Driver Ojol: Mitra Diperas Tapi Tidak Disejahterakan!
Info Terkini | 2023-04-17 06:19:30Begitu berjasa ojek online saat ini dalam membantu pemenuhan kebutuhan pribadi seseorang. Selain itu, semenjak adanya jasa tersebut, para tunakarya berbondong-bondong mendaftar sebagai kurirnya. Namun malang nian nasib driver ojek online di sistem kapitalisme beberapa tahun belakangan ini. Pendapatan mereka sebagai mitra di perusahaan aplikator seperti gojek dan grab selalu dipotong. Sehingga penghasilan yang diterima tidak lagi sebesar ketika awal bergabung di perusahaan tersebut.
Hal ini disampaikan oleh Igun Wicaksono (Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia). Di mana pada tahun-tahun awal adanya aplikator ojol, pendapatan mitra bisa mencapai 5 juta hingga 10 juta. Namun semakin ke sini, penghasilan mereka menurun hingga 50% dari pendapatan awal. (cnbcindonesia.com)
Memang pada awal berdirinya perusahaan, aplikator memberikan penawaran kerjasama yang begitu menggiurkan kepada mitra/driver baru untuk bergabung. Sehingga menjadi faktor kedua ketertarikan masyarakat berbondong-bondong mengambil profesi tersebut. Di mana faktor pertama adalah sedikitnya lapangan pekerjaan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan itu. Menjadi salah satu alasan mengapa nilai pengangguran di Negeri ini begitu banyak.
Ojol Makin Terpinggirkan
Tren ojek online sejak tahun 2010-2016 ini telah menunjukkan hasil signifikan keuntungannya bagi aplikator. Mulai nampak regulasi perusahaan dan pemerintah yang tidak tinggal diam, berbagai aturan kian diterapkan. Mulai dari kenaikan harga tarif ojol melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. 564/2022. Kenaikan tarif mencapai 35% ini, sudah membawa dampak bagi kehidupan pedagang UMKM, driver, dan konsumen. Ada 53% respon masyarakat menengah ke bawah yang ingin kembali menggunakan fasilitas kendaraan umum jika tarif ojol masih mahal. (muslimahnews.net)
Selain itu, ada lagi Keputusan Menhub tentang potongan komisi yang semula 20%, karena berdampak rugi bagi driver. Mitra merasa tercekik dan tidak disejahterakan. Kemudian diturunkan menjadi 15%, tertuang dalam Keputusan Menhub No. 667/2022 dan diubah pada No. 1001/2022. Namun secara interen perusahaan aplikator masih saja melanggar ketentuan dengan potongan lebih dari 20%. (muslimahnews.net)
Bisnis Sepihak
Secara fakta, penghasilan para driver ojol tidak lebih baik dari tahun ke tahun. Kesan mereka bekerja diperas kian nampak pada regulasi pemerintahan yang lebih cenderung pada kepentingan keinginan aplikator ketimbang kesejahteraan para mitra. Para driver bekerja secara terpaksa karena kebutuhan ekonomi. Sementara aplikator berupaya mencari profit sebesar-besarnya. Banyak pengemudi yang akhirnya meninggalkan aplikasi tersebut karena terlihat praktik bisnis yang tidak adil atau merugikan satu pihak.
Beginilah gambaran bisnis di sistem kapitalistik. Pihak pemilik modal besar akan selalu mendapat hati di mata pemerintahan. Dibela bahkan dibantu tumbuh suburkan walau secara konsep mendzalimi atau merugikan pihak lawan. Bisa disimpulkan bahwa mitra ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis. Hal demikian juga menjadi bukti lepas tangannya negara atas kesejahteraan rakyatnya.
Keharmonisan Bisnis Dalam Islam
Praktik tumpang tindih yang dilakukan para pengusaha bermodal besar kepada para pekerjanya akan selalu ada selama sistem ekonomi kapitalisme diterapkan. Untuk itu, adanya Islam sebagai tawaran solusi dari Sang Pencipta. Ditujukan sebagai sistem aturan kehidupan manusia. Memberikan konsep terbaik sepanjang sejarah penerapannya.
Dalam pandangan Islam, kedzaliman bukanlah hal yang boleh dilakukan. Sehingga, ketika aturan Islam diterapkan menyeluruh dalam perundang-undangan Negara, akan memunculkan dampak keharmonisan di kehidupan manusia. Termasuk di dalammya pengaturan ekonomi dan regulasi antara penguasa dan rakyat. Sinergi ini dimulai dari hal mikro dan makro.
Secara makro, pemerintahan Islam akan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi kaum laki-laki. Selain layak, juga terbuka lebar atau banyak. Tidak khawatir pengangguran. Fasilitas lain dilengkapi dengan adanya sistem pendidikan yang murah, mudah dan terjamin membentuk kepribadian mulia, skill yang ahli di bidangnya. Sehingga SDM yang dicetak menjadi siap ditempatkan pada lowongan pekerjaan yang sesuai dan handal.
Secara mikro, pada ruang lingkup perusahaan kepada karyawannya haruslah memiliki akad perjanjian yang jelas. Maksudnya di sini adalah adanya akad yang sesuai dengan hukum-hukum muamalah Islam (syariat). Sudah dikomunikasikan sejak awal, antara jam kerja, upah, tunjangan, fasilitas, dan lain-lain yang berhubungan dengan kontrak kerja. Sebab tidak boleh adanya gharar (ketidak jelasan) berujung ke-dzalim-an dan menjadi tidak berkah.
Semua konsep ini tentu tidak lepas dari tanggung jawab Negara sebagai pengawas dan pe-riya’ah (penjaga) rakyat. Karena kewajiban ini telah Islam pandukan sebagai beban seorang pemimpin yang nantinya akan Allah mintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu masyarakat, supaya tidak berpangku tangan pada penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing.
Begitulah perbedaan sistem hidup yang mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Jika kapitalisme menjadikan segala kebutuhan manusia seperti pendidikan, kesehatan, hiburan, pakaian, makanan dan lain-lain sebagai ladang bisnis. Regulasi pemangku kekuasaan dan pengusaha pemilik modal besar sebagai ajang kepentingan materi. Sebaliknya di dalam sistem kehidupan Islam. Tujuan hidup adalah untuk meraih rido Allah, apapun aktifitas dan profesinya.
Wallahu a’lam bis-shawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.