sempurna. Selain itu, penting untuk menghindari kontak dengan orang yang telah terinfeksi atau benda yang berpotensi terinfeksi. Jika melakukan perjalanan dari wilayah endemik cacar monyet, perlu melakukan tindakan antisipasi. Penggunaan alat pelindung diri medis diperlukan saat menangani penderita atau binatang yang sedang sakit, dan penting untuk tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah infeksi penyakit cacar monyet. Selain itu, penting untuk mengurangi kepanikan dan stigmatisasi terhadap penyakit ini karena monkeypox biasanya memiliki gejala ringan dan tingkat kematian yang rendah, serta penularannya tidak terlalu cepat. Kesembuhan tergantung pada kekebalan tubuh individu dan tingkat keparahan dari infeksi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image