Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Meningkatnya Kasus Bullying yang Semakin Merajalela Dikalangan Pelajar Hingga Mahasiswa

Info Terkini | 2023-05-15 22:18:28

Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. bullying juga ditandai ketidakseimbangan kekuatan (bisa fisik, akses informasi, sampai popularitas) untuk menunjukkan kekuasaan pelaku atas korban. Perundungan bentuknya bisa bermacam-macam. Termasuk menyerang fisik dan mental, menyebarkan gosip, atau mengacuhkan orang lain dengan sengaja. Tindakan bullying umumnya tidak terjadi hanya satu kali. Melainkan, berpotensi berulang atau lebih dari satu kali. Tindakan perundungan ini ada 3 jenis yaitu verbal, sosial, dan fisik. Perundungan sendiri bisa terjadi karena perbedaan ras, suku, agama, dan adat budaya. Pelaku perundungan biasanya memiliki masalah keluarga, stres, atau trauma.

Kasus bullying seringkali ditemukan di kalangan sekolah, maupun tempat kerja dan pelaku bullying sendiri adalah orang yang berkuasa yang sengaja mengintimidasi korban dengan motif-motif tertentu. Berikut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan psikis. Kasus kekerasan fisik dan psikis tersebut meliputi penganiayaan mencapai 574 kasus, kekerasan psikis 515 kasus, pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran 14 kasus. Para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban seperti teman, tetangga, guru, bahkan orang tua.

KPAI mencatat, adanya kasus anak menjadi korban kekerasan fisik dan psikis di Indonesia dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Faktor tersebut meliputi adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifitas lingkungan sosial budaya, kualitas pengasuhannya yang lemah, keluarga miskin, tingginya angka respons, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak. Tindakan perundungan (bullying) telah menjadi tradisi dalam dunia pendidikan di Indonesia khususnya pada saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Proses orientasi sekolah atau kampus kepada pelajar baru selalu “dibumbui” dengan tindakan kekerasan (premanisme) dengan dalih untuk menegakkan kedisiplinan, membentuk karakter dan mendekatkan hubungan antara pelajar senior dengan pelajar junior. Namun, hal yang terbentuk justru sebaliknya, hubungan antara pelajar senior dan junior sangat berjarak dan tidak harmonis. Kekerasan, permusuhan, kebencian dan dendam menjadi tradisi dan warisan pada setiap generasi berikutnya.

Mengetahui peristiwa bullying, baik guru maupun orangtua hanya berfokus pada perilaku yang tampak, pada apa yang terjadi dan berusaha mengatasi hal tersebut. Tidak ada satu orangpun yang peduli tentang bagaimana perasaan dan dampak psikologis yang harus diterima oleh korban bullying setelah peristiwa tersebut. Peristiwa ini banyak terjadi pada mereka yang sekarang berada pada masa remaja. Sebenarnya, apa yang dipandang oleh mereka sehingga tega untuk melakukan hal itu? Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang dewasa melainkan berada pada tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam menyelesaikan masalah. Akibatnya tugas perkembangan mereka yang seharusnya bisa diselesaikan ditingkat ini pun menjadi tersendat. Tugas perkembangan masa remaja dituntut untuk melakukan perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Akibatnya hanya sedikit anak laki-laki dan anak perempuan yang diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apabila mereka yang matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukan pada hal ini adalah bahwa remaja muda akan meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. remaja memiliki sifat ingin tahu yang tinggi dan selalu mencoba sesuatu yang baru di lingkungan sekitarnya, baik tindakan yang positif maupun negatif sesuai dengan kesenangannya. Bahkan, anak dengan balutan seragam sekolah yang dahulu dianggap sebagai penerus bangsa dengan ketinggian ilmu dan moral sudah mulai memudar karena banyaknya tindakan kriminal yang mereka lakukan.

