Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Setyawan

Konsepsi Pendidikan Oleh 3 Filsuf Terkenal Athena Kuno Bagian 3: Aristoteles

Sejarah | Monday, 24 Apr 2023, 10:47 WIB
Ilustrasi Wajah Aristoteles (384-322 SM)

Aristoteles merupakan murid Plato yang berguru kepadanya di Athena. Aristoteles menempuh ilmu filsafat di perguruan tinggi yang dibangun Plato yang bernama “Akademia”. Karena kecerdasannya, ia diangkat menjadi guru dari anak raja Macedonia Philippos yang bernama Alexander Agung pada 343 SM (Haricahyono, 1995:127).

Berbeda dengan Plato yang mengungkapkan keberadaan dunia ide, Aristoteles menolak keberadaan dunia ide. Menurutnya dunia ide tidak ada, yang ada hanya sesuatu yang konkret seperti kekudaan hanya kuda saja, kesegitigaan hanya segitiga saja. Aristoteles mengungakapkan bahwa pengetahuan yang sejati harus berkenaan dengan yang umum dan universal tidak individual (Abidin, 2011:104). Bahwasannya Aristoteles menolak individual itu seperti pendapat-pendapat orang saja yang tidak bersifat umum.

Sesuai dengan buku Zainal Abidin metode yang digunakan Aristoteles yaitu metode induktif. Metode induktif dapat dikatakan sebagai pengamatan-pengamatan dan kemudian ditarik kesimpulan yang isinya melampaui objek-objek yang diamati dalam artian menarik kesimpulan yang lebih umum dari objek-objek yang diamati. Menyelidiki penyebab dan mencari keterangan dari pendapat ahli filsuf terdahulu dan diperhatikannya dengan kritis serta diperbandingkannya. Setelah itu barulah dikemukakannya pendapat sendiri dengan alasan pertimbangannya. Cara yang digunakan Aristoteles tersebut sesuai yang digunakan pada masa ini dalam berkerja ilmiah. Aristoteles memandang manusia sebagai suatu kesatuan. Manusia adalah kesatuan dari bentuk dan materi. Bentuk adalah jiwa dan tubuh adalah materi. Karena bentuk melekat pada materi maka jiwa akan hancur jika tubuh hancur karena tidak ada keabadian jiwa. Cara berfikir Aristoteles sangat logis, tidak heran bila Aristoteles disebut “Bapak Logika”, ini berarti sebelum dia tidak ada logika (Syam, 2010:30).

Aristoteles menggambarkan tentang idealisme yang tinggi, ketekunan, pengamatan dengan cermat dan berfikir secara lugas agar para pelajar diharuskan untuk menemukan kebenaran dan menghindarkan pelajar menarik kesimpulan-kesimpulan yang tidak masuk akal atau tidak logis dari fakta-fakta dan observasi. Aristoteles mendirikan ilmu pengetahuan tentang logika (ia menyebutnya Analitik) (Smith, 1986:41). Dalam ilmu pengetahuan logika Aristoteles mengemukakan bagaimana cara atau prinsip-prinsip penalaran yang benar.

Aristoteles berkata bahwa negara sebaiknya memberikan pendidikan yang baik bagi semua anak-anak (Smith, 1986:40). Aristoteles menginginkan generasi-generasi muda menjadi lebih berbakat demi kemajuan suatu negara. Pendidikan yang baik menurut Aristoteles yaitu pendidikan universal. Maksudnya pendidikan universal sebaiknya mencakup olahraga, senam, musik, kesusasteraan, ilmu pengetahuan, dan latihan moral. Pendidikan universal kini telah diaplikasikan di semua negara tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia pelajaran yang diberikan di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas kini sudah kompleks. Tinggal bagaimana para generasi muda kita menyikapi pelajaran yang telah diberikan dengan serius atau tidak.

Hal yang menarik dari Aristoteles adalah pendiri perpustakaan dan museum pertama di dunia (Zazuli, 2009:52). Hal tersebut sangat berpengaruh pada dunia pendidikan masa kini. Dengan pengaplikasian masa kini, adanya perpustakaan membuat kita bisa mempelajari suatu hal dengan mudah, mendapatkan bukti yang terpercaya dari buku-buku yang disediakan, tidak bergantung pada mitos-mitos melainkan dari penelitian yang dilakukan penulis buku, juga memudahkan akses pencarian sumber-sumber. Disisi lain dengan adanya museum, kita bisa mengetahui secara konkret bukti-bukti sejarah dengan mata kepala kita sendiri, dan juga bisa duginakan untuk melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah untuk dirawat agar tidak rusak sebagai ilmu pengetahuan. Disaat orang-orang masih bergelut tentang mitos-mitos yang mereka percayai, Aristoteles sudah menggunakan pendekatan ilmiah untuk mengkaji suatu masalah. Sifat yang dikemukakan Aristoteles tersebut memicu kita bahwa untuk mempelajari ilmu pengetahuan tidak cukup hanya percaya pada omongan orang belaka. Kita dituntut untuk mengkaji suatu ilmu pengetahuan dengan akal pikiran dan tulisan secara rasional mendasarkan sebab-sebab yang terjadi di dunia ini. Tidak lupa dengan adanya museum dan perpustakaan memudahkan pendidik sejarah dalam membeberkan fakta-fakta sejarah. Mengajari muridnya dengan memiliki dasar dan tidak asal berbicara seenaknya saja.

Sumber Rujukan:

Abidin, Z. (2011). Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Haricahyono, C. (1995). Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang Press.

Smith, S. (1986). Gagasan-Gagasan Besar Tokoh-Tokoh dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Zazuli, M. (2009). 60 Tokoh Dunia Sepanjang Masa. Yogayakarta: Narasi.

Penulis: Dimas Setyawan

Guru Sejarah Al Hikmah Boarding School Batu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image