Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Danish Official

Kebiasaan Puan Maharani Matikan Mic dalam Etika Berkomunikasi

Edukasi | Sunday, 16 Apr 2023, 14:26 WIB

Dalam berinteraksi terhadap seseorang tentunya diperlukan adanya komunikasi yang baik antara komunikator dan penerima pesan. Namun bagaimana apabila seseorang tidak menghargai pesan yang kita sampaikan? Pastinya hal tersebut membuat kita geram bukan?. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting khususnya bagi pemangku kekuasaan yang selalu berinteraksi dengan massa dalam skala yang besar yaitu nasional.

Ilustrasi Rapat dan Mic. Source : Pixabay.com

Beberapa Kasus Puan Matikan Mic Ketika Rapat

Melansir dari laman suara.com, Beberapa waktu yang lalu seseorang yang kita anggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas rakyat, yang juga sekaligus menjabat sebagai ketua DPR RI yaitu Puan Maharani membuat gempar masyarakat Indonesia, dengan perilaku yang tidak senonoh yaitu mematikan micsaat saat politikus Partai Demokrat, Irwan atau Irwan Fecho dan anggota dewan bernama Benny K Harman saat rapat RUU Cipta Kerja (Ciptaker) pada 6 Oktober 2020.

Puan Maharani menjelaskan bahwa dirinya sebagai pimpinan DPR memiliki otoritas untuk mengatur para anggotanya agar rapat berjalan dengan baik dan benar. Sehingga semua berkesempatan menggunakan hak bicaranya.

Tentunya hal tersebut menuai banyak kecaman, pasalnya seorang Puan Maharani tidak memiliki etika yang baik dalam berkomunikasi. Ia tidak menghargai seseorang ketika melakukan interupsi. Namun ia tidak melakukannya sekali atau dua kali, melainkan sudah menjadi kebiasaan.

Bahkan kasus ini terjadi kembali pada tanggal 24 Mei 2022 kemarin, Puan kembali melakukan hal yang sama yaitu mematikan mic saat salah satu anggota DPR bernama Amin AK dari fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) melakukan interupsi menyinggung soal kekerasan seksual pada RKUHP.

Dikutip dari laman wartarekonomi.co.id, Salah satu pakar kemudian ikut bersuara terkait masalah ini, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menanggapi perilaku Ketua DPR Puan Maharani yang kembali mematikan mikrofon saat anggota DPR dari PKS melakukan interupsi. Menurutnya, kebiasaan Puan tersebut sangat tidak terpuji.

"Puan harus menyadari, sebagai Ketua DPR bukanlah atasan para anggotanya. Karenaitu, Puan tidak bisa semena-mena kepada anggota DPR RI untuk berpendapat, "Kemudian, ia melanjutkan dalam memimpin rapat paripurna hanyalah menjalankan fungsi untuk melancarkan jalannya rapat. Ia tidak berhak untuk meniadakan setiap anggota DPR untuk berpendapat selama relevan dengan agenda rapat paripurna.

"Karena itu, Puan tidak selayaknya mematikan mikrofon dikala anggota DPR melakukan interupsi. Sebab, setiap anggota DPR mempunyai hak konstitusi yang sama untuk berpendapat, "kata dia.

Kita mungkin bisa melihat bahkan merasakan bagaimana ketika kita sedang berbicara lalu dengan mudahnya seseorang memotong pembicaraan kita, tentunya hal ini membuat kita geram dan pandangan kita terhadap orang tersebut seketika berubah yang semula baik menjadi buruk.

Sama halnya dengan kasus mematikan mic ini, pada awalnya rakyat biasa saja pandangannya terhadap Puan Maharani, namun seketika semua orang langsung berpandangan buruk terhadapnya. Bahkan hingga saat ini berita tersebut masih selalu dibawa dan dijadikan candaan oleh masyarakat sehingga disini seorang ketua DPR seperti tidak memiliki wibawa lagi

Kemudian Bagaimana sih etika komunikasi yang baik sebagai seorang pemimpin?

The Power off word atau Kekuatan kata sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Jangan sampai pernyataan yang dilakukan seorang pemimpin bertentangan dengan suku, agama, dan ras. Tujuan yang baik tentu harus diikuti dengan etika komunikasi yang baik pula.

Menurut Santoso, dalam tulisannya "Inilah Etika Seorang Pemimpin" Berikut etika komunikasi yang harus dimiliki seorang pemimpin :

1. Jujur

Kejujuran adalah standar moral paling tinggi yang berlaku di seluruh dunia. Hampir sebagian besar masalah dalam hubungan interpersonal bersumber pada ketidakjujuran. Namun, pemimpin etis punya integritas tinggi, dapat dipercaya, dan menginspirasi pengikutnya untuk bersikap sama.

2. Bermartabat dan penuh hormat

Pemimpin yang beretika menghormati karyawannya, mendengarkan mereka, menghargai pendapat mereka, mengakui kontribusi setiap orang, dan memperlakukan bawahan sebagai partner penting dalam proses pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan bersama.

3. Melayani orang lain

Pemimpin etis tidak menggunakan bawahannya sebagai ‘kendaraan’ untuk mewujudkan ambisi pribadinya. Pemimpin meletakkan kepentingan setiap anggota di atas kepentingannya, kemudian berusaha menyelaraskannya dengan tujuan organisasi.

4. Adil Dalam Segala Urusan

Adil merupakan bagian dari etika kepemimpinan yang penting. Pemimpin yang etis adalah mereka yang dapat berlaku adil dan menerapkan kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi semua anggotanya. Perlakuan adil dan tidak diskriminatif akan mendorong kepuasan pengikut serta menciptakan lingkungan yang mendukung bagi semua orang untuk mengembangkan diri.

5. Membangun komunitas

Pemimpin yang etis berpikir pada penguatan tim dan organisasi, dan berusaha untuk menumbuhkan kebersamaan berdasarkan nilai-nilai yang diterima seluruh anggota. Prinsipnya, tidak ada individu yang lebih penting dari sebuah tim.

6. Menggunakan nilai sebagai landasan keputusan.

Pemimpin beretika mengambil keputusan dengan mempertimbangkan moral dan nilai-nilai organisasi, tidak berorientasi pada keuntungan sesaat. Meski sebuah pilihan tampak menjanjikan, namun jika melanggar kode etik organisasi, maka tidak akan pernah menjadi sebuah keputusan.

7. Menjadi teladan.

Pemimpin beretika tidak berada di belakang, berbicara untuk memerintah pengikutnya. Mereka selalu di depan memberikan contoh perilaku yang etis dan berbasis nilai. Seorang pemimpin tak bisa berharap pengikutnya jujur jika tidak memulai sikap transparan pada dirinya.

Dari kasus ini kita bisa belajar bahwasanya penting bagi kita berkomunikasi dengan etika yang baik , apalagi ketika kita dikenal oleh orang banyak. Orang - orang akan berpandangan baik apabila kita memiliki etika dalam berkomunikasi, namun sebaliknya apabila kita jelek dalam etika, orang-orang akan berpandangan buruk bahkan dapat merusak hubungan dan citra kita dengan seseorang.

Oleh : Musyafa Danish Alfitra

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UMJ

Mata Kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi

Yang diampu Dr. Nani Nurani Muksin, M.Si.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image