Lalu, faktor-faktor apa saja yang mendasari munculnya perilaku tersebut? Munculnya perilaku ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor sehingga mengintervensi pelaku untuk melakukan perilaku bullying pada korbannya. Sebenarnya anak-anak tidak diajarkan untuk berperilaku bullying. Tingkah laku itupun juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terlepas dari apapun alasannya, tindakan bullying sangat tidak dibenarkan karena dapat merugikan korban seumur hidup. Berikut faktor penyebab dari bullying yaitu pelaku bullying bisa hadir karena kontrol diri yang rendah. Mereka mungkin sebelumnya menjadi korban kekerasan, lalu menganggap dirinya selalu terancam dan biasanya bertindak menyerang sebelum diserang. Pelaku bullying jelas tidak memiliki perasaan dan tanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan. Pembully selalu ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam.

Faktor keluarga dengan kehidupan keluarga yang tidak harmonis juga bisa menjadi penyebab muncul pelaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan agresif biasanya mendorong anak melakukan bullying. Orang tua seperti ini juga tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik. Dan bisa disebabkan juga oleh faktor teman sebaya, kebijakan sekolah, dan media massa yang tidak sepenuhnya menyajikan konten yang mendidik dan sesuai untuk umur anak. Banyak tontonan kekerasan yang muncul di media massa membuat anak terdorong untuk mencontoh dan melakukan hal serupa di sekolah. Tidak hanya itu, bullying juga memberikan dampak negatif pada korban, melainkan juga pada para pelaku. Bullying, dari berbagai penelitian, ternyata berhubungan dengan meningkatnya tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan tindakan bunuh diri. Bullying juga menurunkan skor tes kecerdasan dan kemampuan analisis para siswa. Para pelaku bullying berpotensi tumbuh sebagai pelaku kriminal, jika dibandingkan dengan anak-anak yang tidak melakukan bullying.

Bagi si korban biasanya akan merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi seperti ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga, kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban, mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah. Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan lain-lain.

Lalu, kenapa perundungan terus terjadi di kalangan pelajar? Jawabannya, karena mereka masih remaja atau anak-anak yang mempunyai pemikiran yang belum luas dan cepat merasakan bosan sehingga mereka mencari hiburan atau menciptakan kesenangan dengan cara yang salah yaitu untuk memilih melakukan perundungan terhadap teman satu sama lain karena mereka masih belum menguasai apa itu bullying dan dampak yang diberikannya, dan kurangnya perhatian dari orang tua atau lingkungan sekitarnya. Anak yang memiliki ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) mungkin bertindak sebelum berpikir, tidak mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya sehingga disengaja atau tidak menggangu bully, anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah.

Jadi, bagaimana solusi untuk mengatasi aksi bullying ini? Pada hakikatnya, setiap anak dalam lingkungan pendidikan berhak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU No. 35 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.

Negara Indonesia adalah negara hukum yang segala bentuk pemerintahan negara ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa Indonesia. Dapat dijelaskan bahwa negara Indonesia ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan ini harus terwujud dalam kehidupan masyarakat. Meskipun tidak ada peraturan mewajibkan sekolah harus memiliki kebijakan program anti bullying, tetapi dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan khusus kepada anak sebagai korban tindak pidana dilakukan melalui: Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga, Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial dan Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Maka dari itu, semua orang harus menyadari bahwa kita adalah mahkluk sosial yang diciptakan berbeda-beda dengan ciri khas masing-masing seperti perbedaan ras, suku, agama, dan budaya. Sebenarnya, perbedaan inilah yang membuat kita bisa menjadi bersatu dengan kelebihan dan kekurangan kita masing-masing. Kita bisa saling melengkapi satu sama lain dan kita bisa belajar apa itu kebersamaan dalam perbedaan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia hary bisa menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa yang sesuai dengan semboyan kita yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Marilah kita semua mengurangi kasus perundungan ini dan tanamkan ini mulai dari sedini mungkin baik di lingkungan keluarga, orang tua, sekolah, dan orang dewasa lainnya yang peduli memiliki peran dalam mencegah penindasan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image