Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alia Dewi Kartika

Apakah Pendidikan Tinggi Dapat Mencetak Generasi Yang Terdidik?

Edukasi | Sunday, 30 Apr 2023, 18:48 WIB

Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam peradaban suatu Negara. Pendidikan sebagai jembatan dalam mencerdaskan generasi Bangsa. Melalui pendidikan kecerdasan dan perilaku seorang individu akan dibentuk. Sederhananya melalui pendidikan seseorang akan mampu membedakan hal yang buruk dan baik dalam keberlangsungan hidup dan lingkungan sosialnya.

Cita-cita luhur pendidikan tersebut di dewasa ini, telah banyak berbanding terbalik. Banyak orang mengartikan pendidikan dalam aplikasinya menghasilkan banyak orang pintar namun dengan karakter yang tidak terdidik. Bercermin pada kenyataan tersebut. Pendidikan formal harus diimbangi dengan Pendidikan karakter untuk menghasilkan orang pintar yang terdidik.

Pendidikan merupakan bekal yang paling utama dalam sebuah kehidupan setiap orang. Yang mana dengan adanya pendidikan seseorang mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi saat ini kondisi pendidikan sangat memprihatinkan, pendidikan hanya menghasilkan orang pintar bukan orang yang terdidik.

Sekolah hingga ke perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar doktor atau bahkan profesor ternyata belum cukup untuk mengubah tindakan seseorang. Mungkin memang sebagian sekolah hingga perguruan tinggi Indonesia sudah berhasil membentuk orang-orang pintar. Akan tetapi, tidak ada jaminan orang tersebut menjadi terdidik.

Sudah banyak sekali orang pintar yang melakukan tindak kejahatan sehingga harus di penjara selama beberapa waktu. Memiliki gelar pendidikan tinggi seperti doktor hingga profesor belum tentu mampu mengubah mental dan karakter seseorang. Buktinya masih banyak orang bergelar sarjana bahkan profesor yang tersangkut perkara hukum dan harus mendekam di penjara.

Seperti yang kita ketahui bahwa pola pendidikan umum di Indonesia hanyalah mengajarkan bidang keilmuan seperti pengetahuan dan teknologi saja. Dengan ilmu baru inilah orang-orang menjadi semakin pintar. Sayangnya, saat ini pendidikan mengenai budi pekerti cenderung dilupakan sehingga banyak orang pintar yang menjadi tidak terdidik. Inilah mengapa banyak sekali pelaku kejahatan didominasi oleh orang pintar, salah satunya adalah para pelaku tindak korupsi.

Mungkin hanya kita yang dapat menemukan bahwa mantan narapidana korupsi tetap dipercaya dan diperbolehkan dalam memimpin sebuah instansi. Tentu saja hal ini sangat memalukan, bahkan justru dianggap sebagai hal lumrah. Padahal jika dilihat, masih banyak orang-orang yang terdidik di luaran sana yang mampu memimpin tetapi tidak dipilih.

Bentuk pendidikan formal kita yang ada saat ini masih banyak yang hanya mengajarkan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi saja, yang membuat orang semakin pintar. Namun sayangnya, sering tidak dibarengi dengan pendidikan agama dan budi pekerti yang membuat orang menjadi terdidik.

Keadaan ini diperparah lagi dengan porsi pendidikan agama dan budi pekerti yang sedikit sekali dalam kurikulum yang berlaku. Dari situlah diduga sebagian besar penyebab mengapa orang pintar masih banyak yang melakukan tindakan kriminal dan memalukan.

Jika sistem pendidikan formal, khususnya di Indonesia, segera direvisi dengan mementingkan proses tidak hanya hasil, maka ini akan mencetak orang-orang terdidik. Bagi orang yang terbiasa dididik dengan melihat hasil saja, biasanya tidak akan memperdulikan bagaimana cara atau proses mendapatkan sesuatu. Tidak peduli lagi dengan benar atau salah, halal atau haram, yang penting hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.

Di sinilah letak kesalahan sistem yang ada di negeri ini, yang membiarkan anak didiknya menggunakan segala cara untuk memperoleh hasil yang ditargetkan. Padahal cara yang ditempuh seharusnya juga masuk ke dalam penilaian apakah caranya benar atau salah. Sehingga tetap mengutamakan dan memperhatikan proses untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Namun, saat ini Pendidikan mengenai budi pekerti cenderung diabaikan sehingga banyak orang pintar yang tidak terdidik. seharusnya orang terdidik.adalah orang yang berpendidikan tinggi yang tidak hanya menempuh pendidikan formal saja tetapi juga pendidikan nonformal.

Pola pendidikan formal saat Ini hanya mengajarkan mengenai ilmu akademis dan teknologi, tidak disandingkan dengan budi pekerti, sehingga hanya menghasilkan orang pintar saja tapi tidak terdidik dan tidak mempunyai budi pekerti yang baik. Menganggap pendidikan tinggi hanya sebagai status sosial, sehingga mengabaikan nilai-nilai pendidikan didalamnya seseorang berniat untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya hanya untuk mendapatkan kedudukan atau status sosial di masyarakat.

Selain itu pendidikan karakter merupakan suatu usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mendidik dan memberdayakan potensi seseorang guna membangun karakter pribadinya, sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

Menurut T. Ramli, pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengedepankan esensi dan makna terhadap moral dan akhlak sehingga hal tersebut akan mampu membentuk pribadi seseorang. la mendefinisikan kalau pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami memperhatikan dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

Berbagai masalah di tengah masyarakat kita masih sering terjadi. Masalah seperti pembegalan, pelecehan seksual, geng motor, dan yang lainnya masih saja terjadi di tengah-tengah kita yang dilakukan oleh orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga timbul pertanyaan di benak kita, mengapa terjadi demikian?

Sekarang sudah saatnya semua pihak berjuang dan mewujudkan Indonesia benar-benar mandiri, berbudi pekerti yang baik, berjalan di atas jalan yang lurus, yang kita mulai melalui bidang pendidikan. Dan pendidikan ini bisa dimulai sejak di rumah di mana orang tua di rumah sudah seharusnya berusaha menciptakan calon orang terdidik, bukan hanya mencetak orang pintar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image