3/4 Abad Kepergian ‘Aku Ini Binatang Jalang’

Literasi  
Buku kumpulan puisi Chairil Anwar berjudul "Aku Ini Binatang Jalang" di Gerobak Pintar SDN 14 Palembang. (FOTO : Maspril Aries)

KAKI BUKIT – 28 April 1949 atau 74 Tahun lalu penyair, sastrawan Chairil Anwar meninggal di Jakarta. Jasadnya dikebumikan di Karet sekarang disebut Taman Pemakaman Umum (TPU) Bivak Karet.

Pemakamannya pada 29 April 1949 hadir para tokoh Indonesia pada masa awal Kemerdekaan Republik Indonesia. Ada Menteri Penerangan Moh. Natsir dan Sutan Syahrir. Juga ada dari kalangan Pemerintah Belanda.

Meninggalnya sastrawan pelopor Angkatan 45 tersebut mendapat liputan dari surat kabar Harian Merdeka. Berita kepergian Chairil Anwar tersebut ditulis oleh wartawan yang juga sahabat dekatnya Rosihan Anwar.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada Harian Merdeka yang terbit tanggal 29 April 1949 di halaman depan surat kabar tersebut tertulis berita berjudul “Pudjangga Chairil Anwar meninggal dunia - Karena penjakit usus.” Isi beritanya, “Chairil Anwar, penyair Indonesia kemarin djam 2 siang telah meninggal dunia di Rumah Sakit Perguruan Tinggi, Salemba, Djakarta setelah menderita sakit dipencernaan dan usus, kira-kita selama 10 hari lamanya.”

Kemudian pada alinea berikutnya tertulis komentar dari para sahabatnya. “Memang telah lama mengetahui bahwa djiwa yang melahirkan sadjak2 indah ini terbungkus dalam badan yang tidak begitu kuat, terbalut dalam djasmani rapuh yang selalu menderita sakit2.”

Tak cukup satu hari, pada Harian Merdeka terbitan 30 April 1949 masih pada halaman depan menuliskan berita tentang pemakaman Chairil Anwar. Beritanya berjudul, “Chairil manusia Indonesia baru.”

Judul berita tersebut mengambil kutipan dari sambutan Usmar Ismail, sahabat Chairil Anwar yang yang kelak menjadi tokoh perfilman nasional. Beritanya tertulis, “Pemakaman djenazahnya telah dilangsungkan kemarin pukul 12 siang dengan penuh perhatian terutama oleh para angkatan muda. Diantara yang hadir kelihatan Menteri (Penerangan) Moh. Natsir, Sutan Syahrir dan Dr. Darmasetiawan. Djuga dari kalangan Belanda tampak beberapa orang hadir.”

Alinea lain dari berita tersebut mengutip ucapan Usmar Ismail. “Chairil Anwar adalah manusia Indonesia baru. Dia seorang yang tidak mengenal conventie, kurang adjar, tidak tahu adat. Akan tetapi sesuatu yang mengherankan dari padanya ialah, bahwa ia senantiasa disayangi dan ditjintai oleh kawan-kawan yang mengenalnya. Seorang dari Angkatan 45 dengan peristiwa ini telah berdjalan pula. Akan tetapi kita percaya bahwa pengorbanan yang diberikan oleh angkatan kita ini tidak akan berakhir dengan perginya saudara kita Chairil Anwar....”

Sutan Syahrir mantan Perdana Menteri RI yang masih kerabat Chairil Anwar, mewakili keluarga almarhum memberikan sambutannya. Sutan Syahrir mengatakan, “Sebenarnja untuk Chairil ini harus dimintakan maaf atas segala perbuatannja. Akan tetapi hal semacam ini tak dapat dilakukan oleh karena ukuran kita jang biasa tak dapat digunakan untuk dia. Oleh sebab itu jang dapat dilakukan ialah hanya meminta maaf dari keluarganja.”

Syahrir juga menyampaikan, “Chairil adalah manusia jang benar-benar ingin hidup sebagai manusia, sebagaimana pernah dinjatakannja dalam salah satu sadjaknya ‘Aku ingin hidup seribu tahun lagi’.”

Chairil Anwar yang meninggal dunia pada usia 27 tahun adalah anak muda yang mendorong perubahan spektakuler pada masanya dalam dunia sastra. Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia Chairil Anwar melakukan reformasi yang bernilai historis. “Chairil Anwar mengubah prinsip-prinsip penulisan puisi secara lebih bebas merdeka,” tulis Sys NS dalam tulisannya berjudul “Seni, Budaya, Kaum Muda, dan Budhi” (28 November 2014).

Masa itu puisi atau sajak Chairil Anwar memang berbeda dibandingkan dengan karya-karya generasi sebelumnya. Baik generasi susastra lama yang cenderung istana sentris, feodal, dan formalistik, maupun pujangga baru yang kelihatan masih ragu-ragu menempatkan sastra sebagai media ekspresi.

“Chairil Anwar dengan kreasi-kreasinya yang monumental dalam usianya yang sangat muda sanggup mewarnai perubahan konsepsi pemikiran kita tentang kesenian. Proses perubahan semacam itu akhirnya terus bergulir ketika Rendra menghadirkan puisi-puisi pamflet dan mengubah performa seni deklamasi. Selanjutnya kita juga mencatat nama-nama kaum muda yang secara berani, jenius, dan orisinal menampilkan platform baru bagi kesenian kita,” tulis Sys NS (almarhum).

Pada usianya yang muda, sajak atau puisi sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922 tidak hanya memberi warna baru pada kepenyairan Indonesia. Namun hampir ¾ abad setelah kepergian penyair yang terkenal dengan karyanya “Aku Ini Bintang Jalang,” puisi-puisinya adalah warisan bait kata yang abadi dan terus menggema dalam relung ingatan dan terus bersemayam di dalam benak.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image