Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Capres dan Disrupsi Ketenagakerjaan

Politik | Sunday, 14 May 2023, 14:09 WIB
Ilustrasi massa pekerja ( foto istimewa )

Publik ingin mengetahui pemikiran dan solusi dari para calon presiden (capres ) menghadapi masalah disrupsi ketenagakerjaan yang mulai menerjang kehidupan warga dunia, khususnya rakyat Indonesia. Ketenagakerjaan merupakan isu yang paling seksi dalam Pemilu 2024.Sehingga para kontestan pemilu harus memahami dan memiliki solusi yang bagus terkait ketenagakerjaan dengan aspek luasnya.

Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan misalnya, dalam pidato politiknya menyoroti tentang pertumbuhan ekonomi nasional yang selama ini tidak berkualitas sehingga tidak optimal dalam menciptakan lapangan kerja. Sementara bakal calon presiden dari PDIP Ganjar Pranowo mengaku berdiskusi berbagai masalah terkait buruh dengan pimpinan sejumlah organisasi buruh di Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, di Jakarta, tentang kondisi perburuhan yang ada di Indonesia meliputi isu kesejahteraan buruh, perlindungan buruh, serta sikap organisasi buruh yang mempersoalkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Pemikiran dan solusi dari para capres terkait sektor ketenagakerjaan yang semakin banyak terkena disrupsi ditunggu oleh masyarakat. Pemikiran tersebut termasuk kehadiran teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Keniscayaan para capres mesti bisa memberikan gambaran yang lebih komprehensif serta mencari solusi terkait dengan dampak disrupsi teknologi.Termasuk solusi terkait dengan transformasi keterampilan para pekerja.

Teori disruptive innovation pertama kali diciptakan oleh Guru Besar di Harvard Business School, Profesor Clayton M. Christensen. Tertuang dalam bukunya The Innovator’s Dilemma yang terbit tahun 1997. Teori Disruptive Innovation menjelaskan fenomena dimana sebuah inovasi mengubah pasar atau sektor yang ada.

Inovasi disruptif adalah keniscayaan yang sulit dihindari tapi terbuka kemungkinan diatasi, bahkan dikalahkan dengan human spirit. Bagi kaum pekerja, langkah untuk menghadapi disrupsi yang boleh dibilang sering “mengubur” dan “membunuh” produk, usaha atau profesi pihak lain, yang pertama kali adalah merubah cara berpikir dan meneguhkan mental agility. Kalau perlu para pekerja mendisrupsi dirinya sendiri agar terbebas dari belenggu rutinitas. Mendisrupsi diri sendiri agar tidak miskin imajinasi, mampu meningkatkan kompetensi dan daya inovasi serta memiliki ruang kreativitas yang memadai.

Gelombang disrupsi dan menyongsong Industri 4.0 harus diantisipasi dan dijadikan momentum untuk menata kompetensi dan meningkatkan skill bagi segenap anggota serikat pekerja. Juga bisa dijadikan momentum untuk merancang sistem remunerasi berbasis jenjang karir yang ideal. Menghadapi era tersebut bagi organisasi buruh merupakan perjuangan yang tidak ringan.

Ada jenis pekerjaan yang mulai terdirupsi dengan cepat, yakni sektor logistik. Seperti contohnya kendaraan logistik tanpa sopir yang kini mulai diterapkan. Kendaraan logistik berupa truk tanpa sopir telah diluncurkan lebih cepat. Teknologi robotika telah memperlihatkan trend dapat menggantikan pekerjaan sopir.Hal diatas terlihat pada sistem pengangkut hasil pertambangan Rio Tinto sudah menggunakan truk tanpa sopir dengan kapasitas 240 ton untuk memindahkan bijih besi pada lokasi pertambangan di Australia.

Manajemen perusahaan mengoperasikan dan mengontrol truk raksasa itu dari pusat Kota Perth yang berjarak 1.200 kilometer. Operasional truk tersebut telah menghilangkan resiko kerja yang sangat tinggi di pertambangan dimana karyawan selalu mengalami kelelahan yang luar biasa. Setelah menghilangkan sopir perusahaan juga akan mengoperasikan kereta pengangkut tanpa awak dan robot pengebor dengan tujuan menggunakan mesin robot seluas mungkin di area pertambangan. Dan pada akhirnya sebagian besar rantai pemasok perusahaan ini dari tambang terbuka ke pelabuhan akan dikendalikan sepenuhnya dari kantor pusat mereka di Perth.

Meskipun tanpa pengemudi, namun operasional truk tersebut membutuhkan banyak teknisi ahli dan bagian perawatan. Teknisi peralatan navigasi, pneumatik dan hidrolik, kontrol sistem, sensor dan kalibrasi. Dengan demikian boleh dikatakan mati satu tumbuh seribu. Hilang satu profesi tetapi akan muncul puluhan jenis profesi baru di sektor pertambangan.

Kompetensi semakin kompleks, sistem kerja dan beban pekerjaan akan berubah, sistem pengupahan semakin bersifat individual yang cenderung mengedepankan prinsip outsourcing. Para buruh senior atau buruh lansia yang sudah tidak berdaya lagi mengikuti transformasi, harus dicarikan solusi yang manusiawi.Di negara maju, organisasi serikat pekerja dan buruh mulai merumuskan kembali kebijakan dan program jaminan sosial bagi pekerja tua yang tidak mampu lagi beradaptasi dengan zaman. Yakni melalui skema pemberian tunjangan hari tua yang lebih baik dari yang sudah ada.

Keniscayaan bahwa revolusi industri 4.0 bisa menjadi ancaman pengangguran massal di Indonesia masa depan. Karena struktur ketenagakerjaan hingga saat ini masih didominasi oleh pekerja dengan latar belakang lulusan SD dan SMP. Keharusan bagi bangsa Indonesia untuk mencetak sekitar 113 juta tenaga kerja terampil dan ahli supaya bisa menghadapi era Industri 4.0 dengan baik. Seperti skenario yang dibuat oleh Mckinsey Global Institute (MGI) terhadap Indonesia. Kita bisa menarik kesimpulan sebaliknya, jika gagal mencetak, maka Indonesia justru bisa menjadi negara gagal. Karena anugerah yang berupa Bonus Demografi berubah bentuk menjadi bencana demografi, karena melimpahnya pengangguran dan rendahnya mutu dan pendidikan SDM bangsa menyebabkan daya saing global terpuruk.

Menurut data kasar Kemenaker, Indonesia saat ini memiliki 56 juta tenaga terampil. Namun jumlah ini juga masih diragukan validitasnya, karena belum adanya pendalaman dan pengembangan portofolio kompetensi di setiap daerah. Hingga kini pendidikan dan pengembangan karir dan kompetensi pekerja banyak yang stagnan. Sistem training dan diklat bagi pekerja belum sesuai dengan kemajuan zaman. Kondisi BLK yang ada juga masih memprihatinkan. Masih kekurangan instruktur berkualitas dan kurangnya workshop yang sesuai dengan jenis teknologi yang mendukung Industri 4.0.

*) Arif Minardi, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image