Fenomena Sewa Pacar, Apakah menjadi Polemik Sosial Masyarakat?
Gaya Hidup | 2023-05-16 12:00:52Jasa sewa pacar atau rentaru kareshi merupakan sebuah fenomena sosial yang cukup populer di Jepang. Namun, akhir-akhir ini jasa sewa pacar mulai muncul di Indonesia dan menjadi topik yang ramai diperbincangkan. Jasa ini memberikan layanan untuk menyewa pacar atau teman kencan dengan berbagai keperluan, mulai dari berkencan, menghadiri acara, atau sekedar menemani baik secara virtual ataupun secara nyata. Walaupun kontroversial, fenomena sosial ini semakin banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Tetapi, apakah hal ini baik bagi kelanjutan penerus bangsa?
Seperti yang kita ketahui bahwa, Indonesia dengan kekayaan tradisi dan budaya yang beragam menjadikan negara ini semakin erat dengan nilai-nilai dalam hal sosial. Namun, dengan adanya jasa sewa pacar, nilai-nilai yang telah terbentuk semakin lama akan mulai terkikis. Hal ini mungkin terjadi jika, masyarakat lebih tertarik dan menyenangi untuk menggunakan jasa sewa pacar daripada mencari pasangan yang sesungguhnya dan sesuai dengan nilai-nilai mereka.
Tidak hanya itu, jasa sewa pacar sanggup mengakibatkan perkara sosial. Seorang Psikolog Veronica Wanti, menjelaskan jika jasa sewa pacar atau teman harian ini berakibat pada serebral seorang pada rancangan evaluasi diri, dan juga menjadikan seseorang menjadi sikap yang konsumtif dikarenakan terjaring pelayanan jasa sewa pacar ini. "Jadi jika tidak memiliki belahan jiwa, ia merasa rendah diri, merasa tidak membenarkan diri, merasa terkucilkan dari rekan-rekannya jika tidak memiliki belahan jiwa,"
Jasa sewa pacar juga dapat mempengaruhi citra diri seseorang karena tidak hanya tuntutan seksual tetapi juga tuntutan sosial. Menurut psikolog Mira Amir, fenomena jasa sewa pacar melalui media sosial sudah menjadi bagian dari zaman. Alat komunikasi sederhana memudahkan untuk berinteraksi dan mengekspresikan diri melalui media sosial, aplikasi digital, webcam interaktif, aplikasi layanan rental, dan lainnya. Hal ini dapat memicu kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Orang yang merasa kesepian atau terisolasi dari teman-temannya karena tidak memiliki pasangan dapat menggunakan layanan ini sebagai cara cepat untuk memenuhi kebutuhan cinta dan harapan orang lain. Namun penggunaan jasa persewaannya dapat menimbulkan perilaku konsumen dan mempengaruhi psikologi konsep evaluasi diri. Orang yang menggunakan jasa sewa pacar biasanya ingin merasa lebih aman dan percaya diri ketika mereka berada di lingkungan di mana mereka perlu membawa serta pasangannya.
Banyak orang yang merasa terpaksa menyewa pacar untuk menunjukkan reputasi atau nilai yang lebih tinggi di mata teman-temannya, dan akhirnya mereka mengenalkan pacar mereka dan membawanya di setiap event atau acara tertentu. Beberapa penyedia jasa sewa pacar juga menawarkan layanan yang tidak sesuai dengan etika dan moral. Seorang dosen dari Universitas Negeri Surabaya, Dr. Siti Aminah mengingatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap jasa sewa pacar yang menawarkan layanan yang tidak sesuai dengan etika dan moral. "Jangan sampai kita terjebak dalam perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku," ujarnya.
Mungkin sebagian orang boleh jadi memanfaatkan pelayanan ini guna tujuan yang tidak bagus, semacam untuk menjalankan aksi kriminal alias pelecehan seksual. Hal ini bisa mengganggu citra masyarakat Indonesia serta sanggup membahayakan keamanan serta ketenteraman masyarakat.
Di sisi lain, jasa sewa pacar juga dapat memberikan arti bagi sebagian masyarakat yang mungkin kesulitan dalam mendapatkan pasangan yang pantas dengan kriteria mereka. Walaupun dalam beberapa kasus dapat membantu masyarakat yang memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, namun harus diingat bahwa jasa sewa pacar ini bukanlah solusi jangka panjang bagi masalah sosial maupun masalah dalam hubungan. Masyarakat hendaknya lebih memilih untuk membangun jalinan sosial yang sehat serta berfaedah dengan orang-orang di sekelilingnya, sehingga dapat mengatasi hal tersebut dengan tetap mempertahankan nilai-nilai ataupun norma, serta tradisi dan budaya untuk memperkuat hubungan sosial secara positif.
Dapat disimpulkan bahwa, fenomena sewa pacar yang terjadi di Indonesia telah menimbulkan banyak kontroversi dan perbincangan. Layanan sewa pacar ini menawarkan ‘pacar’ atau ‘teman’ harian dengan tarif bervariasi mulai dari puluhan ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah. Namun, memiliki pacar juga memiliki konsekuensi sosial yang negatif dan seringkali mengarah pada perilaku yang menyimpang. Layanan persewaan pacar selain dapat menguntungkan masyarakat, juga dapat menimbulkan masalah sosial dan merusak nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat untuk mengatasi permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh keberadaan jasa persewaannya. Warga negara Indonesia harus melestarikan nilai-nilai budaya dan tradisinya serta memperkuat ikatan sosialnya secara positif dan sehat demi kelangsungan hidup negaranya di masa depan.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk mengatur dan mengawasi pelayanan persewaan ini agar tidak merugikan masyarakat dan tidak melanggar etika dan moral yang telah ditetapkan. Masyarakat juga harus lebih cerdas dan lebih utama dalam memilih dan menggunakan layanan tersebut. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah sosial yang ditimbulkan oleh keberadaan jasa persewaannya. Pemerintah dapat memberlakukan peraturan yang ketat untuk mengatur layanan ini dan mendidik warganya tentang pentingnya melestarikan nilai-nilai sosial. Selain itu, kita perlu memperkuat hubungan sosial kita dengan cara yang positif dan sehat, seperti berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan minat kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.