Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ulsi Ida

Akankah Tradisi Carok di Madura Bisa Di Berhentikan?

Politik | Thursday, 18 May 2023, 13:02 WIB
oleh : ulsi idana

Tradisi carok Madura terkenal sebagai suatu kebiasaan yang sangat miris sekali karena identik dengan kekerasan bahkan sampai merampas nyawa orang lain. Carok dikenal oleh masyarakat Madura itu sendiri sebagai suatu bentuk untuk menjaga harga diri atau mempertahankan kehormatan, biasanya terjadi karena masalah perselingkuhan, kekalahan dalam pemilu terutama pilkades, atau yang menyangkut harkat dan martabat lain nya.

Masyarakat Madura dikenal dengan karakter keras dan tempramental apalagi dengan terkenal nya tradisi carok di kalangan masyarakat umum. Akan tetapi masyarakat Madura juga dikenal dengan solidaritas nya yang tinggi jadi tak heran carok sering kali terjadi bukan hanya satu lawan satu melainkan juga antar golongan masyarakat. Carok bisa terjadi secara terang-terangan atau terbuka dimana kedua belah pihak sama-sama siap sehingga terjadi duel maut tersebut atau bisa terjadi secara tidak terang-terangan dimana salah satu pihak tidak siap atau yang lebih mengarah ke aksi pembacokan.

Yang baru-baru ini terjadi pada 5 April lalu di Bangkalan telah terjadi aksi carok atau pembacokan yang menewaskan 2 orang dan 1 orang lain nya mengalami luka berat. Penyebab terjadi nya carok tersebut adalah karena pemilihan kepala desa (Pilkades) dan miris nya antara pelaku dan korban ternyata memiliki hubungan keluarga namun hubungan keluarga itu telah tertutupi oleh emosi. Saat ini polisi telah menangkap 7 orang pelaku yang berasal dari Desa Bulung, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan. Kasatreskrim Polres Bangkalan menjelaskan bahwa setiap pelaku dijerat dengan pasal yang berbeda dilihat dari peran dan aksi pelaku dalam terjadinya carok tersebut, yaitu satu orang pelaku yang diancami hukuman mati dan 6 orang lain nya 10 tahun penjara. Lantas apa yang menjadi keistimewaan dari menjabat sebagai kepala desa hingga merampas nyawa orang lain atau bahkan membahayakan nyawa nya sendiri?.

Slogan yang sangat melekat dengan tradisi carok di Madura adalah “Angoan pote tolang katembeng pote mata” memiliki arti yang sangat fundamental, yaitu lebih baik putih tulang (mati) daripada putih mata (malu) atau bisa diartikan lebih baik merenggang nyawa karena membela kehormatan daripada hidup menanggung malu. Karakter seperti ini yang menyebabkan terjadi nya carok di sebagian masyarakat di Madura meskipun juga terkenal dengan keagamisannya namun tidak menutup kemungkinan terjadi pertarungan (carok) baik perorangan maupun kelompok.

Di dalam tradisi carok itu diharuskan ada yang kehilangan nyawa nya untuk menentukan siapa yang menang dan yang kalah. Tentu nya hal tersebut dapat meningkatkan angka kematian karena banyak nya korban yang berjatuhan dalam peristiwa berdarah tersebut. Masih rendah nya tingkat pendidikan di sebagian masyarakat menjadi salah satu faktor terjadinya peristiwa tersebut.

Jika melihat dari sudut pandang penyebab nya maka dapat dipastikan penyebab utama nya adalah kurang nya kesadaran diri setiap individu untuk tidak memilih carok sebagai cara ampuh untuk menyelesaikan masalah-masalah nya. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari ada nya tradisi carok di Madura baik itu bagi diri sendiri, orang lain maupun wilayah yang ditempati yaitu madura seperti yang terjadi pada zaman sekarang, yaitu dendam turun-temurun dimana pihak yang kalah tidak terima dan akan membalaskan kematian seseorang dari pihak yang kalah tersebut dan bisa terjadi secara turun-temurun. Walaupun pada dasar nya carok tidak menimbulkan rasa dendam namun seiring dengan perkembangan zaman maka carok ini mengalami pergeseran makna sehingga seringkali di salah artikan oleh beberapa oknum masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Tradisi ini sangat bertentangan dengan hukum agama maka sepatutnya tradisi ini dihilangkan agar tidak dengan mudah nya seseorang merampas nyawa orang lain sebagai bentuk penyelesaian masalah. Dan yang paling penting untuk kita ketahui adalah carok bukanlah suatu kebudayaan dari Madura melainkan hanya kebiasaan yang menimbulkan dampak negatif.

Selain karena masih rendah nya kesadaran diri dari masyarakat itu sendiri. Faktor penyebab lain adalah disebabkan oleh sistem hukum yang kurang kredibel dan peran pemerintah nya yang kurang maksimal dalam penegakan hukum tentang carok atau kekerasan, kurangnya peran otoritas pemerintah dalam mengontrol tindakan kekerasan, serta ketidakmampuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam hal rasa keadilan membuat tradisi carok masih terjadi sampai saat ini. Fenomena seperti ini memang sangat diperlukan peran langsung pemerintah dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi agar generasi muda tidak menganggap carok ini sebagai warisan budaya yang patut untuk dilestarikan karena masih banyak kebudayaan Madura yang sangat kental dengan nilai-nilai agama, politik, pendidikan dan lain sebagainya yang seharusnya menjadi warisan bagi anak cucu kita.

Pendidikan politik di Madura itu perlu ditingkatkan, jangan selalu beranggapan bahwa politik hanya milik orang dewasa dan menggaggap para anak muda tidak tahu apa-apa, berhenti beranggapan politik itu adalah hal yang kotor sehingga tidak layak dipelajari di sekolah melainkan menanamkan kepada generasi muda tentang bagaimana politik yang jujur, adil dan transparan. Pola pikir sebagian masyarakat yang masih kolot juga perlu diberi sosialisasi agar terbuka dengan perkembangan ilmu pengetahuan atas politik, demokrasi dan juga kemanusiaan. Mau sampai kapan Madura seperti ini, mau sampai berapa banyak lagi korban yang berjatuhan untuk membenahi segala kekacauan ini? Harus nya sudah cukup. Mari berbenah, buat kebijakan yang bisa mencegah terjadinya aksi kekerasan ini terjadi dalam jangka panjang bukan hanya memperketat keamanan ketika pemilu diselenggarakan tetapi membuat para aktor politik ini memiliki pendidikan politik yang berkualitas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image