Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putu Eka Wicaksana

Rokok: Jahat tapi Enak

Gaya Hidup | Thursday, 04 May 2023, 11:57 WIB
Dok: Wikimedia Commons

Semua orang tahu tentang betapa berbahayanya sebatang rokok. Bahkan dalam kemasannya pun sudah tertera bagaimana parahnya efek dari rokok, mulai dari kanker, impoten, dan gangguan kehamilan. Meskipun sudah terdapat tulisan “merokok membunuhmu” tetap saja banyak orang yang tetap mengonsumsi rokok. Apakah yang sebenarnya terjadi? Berikut ulasannya.

Asal usul rokok dimulai sejak 4.000 tahun sebelum masehi di Amerika Selatan dimana tembakau dikunyah sebagai bagian dalam ritual. Dalam perkembangannya, rokok dapat dinikmati dengan dihisap dan dihirup. Pelintingan tembakau dengan menggunakan kertas menjadi cikal bakal munculnya rokok yang sangat digemari pelaut dan tentara.

Istilah rokok atau cigarettes muncul saat ia tiba di perancis pada tahun 1830. Namun, produksi rokok secara besar-besaran terjadi pada tahun 1880-an dimana mesin karya James Albert Bonsack menjadi aktor utamanya. Sejarah tersebut menjadi awal bagaimana lintingan tembakau tersebut menjadi salah satu kebutuhan manusia dewasa ini.

Rokok yang menjadi kebiasaan masyarakat tentunya menyebabkan pro dan kontra. Rokok yang sudah jelas-jelas memiliki dampak yang sangat buruk bagi kesehatan hingga dapat menyebabkan kematian menjadi kontradiksi terbesar dari banyak pihak. Tidak hanya bagi perokok saja, orang-orang di sekitar perokok tersebut juga dapat terkena dampaknya, bahkan lebih parah. Masalah moral dan finansial perokok juga menjadi alasan mengapa banyak pihak tidak menyukai rokok.

Di sisi lain, rokok tetap memiliki dampak positif yang membuat masyarakat pro terhadap rokok. Lintingan tembakau tersebut dapat menaikkan mood penggunanya yang dapat membantunya keluar dari permasalahan. Selain itu, rokok juga dapat membantu penggunanya untuk berkonsentrasi.

Dok: Wikimedia Commons

Anggapan penggunaan rokok itu keren membuat banyak anak muda mulai mengonsumsi rokok. Hal tersebut membuat banyak anak muda yang merokok karena keinginan untuk menjadi keren tersebut. Banyak kejadian dimana orang diasingkan dari tongkrongannya karena tidak merokok, memaksa dirinya untuk merokok agar dianggap oleh temannya. Dukungan sosial dari sesama pengguna rokok juga menjadi salah satu alasan orang mengonsumsi tembakau tersebut.

Orang yang pada awalnya hanya merokok saat nongkrong atau hanya untuk terlihat keren, lama-kelamaan akan mulai merasa ketergantungan. Hal tersebut membuat mereka setiap saat harus mengonsumsi rokok hingga berbatang-batang. Disinilah paradoks rokok mulai muncul, jahat tapi enak. Namun dalam jangka panjang, ketergantungan tersebut akan membuat perokok stress kalau tidak merokok, tidak mood, ingin merokok terus-terusan, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan rokok.

Penulis tidak bermaksud untuk menyudutkan suatu pihak, tetapi bagaimana penulis dapat melihat celah bagi para perokok untuk diberikan akomodasi yang dapat membuatnya berhenti dengan risiko yang ada. Namun, kembali lagi bahwa hidup adalah pilihan, dan merupakan suatu kebebasan bagi tiap individu untuk memutuskan pilihannya. Akan tetapi, ingat tentang risiko yang dapat ditimbulkan dan bagaimana cara mengelola riisiko tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image