Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Pendidikan Pembebasan Tan Malaka

Sejarah | Monday, 01 May 2023, 07:16 WIB
sumber : www.gramedia.com/literasi

Tan Malaka menurut versi Majalah Tempo merupakan salah satu bapak pendiri bangsa (the founding fathers) selain Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir. Dari keempat pendiri bangsa itu, Tan Malaka di nilai sosok paling misterius selama hidupnya, tercatat ia menggunakan dua puluh tiga nama samaran untuk menghindari kejaran polisi rahasia negara-negara imperialis barat. Perjalanan politiknya itu mencapai delapan puluh sembilan ribu kilometer setara dua kali keliling bumi, mencakup dua benua dengan sebelas negara.

Tan Malaka merupakan Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan RI No. 53 yang ditanda tangani Presiden Soekarno pada tanggal 28 Maret 1963, ia pendiri Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), partai politik memiliki ideologi nasionalisme radikal. Tulisan ini ingin mengulas pemikiran Tan Malaka terutama dalam bidang pendidikan.

Pendidikan Pembebasan

Pendidikan menurut Paulo Freire (2011) harus membebaskan bagi para peserta didik, terutama bagi kaum selama ini mengalami penindasan, menurutnya pendidikan yang membebaskan harus mendorong terjadinya perubahan sosial ditengah-tengah masyarakat, tidak mempertahankan kemapanan status quo. Kemapanan sendirinya artinya mengingkari hak-hak rakyat dalam melakukan partisipasi di dalam bidang pendidikan.

Pendidikan membebaskan harus memiliki metode dialogis dimana para peserta didik diajak mengenal kondisi sosial disekitarnya secara kritis, setiap permasalahan yang muncul harus menjadi bahan diskusi antara murid dan guru di dalam kelas. Peserta didik menjadi subjek pendidikan yang memiliki pengalaman sosial berdasarkan sudut pandang mereka, sedangkan guru menjadi fasilitator dialogis ketika mendiskusikan jalan keluar (alternatif) dari permasalahan sosial peserta didik hadapi (Freire, 2011).

Konsep Pendidikan Tan Malaka

Tan Malaka selain dikenal sebagai seorang ideolog pergerakan di masa kemerdekaan, sosoknya ternyata dikenal juga sebagai tokoh pendidikan, Tan Malaka mengenyam pendidikan di Belanda pada sekolah pendidikan guru (rijkskweekschool), semasa hidupnya ia merupakan seorang pendidik yang mengajar dari satu sekolah ke sekolah lain, bahkan ia merintis sekolah alternatif bernama SI School yang memiliki afiliansi dengan Sarekat Islam (SI), sekolah yang mengajarkan nasionalisme serta patriotisme kepada anak didiknya untuk melawan Belanda.

Tan Malaka mengkritisi model pendidikan yang dikembangkan pemerintahan kolonial dimana kaum pribumi (bumiputera) diarahkan menjadi penindas bangsa sendiri menurutnya “Anak-anak pribumi dididik untuk menjadi kerbau selalu mematuhi segala perintah Belanda”.

Sebagai antitesis model pendidikan dikembangkan Belanda, Tan Malaka mengkonsepkan pendidikan bersifat andragogi, pendidikan tidak berpusat kepada guru, tetapi kepada para peserta didik (murid). Tujuannya menjadikan siswa lebih kritis dalam memahami berbagai persoalan disekitarnya, termasuk sikap kritis pada belenggu penindasan bangsa Belanda atas kaum pribumi. Sekolah didirikan Tan Malaka tidak membebani siswa dengan pembiayaan serta aturan formalistik seperti jadwal kelas ketat, bahkan peserta didiknya tidak diwajibkan menggunakan seragam formal.

Pada awalnya sekolah didirikan Tan Malaka bertempat di sebuah gubuk kecil milik seorang buruh miskin di Semarang, peserta didiknya dilatih kemampuan berbicara di ruang publik, keahlian menulis (jurnalistik), dan mengorganisir perlawanan rakyat. Sekolah Tan Malaka mendapat izin dari pemerintah kolonial pada tanggal 21 Juni 1921, menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar (M. Fa’al, 2005). Sekolah SI School mendapat sambutan hangat dari masyarakat, dalam satu minggu mendapatkan siswa sebanyak delapan puluh orang, banyaknya peminat ini bukan karena biayanya murah, tetapi visi, misi, dan karakter dimiliki sekolah mengedepankan indentitas kebangsaan dan adat ketimuran (Paharizal dan Yuwono, 2014).

