Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Kaya Tapi Merana

Politik | Friday, 05 May 2023, 15:02 WIB
Ari Nurainun, SE

Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kalimantan Timur memiliki cadangan batu bara mencapai 16,07 miliar ton pada 2020. Jumlah itu menjadikan Kalimantan Timur sebagai provinsi dengan cadangan batu bara terbesar di Tanah Air. Cadangan batu bara ini setara dengan 41,42% dari totalnya di Indonesia. Tercatat, cadangan batu bara Indonesia sebesar 38,8 miliar ton pada tahun lalu.

Besarnya cadangan Batu Bara ini tak lantas menjadikan seluruh warganya sejahtera. Setelah babak belur dihantam pandemi, kini warga dihantui tsunami pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan perusahaan tambang. Salah satunya yang dilakukan oleh PT Thiess Contractors Indonesia. PT Thiess Contractors Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawan sejak beberapa bulan terakhir. Ini dilakukan menyusul menipisnya area tambang batu bara PT Teguh Sinar Abadi (TSA), selaku pemilik konsesi tambang yang mereka garap di Kubar.

Seperti diketahui, keputusan manajemen PT Thiess melakukan PHK menyusul akan habisnya kontrak. Hal Ini disebabkan semakin terbatasnya areal tambang batu bara di anak perusahaan Bayan Grup tersebut.Anggota Komisi I DPRD Kubar Suharna yang hadir dalam pertemuan bersama manajemen PT Thiess membahas PHK, baru-baru ini menyebutkan, dari total seribu karyawan nantinya ada pengurangan 200 karyawan secara bertahap.

Suharna mengatakan, manajemen PT Thiess melakukan PHK terhadap karyawan yang berasal dari luar daerah. Sementara untuk kurang karyawan lokal sedapat mungkin tidak di-PHK, untuk mengurangi dampak sosial yang ditimbulkan.

Tak hanya di Kalimantan, gelombang PHK juga menghantui daerah yang lain. Sejak awal tahun 2023, gelombang PHK menerjang negeri ini tampa ampun. Seperti yang terjadi di Kabupaten Nunukan. Ratusan tenaga kerja dari perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Nunukan kehilangan pekerjaan setelah tiga perusahaan pengelola usaha tambangan batu di daerah ini, masing-masing PT. Pipit Intis (PI), PT. Pipit Mutiara Raya (PMR) dan PT. Anjas Anita Jaya (AAJ) menyatakan tutup usaha.

Kabarnya, penutupan ketiga perusahaan yang merupakan anak perusahaan PT Pipit Group ini disebut-sebut lantaran usaha yang selama ini beroperasi sudah tidak berjalan lancar. Penyebabnya, batu bara yang mereka produksi ditolak pasar lantaran kualitasnya yang kurang baik.

Kaya Tapi Merana

Produk domestik regional bruto Kaltim ( PDRB ) Kaltim dari sektor pertambangan dan penggalian pada 2019 saja sudah senilai Rp 297 triliun. PDRB sektor yang sama pada 2020 sebesar Rp 250 triliun. Laba bersih perusahaan batu bara di Kaltim pada 2021 dipastikan jauh lebih besar. PDRB sektor penggalian dan pertambangan pada tahun lalu menembus Rp 313 triliun seiring meroketnya harga komoditas.

Sementara Nilai PDRB Kalimantan Timur secara keseluruhan atas dasar harga berlaku pada tahun 2022 mencapai 921,33 triliun rupiah. Secara nominal, nilai PDRB ini mengalami peningkatan sebesar 224,75 triliun rupiah dibandingkan tahun 2021 yang nilainya tercatat sebesar 696,58 triliun rupiah.

Dengan pendapatan dan potensi wilayah sebesar itu, seharusnya masyarakat Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya, tidak lagi dibayangi mimpi buruk PHK. Apa lacur, negeri ini kaya tapi merana. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah tidak mampu meningkatkan kesejahteraan para buruh. Alih-alih sejahtera, hidup para buruh justru sengsara.

Semua persoalan ini bermula dari rusaknya pengelolaan Sumber Daya Alam dan Energi di negeri ini. Negara sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan warganya tunduk pada kepentingan pengusaha. Jikapun berperan, perannya sangat minim.

Privatisasi SDAE telah merenggut peran negara yang semestinya menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap individu warganya, baik secara langsung maupun tidak langsung, menjadi hanya berperan sebagai regulator saja. Pada akhirnya kesejahteraan hanya mimpi belaka.

Solusi Islam Mengatasi PHK

Persoalan PHK dan pengangguran adalah hanyalah satu dari sekian masalah yang diakibatkan penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sehingga menyelesaikan persoalan ini harus dilakukan secara fundamental artinya diperlukan penerapan sistem islam secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya mengembalikan pengelolaan sumber daya alam dan energi sesuai timbangan syariat.

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.: Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah).

Berkaitan dengan kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi)

Makna hadist ini adalah tambang yang jumlahnya sangat besar baik garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, sebagaimana dikutip Al-Assal & Karim (1999: 72-73), mengatakan, “Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum Muslim sebab hal itu akan merugikan mereka,”

Demikianlah, untuk mengakhiri persoalan ini mau tak mau, kita harus kembali pada ketentuan syariah Islam. Selama pengelolaan sumberdaya alam didasarkan pada aturan-aturan sekular kapitalis, tidak diatur dengan syariah Islam, akan menimbulkan banyak masalah.

Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.

Wallahu a’lam bis showwab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image