Sikap Anti-Kritik Pemerintah dan Peran Media Sosial
Politik | 2023-04-27 18:48:40Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berarti bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menyuarakan aspirasi, mengeluarkan pendapat, atau menyampaikan kritik di muka umum terhadap pemerintah. Namun, kenyataan yang terjadi justru tidak sedikit pemerintah yang bersikap anti-kritik (Paramita & Phalevy, 2023). Sikap anti-kritik ini terlihat dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah seringkali mengabaikan aspirasi dan kritik yang disampaikan masyarakat. Kedua, pemerintah juga seringkali menanggapi aspirasi dan kritik dari masyarakat dengan tindakan represif, seperti melakukan tindakan penangkapan atau penyensoran terhadap para pengkritik, bahkan mengancam atau mengintimidasi keluarga pengkritik. Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi. Ketiga, pemerintah seringkali menganggap bahwa aspirasi dan kritik yang disampaikan hanyalah "noise" atau suara-suara yang tidak berarti. Padahal, aspirasi dan kritik yang disampaikan masyarakat seringkali mewakili suara banyak orang (Hsb, 2021).
Dalam beberapa tahun terakhir, platform social mediaseperti Twitter, Facebook, Tiktok, dan Instagram telah menjadi tempat bagi masyarakat untuk membicarakan berbagai masalah, termasuk masalah sosial dan politik. Salah satu aspek penting dari sosial media adalah perannya sebagai platform untuk mengeluarkan aspirasi, mengekspresikan diri secara bebas, memperkuat partisipasi publik, dan mempromosikan tindakan yang lebih responsif dari pemerintah (Susanto, 2021). Selain itu, media sosial juga menjadi alat penting dalam perlawanan terhadap sikap anti-kritik pemerintah. Salah satu contoh penting dari perlawanan terhadap sikap anti-kritik pemerintah melalui sosial media adalah gerakan #2019GantiPresiden. Gerakan ini muncul sebagai respons atas kekecewaan terhadap kinerja pemerintah Jokowi pada periode pertama pemerintahannya. Gerakan ini berhasil membangun kesadaran dan memobilisasi ribuan orang untuk turun ke jalan dan juga membuat hashtag #2019GantiPresiden menjadi trending topic di Twitter(Sujoko, 2019).
Sikap anti kritik pemerintah juga dapat dilihat pada kasus yang baru-baru ini terjadi pada seorang mahasiswa asal Lampung yang berkuliah di Sydney, Australia. Ia mengkritik dengan cara memviralkan kinerja pemerintah Lampung melalui akun Tiktoknya. Kritikannya berhasil mengekspos tingginya APBD Provinsi Lampung dan membuat masyarakat Lampung ikut membuka suara terhadap kinerja pemerintah, terutama terkait masalah buruknya kondisi Jalan di Lampung(BBC News Indonesia, 2023). Dalam hal ini, sosial media telah memainkan peran penting dalam membangun opini publik dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Sikap anti-kritik tersebut tentu saja sangat merugikan proses demokrasi dan pembangunan nasional. Kritik yang disampaikan oleh masyarakat di media sosial seharusnya dilihat sebagai suatu bentuk partisipasi yang positif dan konstruktif dalam proses pembangunan nasional. Pemerintah seharusnya mampu menerima kritik dengan terbuka dan menjadikan aspirasi masyarakat sebagai sumber informasi penting dalam merumuskan kebijakan yang lebih baik. Dalam rangka mengatasi sikap anti-kritik ini, pemerintah perlu melakukan berbagai langkah, antara lain dengan lebih membuka diri terhadap aspirasi dan kritik yang disampaikan oleh masyarakat melalui media sosial. Pemerintah juga harus menghentikan tindakan represif terhadap para pengkritik dan memberikan jaminan terhadap kebebasan berpendapat. Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat mekanisme partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan dan mengembangkan platform-platform partisipasi yang lebih inklusif.
Sosial media telah menjadi platform penting bagi masyarakat untuk mengeluarkan aspirasi dan mengekspresikan diri mereka secara bebas. Platform ini juga telah menjadi alat penting dalam perlawanan terhadap sikap anti-kritik pemerintah, serta dapat membangun kesadaran dan memobilisasi orang untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Oleh karena itu, sosial media menjadi penting dalam menjaga kebebasan berpendapat dan membangun negara yang lebih demokratis. Namun, perlu diingat bahwa social media juga dapat menjadi tempat penyebaran hoaks dan informasi. Penggunaan media sosial oleh masyarakat harus dilakukan dengan bijak dan bertanggung jawab. Dengan demikian, media sosial dapat memainkan peran yang lebih besar dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan responsif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.