Di SI School para siswa selain diajarkan bahasa Belanda juga dididik berhitung, membaca, menulis, ilmu bumi, sejarah, melayu, dan bahasa jawa. Dalam perkembangannya sekolah Tan Malaka tidak saja berkembang di Jawa (Semarang dan Bandung) tetapi ke luar jawa, dengan rincian lima puluh dua sekolah cabang, serta lima puluh ribu peserta didik (Munir, 2019).

Tan Malaka menguraikan konsep pendidikan sekolahnya sebagai berikut. Pertama, pentingnya mengajarkan ilmu pengetahuan (menulis, berhitung, dan bahasa) sebagai bekal melakukan perlawanan terhadap penjajah. Tan Malaka menyakini imperialisme dapat dikalahkan, selain lewat gerakan massa, juga memerlukan kehadiran kaum intelegensia untuk berpikir menyusun taktik serta strategi perlawanan. Kedua, pentingnya berorganisasi bagi para siswa, selain mengembangkan diri, lewat organisasi mampu memupuk solidaritas sesama anggota komunitas kaum pergerakan. Ketiga, menekankan pendidikan berorientasi ke bawah, pelayanan pendidikan idealnya senantiasa menempatkan kaum miskin sebagai perioritas dalam mendapatkan hak setara dalam mengakses ilmu pengetahuan (Susilo, 2008).

Konsep pendidikan Tan Malaka intinya menjadikan realitas sosial terjadi disekitar anak didiknya sebagai salah satu media pembelajaran di sekolah, ketika itu atmosfer peserta didik di SI School di bawah penjajahan Belanda, maka pendidikan di sekolah Tan Malaka dihadapkan pada realitas sebenarnya, sehingga semua potensi guru dan peserta didik di arahkan untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Materi diajarkan di dalam kelas melingkupi permasalahan-permasalahan kontekstual di zamanya, sehingga seluruh peserta didik dihadapkan kepada tanggap masalah, semua permasalahan di diskusikan secara bersama-sama di dalam kelas, melalui proses bersifat dialogis antara guru dan murid. Semua permasalahan terjadi bermuara pada adanya penjajahan bangsa barat pada bangsa timur, solusinya kemerdekaan bangsa-bangsa timur harus diperjuangkan melalui perjuangan kemerdekaan.

Dengan demikian konsep pendidikan Tan Malaka menempatkan murid adalah agen utama dalam melakukan perubahan dari ketertindasan menuju pembebasan, para peserta didik merupakan subjek aktif yang diajak terus berpikir dan bertindak dilandasi spirit kemanusiaan. Di kemudian hari sekolah-sekolah didirikan Tan Malaka di nilai pemerintah kolonial Belanda berbahaya yang berpotensi menyulut aksi massa mengancam hegemoni kekuasaannya, akhirnya Belanda menangkap Tan Malaka dijatuhi hukuman diasingkan ke luar negeri.

Penutup

Konsep pendidikan Tan Malaka mengantarkan para murid untuk menemukan potensi serta membangkitkan kesadaran kritis dalam memahami nasib bangsanya yang menderita akibat kolonialisme Belanda selama berabad-abad. Pemikiran Tan Malaka dalam ranah pendidikan menjadi oase ketika dunia pendidikan mengalami kekeringan ide-ide progresifitas, pemikiran Tan Malaka bisa menjadi rujukan kedepan, tentang bagaimana mewujudkan dunia pendidikan berpihak kepada masyarakat bawah, serta menjadi inspirasi untuk terus melakukan pemihakan pada kebenaran.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).

Referensi Artikel

1. Freire, Paulo. 2011. Pendidikan Kaum Tertindas. (Jakarta, LP3ES).

2. M. Fa’al, Fahsin. 2005. Negara Revolusi Sosial : Pokok-Pokok Pikiran Tan Malaka (Yogyakarta, Resist Book).

3. Munir, Syafruddin. 2019. Tan Malaka : Kisah Cinta Dan Pemikiran-Pemikannya. (Yogyakarta, Araska).

4. Paharizal dan Yuwono, Ismantoro Dwi. 2014. Misteri Kematian Tan Malaka (Jakarta, Penerbit Narasi).

5. Susilo, Taufik Adi. 2008. Tan Malaka Biografi Singkat (Yogyakarta, Garasi).

6. Syaifudin. 2012. Tan Malaka : Merajut Masyarakat Dan Pendidikan Indonesia Yang Sosialistis (Yogyakarta, Ar-Ruzz Media).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image