Memelihara Hewan Liar: Konservasi atau Kontroversi?
Edukasi | 2023-05-12 19:56:37Beberapa waktu lalu, media sosial Twitter sempat ramai memperbincangkan public figure, salah seorang youtuber ternama, yang memelihara hewan liar. Diketahui, public figure tersebut memelihara beberapa harimau serta hewan liar lain di kediamannya. Sebagai seorang youtuber, public figure ini cukup sering mengunggah video bermain dengan hewan liar yang merupakan hewan peliharaannya tersebut. Namun, alih-alih mengedukasi masyarakat akan pentingnya konservasi hewan liar, youtuber tersebut justru bermain main dengan hewan liar peliharaannya dan memperlakukan hewan liar tersebut layaknya anjing atau kucing peliharaan. Beberapa dokter hewan hingga kelompok konservasionis pun mengecam hal tersebut. Hewan liar tidak seharusnya dipelihara dan dijadikan konten hiburan berkedok konten edukasi. Hal seperti itu sangat bertentangan dengan kesejahteraan hewan dalam lima prinsip kesejahteraan satwa atau “Five freedoms of Animal Welfare” yang dirilis oleh WOAH (World Organisation for Animal Health).
Dilansir dari laman tirto.id, kita memang dapat dan boleh memelihara hewan liar dengan beberapa persyaratan serta perizinan resmi dari BKSDA setempat. Namun, perlu diingat, meskipun sudah mendapatkan perizinan memelihara hewan liar kita juga harus memperhatikan kesanggupan kita untuk memenuhi kesejahteraan hewan tersebut, hal ini berlaku untuk semua peliharaan baik memelihara hewan peliharaan maupun hewan liar.
Meskipun demikian, memelihara hewan liar merupakan hal yang tidak dianjurkan dan dianggap bertentangan dengan kesejahteraan satwa karena dapat membahayakan manusia serta hewan itu sendiri. Alasan paling utama kita tidak dianjurkan memelihara hewan liar adalah karena hewan tersebut belum mengalami proses domestikasi dan masih memiliki insting liarnya. Bisa jadi, hewan liar tersebut justru mencelakai kita ataupun sebaliknya. Alasan lain yang tidak kalah penting adalah risiko tertularnya penyakit zoonosis yang berbahaya. Sebagaimana pandemi COVID-19 yang telah terjadi akibat virus dari kelelawar yang bersifat zoonosis.
Public figure yang memelihara hewan liar mungkin sudah mendapat perizinan secara resmi dan legalitas secara hukum. Akan tetapi, selain perizinan, apakah mereka sudah mampu merawat dan menerapkan prinsip kesejahteraan hewan pada hewan liar peliharaan mereka? Jawaban dari pertanyaan ini adalah belum mampu. Mengapa demikian? Karena jika ditelusuri dari video video unggahan salah seorang public figure tersebut, dapat dikatakan bahwa masih terdapat hal yang kurang diperhatikan dalam memberikan perlakuan terhadap satwa liar yang mereka pelihara.
Para public figure maupun semua orang yang memelihara hewan liar, dengan dalih ingin melakukan konservasi, sebaiknya tetap memperlakukan hewan liar tersebut sebagaimana mestinya dan tidak menyamakan satwa liar dengan hewan peliharaan. Tidak semestinya hewan liar diajak berinteraksi secara langsung dan dari jarak dekat dengan manusia. Interaksi satwa liar dengan manusia secara langsung sudah termasuk melanggar lima prinsip kesejahteraan hewan, beberapa diantaranya adalah “freedom to express normal behavior” dan “freedom of fear and distressed” karena dapat menimbulkan stress, ketakutan, cedera, serta bisa saja menimbulkan penyakit yang bersifat zoonosis. Selain itu, memelihara hewan liar tetapi menaruh hewan tersebut di dalam kandang yang sempit bahkan dirantai bukanlah suatu kegiatan konservasi dan sama saja artinya dengan merampas hak hidup hewan di alam bebas. Jika demikian, hewan akan menjadi tidak bisa untuk mengekspresikan perilaku alaminya. Pemelihara hewan liar yang memelihara hewan liar hanya demi konten hiburan termasuk sama kejamnya dengan atraksi sirkus.
Public figure yang memelihara hewan liar, secara tidak langsung, juga menjadi salah satu faktor meningkatnya perburuan ilegal di negara ini. Bisa jadi, video unggahan public figure tersebut yang menunjukkan bahwa hewan liar dapat diajak bermain dapat membuat sebagian masyarakat menjadi tertarik untuk memelihara hewan liar. Selain itu, mungkin bagi sebagian masyarakat memelihara hewan liar merupakan suatu tantangan dan kebanggaan tersendiri karena seolah olah dapat "menaklukkan" hewan tersebut. Lalu, akibat dari adanya keinginan (demand) maka akan berbanding lurus dengan penawaran (supply). Apabila keinginan pasar untuk mendapatkan satwa liar semakin banyak maka perburuan liar untuk mendapatkan satwa tersebut juga akan semakin masif. Hal ini dapat menjadi efek domino yang berakhir pada banyak masyarakat yang menjadi animal collectors yang tidak memedulikan kesejahteraan hewan.
Mungkin sampai disini akan ada pertanyaan seperti, apa perbedaan memelihara hewan liar secara pribadi dengan kegiatan konservasi di kebun binatang? Kebun binatang sendiri adalah tempat pelestarian ex situ atau wilayah konservasi yang menjaga dan memelihara hewan di luar habitat aslinya. Hewan-hewan yang ada di kebun binatang adalah satwa hasil penangkaran yang diselamatkan dan telah direhabilitasi tetapi tidak dapat dilepasliarkan akibat sakit ataupun cacat. Satwa tersebut akan dirawat di habitat buatan dan tetap liar tanpa gangguan manusia (minim interaksi kepada manusia). Meskipun demikian, masih ada kebun binatang yang masih mementingkan kesenangan pengunjung dan meremehkan kesejahteraan satwanya.
Lalu kesimpulan yang dapat diambil adalah memelihara hewan liar memanglah diperbolehkan dengan perizinan resmi. Akan tetapi, memelihara hewan liar sangat tidak dianjurkan dan bukanlah hal krusial yang harus dilakukan. Perlu ditekankan lagi, satwa liar bukanlah peliharaan. Jika memang tertarik dengan konten hewan liar ataupun kegiatan konservasi, masih banyak cara lain yang dapat kita lakukan untuk membantu kegiatan konservasi diantaranya yaitu berdonasi ke BKSDA maupun lembaga konservasi yang membutuhkan, membantu melestarikan habitat dari hewan liar dengan tidak merusak lingkungan sekitar, mengikuti kegiatan volunteer dari program konservasi, serta yang paling mudah yaitu mengedukasi orang terdekat dengan tidak memelihara hewan liar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.