Polemik Eksistensi Profesi Sarjana Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Edukasi | 2023-05-15 21:12:23Menurut Winslow (1920) kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis, perawatan, diagnosis dini, pengobatan, dan pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya. Pendapat lain mendefinisikan kesehatan masyarakat sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan pengobatan (kedokteran) dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau masyarakat.
Kesehatan masyarakat pada praktiknya memiliki kegiatan yang luas, semua kegiatan baik yang langsung maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) adalah upaya dari kesehatan masyarakat. Misalnya, pembersihan lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan, perbaikan gizi, penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat, cara pembuangan tinja, pengelolaan sampah, air limbah, pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, pemberantasan sarang nyamuk, lalat, kecoa, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Dengan luasnya praktik kegiatan kesehatan masyarakat di Indonesia seperti yang telah dipaparkan di atas, nyatanya eksistensi dari profesi kesehatan masyarakat masih menjadi hal yang sering dipertanyakan sampai sekarang. Hal ini didukung oleh pernyataan Ketua Dewan Etik Persakmi kota Palopo, Sudirman, PhD, bahwa secara substantif materi diskusi di kalangan mahasiswa dan penggiat kesehatan masyarakat maupun para Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) masih relatif sama sejak tahun 90an hingga saat ini, yaitu masih mempertanyakan eksistensinya.
Sudirman, PhD, dalam wawancaranya dengan mediasulsel.com juga mengatakan bahwa fenomena ini mengandung nilai positif, karena dengan adanya diskusi-diskusi yang mempertanyakan eksistensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) maka akan tersedia pula ruang diskusi untuk masalah kesehatan yang ada, termasuk kebijakan kesehatan. Banyaknya Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) yang mendapatkan amanah untuk menduduki jabatan eselon di tingkat kabupaten/kota menjadi bukti bahwa diskusi yang telah terselenggara tersebut membawa dampak positif bagi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Indonesia.
Sementara itu, pendapat lain dari pihak mahasiswa diutarakan oleh Presiden BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin periode 2018/2019, Arya Pratama mengatakan bahwa keprofesian kesehatan masyarakat masih menjadi polemik yang hangat diperbincangkan di kalangan mahasiswa kesehatan masyarakat Indonesia. Arya juga menyampaikan bahwa hampir dua tahun ini mahasiswa kesehatan masyarakat seluruh Indonesia dilema terkait prospek mahasiswa kesehatan masyarakat setelah sarjana, seorang SKM yang idealnya ingin mengabdi di sektor kesehatan, ironisnya justru mengalami banyak hambatan untuk mengabdi di bidang tersebut. Seperti jurusan kedokteran dan ilmu kesehatan lainnya, jurusan kesehatan masyarakat dapat dikatakan mempunyai banyak pesaing, hal ini dikarenakan oleh peluang kerja yang terbatas namun lulusan yang dicetak setiap tahunnya meningkat, maka persaingan di bidang Kesehatan masyarakat terbilang cukup sengit dibanding yang lainnya.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah untuk mengadapi semua tantangan yang ada kita harus meningkatkan kualitas diri kita sebagai calon Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), karena para Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) diharapkan mampu adaptif terhadap perkembangan zaman dengan meningkatkan skill, baik di bidang akademik, organisasi, komunitas dan lingkungan masyarakat. Dengan skill yang telah kita kembangkan dan optimalkan sejak kita mengeyam bangku perguruan tinggi, maka dapat meningkatkan kredibilitas kita sebagai seorang sarjana kesehatan masyarakat dan mampu menghilangkan pandangan sebelah mata masyarakat terhadap sarjana kesehatan masyarakat. Hal tersebut juga diharapkan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi profesi sarjana kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penulis: Fatya Nurbaittrisna (Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.