Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yum Roni Askosendra

Kunci Surga Bagi Istri untuk Masuk Surga

Agama | 2023-05-17 17:12:12
Ilustrasi pernikahan

Syariat Islam sudah mengatur hak suami terhadap istri dengan cara menaatinya selama tidak melanggar syariat dan hukum Allah. Istri harus menaati suami dalam semua hal yang tidak mengandung kekufuran, kemusyrikan, kemunafikan dan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Banyak hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menjelaskan kewajiban istri untuk menaati suaminya. Sikap itu merupakan salah satu kuci surga baginya.

"Apabila seorang istri mendirikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, memelihara kemaluannya dan menaati suaminya, niscaya dia akan memasuki surga Tuhannya,” (HR. Imam Ahmad).

Saking besarnya hak suami atas sang istri, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkeinginan menyuruh istri untuk sujud kepada suami. Hanya saja, tidak ada sujud yang disyariatkan dalam agama Islam kecuali kepada Allah semata.

“Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Hanya perempuan yang taat kepada Allah yang mampu melaksanakan perintah suaminya dan menjauhi larangannya. Hal ini bermuara kembali kepada syarat utama, yaitu tidak bertentangan dengan ajaran agama. Jika perintah atau larangan suami melanggar syariat, pada saat itu tidak ada kewajiban bagi istri untuk taat. Sikap ini termasuk dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersifat umum perihal ketaatan kepada makhluk.

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal bermaksiat kepada Khalik (Sang Pencipta).” (HR. Ahmad).

Dalam hadits lain dinyatakan, “Tidak ada ketaatan dalam hal berbuat maksiat akan tetapi ketaatan adalah pada hal-hal yang baik.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Menaati suami mungkin berat bagi sebagian kalangan perempuan, terutama jika ia berasal dari keluarga yang mapan, berpendidikan tinggi dan disegani banyak orang, sementara suami berasal dari keluarga yang sederhana dan berpendidikan lebih rendah. Apabila seorang wanita telah dinikahi oleh pria yang sah, maka sejatinya ia harus merendahkan egonya di hadapan suami. Sebab, kaum laki-laki mempunyai kelebihan yang Allah berikan kepadanya dibanding kaum perempuan. Tentunya, hal yang sama juga berlaku bagi perempuan.

Allah Ta’ala telah berfirman,

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisaa` [4] : 34)

Suami yang Baik

Tidak layak bagi suami untuk terus-menerus menuntut haknya kepada istri tanpa menghiraukan kewajibannya. Islam telah mengatur hak dan kewajiban bagi suami istri. Mereka berdua mempunyai porsi yang sama untuk melakukan kewajiban dan menerima hak. Jika terdapat hal-hal yang tidak sempurna yang baru diketahui setelah pernikahan, baik suami maupun istri sudah seharusnya menerima hal tersebut. Itu adalah konsekuensi pernikahan. Sikap yang harus ditanamkan adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya berupa pernikahan yang diberkahi, bersabar dalam kekurangan dan saling menyempurnakan kekurangan masing-masing.

Apabila suami dan istri telah memahami kekurangan satu sama lain, rumah tangga yang sakinah (tenang), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) tentu mudah untuk diwujudkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image