Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Cahya Rizqi

Mudik (Antara Tradisi dan Religi)

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 19 Apr 2023, 08:13 WIB

Istilah mudik kira-kira mulai muncul pada tahun 1970 –an. Dahulu hanya Ibu kota Jakarta yang sangat gencar dengan aktifitas mudik setiap satu tahun sekali menjelang lebaran. Sebagian besar orang dari berbagai wilayah pergi ke Jakarta untuk mencari penghidupan dan mengadu nasib demi membahagiakan keluarga. Disana mereka bekerja dengan berbagai profesi yang beragam, seperti pengusaha, buruh pabrik, pegawai kantoran dan lain-lain. Saat ini aktifitas mudik secara merata dilakukan di berbagai daerah untuk melepas rindu dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman.

Mudik menjadi sarana silaturahmi bagi para perantau yang sudah lama tidak bertemu. Fenomena mudik tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim saja, tetapi sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Perspektif mudik dapat ditinjau dalam dua hal, yaitu sebagai tradisi dan religi. Yakni suatu tradisi yang melekat dalam setiap jiwa masyarakat Indonesia karena mudik adalah budaya tahunan yang secara turun temurun terus dilakukan sejak dahulu hingga sekarang serta sebagai pengingat asal-usul daerah bagi mereka yang merantau. Sedangkan perspektif religi bahwa mudik sebagai ajang mempererat tali kekeluargaan dan persaudaraan karena Islam menganjurkan untuk bersilaturahmi.

Persepsi mudik menjelang lebaran bukanlah suatu keharusan yang wajib dilakukan karena tidak termasuk bagian dari ibadah bulan ramadhan. Di sisi lain, masih terdapat asumsi dan pemikiran bahwa mudik menjadi sebuah anjuran yang sangat ditekankan sehingga tidak sedikit orang yang berjuang mati-matian agar bisa pulang ke kampung halaman. Sah saja jika mempunyai akomodasi dan bekal yang memadai atas hasil kerja keras dengan cara yang halal, Ternyata banyak juga yang rela berhutang kepada orang lain, menggadaikan sebagian aset yang dimilikinya, serta menempuh jalan yang diharamkan seperti mencuri dan merampok demi mewujudkan keinginannya.

Sumber Foto : BeritaSatu.com

Silaturahmi tidak terpaku dengan waktu, artinya bisa kapan saja melakukannya. Dan juga tidak dihukumi fardhu ‘ain yang secara syari’at wajib dilakukan oleh setiap muslim. Mengingat berkaitan dengan budaya, Tradisi mudik menjadi agenda primadona menjelang lebaran dengan berbagai ciri khas tertentu. Namun sangat disayangkan jika masyarakat muslim lebih antusias dan bersemangat menyambut mudik menjelang lebaran daripada mengisi akhir waktu bulan ramadhan dengan berbagai ibadah. Padahal di 10 malam terakhir Allah sediakan satu malam yang istimewa (lailatul qodar) sebagai momentum terbaik untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Hadits menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Tidak akan masuk syurga orang yang memutus silaturahmi ”. Pentingnya merawat ikatan kekeluargaan dan persaudaraan dengan sarana silaturahim yang tiada hentinya menjadi salah satu aktifitas positif yang bermanfaat. Salah satu bagian dari akhlak Nabi Muhammad saw adalah selalu mudah memaafkan kesalahan orang lain dan berkunjung kepada orang yang memutuskan tali persaudaraan. Oleh karena itu, salah satu tujuan silaturahmi adalah saling memaafkan dari segala kesalahan dan kealpaan. Tidak semua silaturahmi bernilai ibadah apabila di dalamnya mengandung unsur maksiat, seperti flexing, dan campur gaul dengan lawan jenis di tempat yang tidak baik.

Begitu banyak hal yang dirindukan tentang kampung halaman. Di samping bertemu dengan keluarga dan sanak saudara, suasana kampung halaman yang masih asri nan sejuk menjadi ketertarikan tersendiri. Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda : “ Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah bersilaturahmi “. Sejatinya, Esensi silaturahmi lebih kepada memulihkan hubungan yang rapuh dan retak dengan orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dan merajut kembali suatu hubungan yang telah lama terputus, Itulah silaturahmi yang diprioritaskan.

Di Penghujung ramadhan ini, mudah-mudahan kita semua dapat meraih predikat muttaqin dan menjadi hamba yang selalu konsisten untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan taat dan patuh terhadap segala ketentuan-Nya. Aamiin

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image