Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image saman saefudin

Kurang Super Power Apa Ibumu?

Eduaksi | 2021-12-22 10:24:54
Sumber gambar: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/040789700-1640090914-830-556.jpg

Apa yang dilakukan seorang perempuan saat anaknya tengah sakit dan rewel sepanjang hari? Amatilah, kau akan menyaksikan betapa kuatnya fisik dan batin seorang ibu. Ya, seorang ibu sanggup menggendongnya berjam-jam tanpa istirahat, memastikan buah hatinya yang sedang tak enak badan itu merasa aman dan nyaman. Pun sambil menggendong, sang ibu tidak jarang nyambi mengerjakan aktivitas lainnya; mungkin memasak dan menyiapkan makan suaminya, menyapu, menjemur baju, dan lainnya. Betapa super powernya seorang ibu bukan?

Wahai para suami yang kuat, pernahkah kau mencobanya? Menggendong atau me-lela lelo anak agar tidur? Kalau pernah, seberapa lama kau merasa kuat menggendong anakmu? Mungkin baru satu jam, lenganmu sudah pegal dan nyaris kebas, pundakmu mulai terasa linu, dan tentu saja kau merasa kurang nyaman. Bandingkan dengan istri kita, ibu kita, para ibu di planet bumi ini, mereka kuat menggendong buah hatinya berjam-jam, sebagian mungkin sambil menyusui.

Apakah seorang ibu lebih kuat fisiknya dari laki-laki? Tentu saja tidak, tetapi ini soal betapa dengan kekuatan fisik yang terbatas, seorang ibu mampu bertahan melebihi pertahanan kesabaran para laki-laki, suami. Jangan lupakan juga, bahwa gendongan seorang ibu tidaklah an sich sebagai aktivitas fisik. Karena di setiap gendongan, ada hati yang ia selimutkan untuk menyamankan anaknya. Hati mereka terkoneksi. Konon, seorang bayi mampu membedakan mana gendongan yang menyertakan rasa dan mana yang sekadar aktivitas fisik.

Sekarang, tiba gilirannya ibu istirahat sambil mengisi perutnya yang sejak tadi menahan lapar. Tapi baru satu suapan di mulut, anaknya terbangun, apa yang dilakukan sang ibu? Dia berlari dari meja makan ke kamar tidur. Tak peduli betapa lelahnya, tak menggubris perutnya yang butuh asupan makanan, bahkan air putih belum sempat diteguknya. Padahal, seorang ibu yang menyusui selalu butuh asupan kalori dua kali lipat, karena ia makan untuk dirinya sekaligus produksi ASI untuk buah hatinya. Betapa solid totalitas seorang ibu, bukan?

Dini hari, saat anak nglilir dan menangis, ibu reflek terbangun, meski belum genap satu jam matanya terpejam. Bagi para laki-laki, bayangkan betapa peningnya kepala ketika terpaksa bangun sebelum tidur benar-benar lelap.

Dulu saat kita sakit, seorang ibu dengan mudahnya menyingkirkan semua urusan, kita menjadi pusat grafitasinya. Tetapi suatu waktu saat ia mungkin terbaring lemah, kita menjenguknya sambil memikirkan urusan yang lain. Lantas dengan apa kita sanggup membaktikan diri kepada ibu?

Suatu waktu ada seorang lelaki yang tengah thawaf mengelilingi ka'bah sambil menggendong ibunya. Lantas ia bertanya kepada Ibnu Umar; aku adalah tunggangan ibuku yang amat patuh, lalu sudahkan aku membalas budi baik ibuku?

"Belum, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan," jawab Ibnu Umar.

Seorang Uwais bin Amir, pemuda miskin dari Qarn, Yaman, sampai harus membeli lembu kecil dan merawatnya di sebuah bukit. Sejak lembu kecil, setiap hari Uwais menggendongnya sambil berjalan naik turun bukit, sampai lembu itu berusia dewasa dengan berat kurang lebih 100 kilogram. Untuk apa Uwais berlatih demikian, semata untuk mewujudkan keinginan ibunya yang telah renta, lumpuh dan buta, untuk berhaji ke Mekah. Bukan dengan keledai atau unta, tetapi ia gendong ibunya sejauh Yaman-Mekah pulang pergi, lebih dari 2.000 km. Ibunya amat ridha, dan Allah pun meridhai Uwais: pemuda yang tak dikenal di bumi, tetapi popular di langit. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image