Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Angelica Fionny Xaviera

Cancel Culture, Budaya yang tidak Ada di Indonesia?

Curhat | Monday, 15 May 2023, 20:55 WIB

Adanya teknologi komunikasi baru berupa media sosial telah membuat perubahan signifikan dalam hidup kita. Harus diakui, pengaruh media sosial pada zaman sekarang sangatlah besar, sampai-sampai muncul budaya partisipasi digital sebagai bentuk literasi media.

Cancel culture atau bisa disebut “budaya pembatalan” yang kini mendunia lewat media sosial kini telah mencapai Indonesia. Tetapi kenapa pada praktiknya, cancel culture itu malah susah diterapkan di Indonesia? Banyak figur publik yang sebenarnya problematik dan aksinya tidak layak untuk didukung. Namun pada prakteknya, mereka malah semakin tenar setelah terjerat kasus.

Apa yang dimaksud dengan cancel culture? Istilah cancel culture pada zaman sekarang marak digunakan dalam diskursus secara online di media sosial. Cancel merupakan suatu istilah dimana seseorang memutuskan untuk tidak memberi perhatian kepada figur yang dirasa memiliki pandangan, melakukan perbuatan maupun tidak melakukan perbuatan, perkataan yang menyinggung. Dengan kata lain, cancel merupakan suatu tindakan untuk menghentikan seseorang untuk memiliki karir publik.

Tetapi menghentikan karir seseorang melalui reaksi publik lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Pada kenyataannya, ketika seorang figur publik terjerat kasus yang membuat mereka seharusnya di 'cancel', mereka malah semakin tenar. Atau skenario lain, mereka akan rehat dari dunia hiburan sejenak dan muncul saat situasi mulai mereda. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya tidak banyak figur yang benar-benar mengalami mati karir karena reaksi publik.

Cancel culture ini sebenarnya ditujukan untuk mengubah kelakuan seseorang dengan eksposur publik. Namun masih banyak warganet Indonesia yang belum mengerti mengenai cancel culture. Figur publik yang seharusnya tidak diberi perhatian malah semakin tenar setelah terjerat skandal. Di sisi lain, cancel culture di Indonesia malah menjadi pembenaran netizen untuk melakukan hate speech terhadap figur tersebut seperti melakukan body shaming, doxxing, dan sebagainya. Selain membuat figur tersebut menjadi semakin tenar, peran figur tersebut juga berubah dari pelaku menjadi korban.

Semua orang dapat menjadi subjek cancel culture, tetapi setidaknya untuk sekarang di Indonesia, sebagian orang yang sepatutnya dikucilkan masih dapat dimaafkan. Sebab figur publik yang seharusnya memiliki tanggung jawab moral, merupakan sebuah hiburan belaka bagi masyarakat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image