Fenomena Flexing di Platform Tiktok
Gaya Hidup | 2023-04-26 22:44:02Kemajuan teknologi dalam media sosial saat ini sudah semakin maju. Sehingga adanya kemajuan ini menjadi suatu hal yang tidak bisa kita hindari. Maka dari itu, kita harus cepat menyesuaikan diri karena tidak bisa dipungkiri media sosial sangat memudahkan dalam mengakses pemberitaan ataupun sesuatu yang kita tidak ketahui dengan cepat. Salah satu media sosial yang menjadi kesukaan berbagai kalangan dari yang tua bahkan anak-anak yaitu aplikasi Tiktok. Tiktok merupakan platform media sosial yang sangat populer dengan pengguna aktif lebih dari 1,6 miliar di seluruh dunia. Didalam aplikasi tiktok ini kita bisa melihat berbagai konten video berupa tren dan fenomena yang sedang banyak diperbincangkan. Salah satu konten di tiktok yang menjadi pro dan kontra bagi berbagai kalangan adalah memamerkan kekayaan dan kemewahan seseorang.
Kata flexing sebenarnya merupakan slang yang digunakan untuk tindakan memamerkan kekayaan atau kemewahan yang mereka punya di media sosial. Istilah flexing berasal dari kata “flex” yang berarti pamer atau menunjukkan keunggulan. Pada aplikasi tiktok konten yang berbau flexing seringkali ditemui seperti menunjukkan barang-barang mahal yang dimilikinya berupa baju dari brand-brand terkenal, mobil, tas branded, jam tangan, serta perhiasan. Beberapa konten juga ditemui memamerkan rumah mewah dan liburan ke luar negeri yang dilakukannya.
Baru-baru ini konten tiktok yang menjadi perbincangan netizen adalah adanya anak atau bahkan istri dari pejabat yang menunjukkan perilaku hedon. Seperti kasus yang beberapa waktu lalu terjadi yaitu anak dari pejabat pajak yang kesehariannya suka memamerkan menggunakan motor dan mobil mewah, dan melakukan tindakan kekerasan. Sehingga dari kasusnya itu diketahui bahwa ternyata ayahnya yang menjadi pegawai di dirjen pajak melakukan sebuah kecurangan dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi. Dari kasus tersebut, banyak fenomena flexing terungkap yang dilakukan oleh ibu-ibu dan anak pejabat yang menggunakan barang-barang mewah dengan harga yang fantastis dan mengunggahnya di media sosial.
Dengan banyaknya konten yang menggambarkan pamer harta kekayaan di tiktok ini banyak masyarakat yang semakin tidak percaya dengan pejabat negeri ini. Banyak ahli psikologis menganggap fenomena ini ada kaitannya dengan self-esteem atau insecurity. Mereka memiliki rasa penghargaan yang rendah terhadap dirinya sendiri sehingga melakukan pamer tersebut sebagai ajang pengakuan diri kepada khalayak. Padahal dengan mereka mengupload sebuah konten di media sosial khususnya tiktok, orang yang melihatnya bisa saja tidak terkesan dan bisa saja akan mendapatkan cibiran.
Pamer kekayaan ini tidak salah apabila kita bisa membedakan mana yang bisa diperlihatkan di publik dan tidak. Karena flexing sendiri merupakan perilaku berlebihan atau menjurus ke tidak sehat. Dengan mereka menggunggahnya ke laman publik bisa saja banyak yang menggaggap bahwa di negara ini ketimpangan ekonomi dan sosialnya sangat buruk. Flexing hanya membuat orang-orang semakin tertekan sehingga timbul sifat iri dan ingin membeli barang-barang mahal dan menunjukkannya kepunyaannya kepada orang lain. Padahal hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi perekonomian mereka. Takutnya hal ini dapat menimbulkan hal-hal untuk melakukan kejahatan seperti mencuri atau menipu orang.
Adanya perspektif yang buruk terhadap flexing ini juga merugikan berbagai pihak. Misalnya seseorang yang mengeskpresikan diri secara sah dan tidak menimbulkan bahaya. Karena tidak semua flexing itu negatif. Contohnya seseorang yang membuat konten tiktok mengenai kebisaannya atau bakatnya dalam dance atau menyanyi yang menunjukkan bagaimana mereka tampil di atas panggung. Atau seorang yang suka memasak sehingga melakukan flexing dengan memperlihatkan kepawaiannya dalam memasak sebuah hidangan.
Konten tiktok lain yang dianggap flexing padahal mereka ingin mengapresiasi kerja keras yang telah mereka lakukan selama ini dengan membeli barang-barang branded. Menurut saya sah-sah aja apabila hal itu dilakukannya dengan hasil jerih payah sendiri. Bisa saja dengan adanya konten tersebut, orang yang melihatnya menjadi tergugah atau terinspirasi untuk bekerja keras pula sehingga barang atau harapan yang mereka inginkan bisa dicapai. Asalkan mereka mendapatkan barang-barang itu berasal dari hal yang halal atau tidak merugikan orang lain.
Anggaplah semua konten yang kita lihat di tiktok itu hanya sebagai hiburan semata, agar kita tidak tergiur akan hal yang tidak sesuai dengan kepribadian kita. Satu hal yang dapat dipastikan, tren atau fenomena flexing di tiktok itu terus berkembang dan akan berubah seiring adanya tren- tren baru. Seperti halnya konten lainnya fenomena flexing ini mungkin akan digantikan dengan tren yang lebih menarik dan menghibur. Jangan sampai kita mengganggap bahwa tren ini dengan serius sehingga tertekan untuk bisa mendapat perhatian dan pengakuan dari orang lain. Selalu ingat bahwa nilai sejati seseorang bukanlah diukur dari barang-barang yang dimilikinya. Tetapi dengan kesederhanaan atau kebaikan diri seseorang kepada orang lain. Jadi dengan adanya sebuah kemajuan teknologi di media sosial sudah sepatutnya kita bisa memilih mana yang baik dan buruk dan tidak perlu untuk ditirukan. Selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita miliki, serta fokus kepada tujuan yang kita inginkan pasti kita akan merasa bahagia dan otomatis akan mendapatkan validasi dari orang lain.
Maya Fiska Azura
-Mahasiswa Universitas Airlangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.