Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rochma Ummu Satirah

Kontrak Freeport Diperpanjang, Rakyat Dapat Apa?

Ekonomi Syariah | Tuesday, 09 May 2023, 07:56 WIB

Kontrak Freeport Diperpanjang, Rakyat Dapat Apa?

Rochma Ummu Arifah

Keberadaan Freeport sebagai satu perusahaan asing pemegang izin pengelolaan tambang yang ada di Papua menjadi satu perhatian tersendiri. Dari pengelolaan oleh pihak asing ini, masih dipertanyakan bagaimana keuntungan dan manfaat yang diperoleh oleh negeri ini. terlebih dengan melihat keadaan masyarakat Papua sendiri yang dapat dikatakan jauh dari sejahtera dan bahkan diliputi dengan konflik horisontal yang mengarah pada perpecahan dan disintegrasi.

Izin Freeport Ingin Diperpanjang

Sebenarnya bukan kali ini saja, Freeport Minerals Company mengajukan perpanjangan izin eksplorasi Papua. Perusahaan yang sejak tahun 1960 menandatangai perjanjian kontrak karya dengan pemerintah Indonesia. Dengan ini, perusahaan asal Amerika Serikat ini memiiki hak untuk mengelola tambang emas dan tembaga di wilayah Papua. Kontrak terbaru akan berakhir di tahun 2041 dan perusahaan ini pun sudah mengajukan perpanjanga izin.

Pihak pemerintah sendiri selalu mengklaim bahwa negara ini memperoleh manfaat yang cukup besar dari pengelolaan tambang yang sangat besar di daerah timur Indonesia ini. Penerimaan negara yang didapatkan dari sektor ini adalah dalam bentuk pajak, deviden dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Hanya saja, ada sebagian pihak yang mempertanyakan izin eksplorasi ini oleh pihak asing yaitu PT. Freeport ini. Apakah besaran penerimaan negara sudah sangat ideal jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh PT. Freeport itu sendiri? Apakah negara akan mendapatkan lebih banyak manfaat dalam bentuk penerimaan negara jika tambang ini dikelola mandiri oleh negara itu sendiri?

Pertanyaan sejenis inilah yang kerapkali dimunculkan ke publik melihat fakta dari banyaknya kekayaan yang diperoleh dari eksplorasi tambang Freeport ini. Terlebih, keuntungan materi yang dihasilkan dari tambang ini dianggap masih berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat setempat yang dapat dikatakan jauh dari kata sejahtera. Bahkan, terdapat konflik internal yang berawal dari kesenjangan sosial masyarakatya. Hal ini pun mengarah pada perpecahan dan disintegrasi bangsa.

Neo-Imperialisme Oleh Negara Adidaya

Masuknya Amerika Serikat ke Indonesia untuk mendapatkan hak eksplorasi atas tambang di Freeport ini tentu tak terlepas dari asas AS itu sendiri dalam menjalin hubungan internasional dengan negara lain. Setelah Perang Dunia II, AS muncul sebagai pemenang dengan mengalahkan negara-negara pesaingnya, termasuk Inggris sebagai negara adidaya saat itu. AS pun mencetuskan satu strategi politik yang berbeda dengan apa yang dibawa oleh Inggris lebih dulu terkait dengan negara-negara jajahan mereka. AS memilih jalan untuk mempertahankan negara jajahannya dengan menjalankan politik neo-imperialisme yaitu penjajahan gaya baru.

Strategi ini dijalankan dengan memberikan kemerdekaan fisik kepada sejumlah negara jajahan mereka. Namun, tetap dijalankan sejumlah mekanisme untuk menjajah negara tersebut yaitu mengeruk kekayaan alamnya. Inilah yang kemudian diimplementasikan dengan masuknya perusahaan-perusahaan multinasional ke negara jajahan guna mendapatkan kekayaan alam yang ada di dalamnya.

Demikian pula yang ada di negara ini. Sejumlah kekayaan alam yang ada diberikan hak pengelolaannya ke tangan asing yaitu Amerika Serikat melalui sejumlah perusahaan multinasional mereka. Dengan ini, AS tetap dapat memperoleh keuntungan materi dari hasil pengelolaan sumber daya alam ini, khususnya tambang.

Di sisi lain, negara kita beserta dengan jajaran pemerintahnya seakan tinggal diam dengan apa yang terjadi. Semua ini karena memang negara kita saat ini hanyalah berperan sebagai negara pengikut yaitu negara yang mengikuti kehendak dari negara adidaya. Begitulah yang terjadi dari pemberian izin eksplorasi tambang Papua ke tangan Freeport.

Islam Negara Independen Mengelola Sumber Daya Alamnya

Aturan Islam dalam ranah hubungan antara manusia dengan manusia yang lainnya termaktub dalam banyak aspek, sebut saja seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan juga pemerintahan. Aturan ini telah terbukti mampu dijalankan oleh negara yaitu sejak Rasulullah saw hijrah ke Madinah sampai di masa daulah Khilafah diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Pasha di tahun 1924.

Aturan Islam mengenai aspek ekonomi salah satunya mengatur mengenai pengelolaan sumber daya alam yang mampu memberikan manfaat bagi rakyat. Islam menganggap pengelolaan kekayaan alam oleh negara sebagai amanah yang diberikan Allah Swt. Hal ini sesuai dengan hadis dari Abu Khuraisy dari sebagian sahabat Nabi saw. bahwa Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu sumber air (kekayaan laut), padang rumput (kekayaan hutan) dan api (kekayaan tambang dan migas).” (HR. Abu Dawud).

Terdapat pula satu riwayat mengenai pemberian tambang garam oleh Rasul kepada satu sahabat yaitu Abyad bin Hammal. Namun setelah diingatkan bahwa tambang tersebut adalah seperti air yang mengalir yaitu mampu memberikan manfaat kepada banyak masyarakat, Rasul pun memerintahkan untuk mencabut kembali pemberian tersebut. (HR. Abu Dawud dan Tirmizi).

Dua hadis inilah yang menjadi dasar bahwa pengelolaan sumber daya alam yang besar dan mampu memberikan manfaat pada rakyat banyak haruslah dikelola oleh negara. Negaralah yang akan menjadi pengelolanya dan kemudian hasil manfaat yang didapatkan akan dikembalikan kepada rakyat. Dapat berupa pembangunan infrastruktur dan yang lainnya guna untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat atau memudahkan mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Pengelolaan seperti ini tentu bisa dilakukan jika negara memposisikan dirinya sebagai roin atau periayah (pengatur) segala urusan rakyatnya. Jabatan yang diperoleh penguasa dianggap sebagai amanah untuk bisa melayani rakyat. Bukan sebagai sebuah kesempatan untuk memperkaya diri dan kelompok dengan menghalalkan segala cara.

Negara seperti ini hanya akan bisa dijalankan jika negara tersebut mengemban semua aturan Islam. Bukan negara yang berdasar pada hukum atau sistem lainnya seperti sekuler kapitalis seperti saat ini. Sehingga, sudah seharusnya negara kembali menerapkan aturan Islam demi meraih kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Insya Allah. Wallahu alam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image