Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nasya Fazira

Perilaku Netizen Indonesia yang Kurang Etis di Media Sosial

Eduaksi | Thursday, 13 Apr 2023, 16:01 WIB

Anggota Komisi Bidang Kominfo DPR, Nurul Arifin mendorong orang untuk mengekspresikan diri secara etis, terutama di media sosial. Etika buruk media sosial di Indonesia, kata dia, disebabkan oleh sekelompok orang yang menyampaikan pendapatnya secara santai dan tidak konstruktif.

"Seringkali media sosial itu menjadi arena untuk menumpahkan kekesalan atau pun memberikan kritik kadang kala kritiknya destruktif atau tidak membangun. Dan anda tidak sadar bahwa yang diadukan dapat melaporkan ke polisi dengan delik aduan pencemaran nama baik dan sebagainya. Dan bisa berakibat juga kita mendapatkan hukuman pidana," ujar Nurul Arifin dalam webinar bertajuk "Masyarakat Digital yang Berbudaya Indonesia" secara daring, Rabu (13/7/2022).

Komentar negatif dari pengguna internet Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi waktu itu. Kondisi pandemi Covid-19 telah menimbulkan keresahan dan frustasi di masyarakat. Keadaan ini menyebabkan media sosial tidak hanya menjadi ruang untuk menyampaikan komunikasi atau pesan, tetapi juga untuk frustrasi yang tidak terpuaskan. Meningkatnya hoaks, penipuan, bahkan ujaran kebencian menjadi faktor penyebab turunnya peringkat pengguna internet Indonesia di media sosial.

Hal itu berdasarkan riset Microsoft yang mengukur tingkat kesopanan pengguna internet sepanjang 2020. Hasilnya, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei. Dengan hasil tersebut, Indonesia menjadi negara dengan tingkat kesopanan yang paling rendah di Asia Tenggara.

Anggota Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, perilaku yang tidak memperhatikan etika dan sopan santun di media sosial merupakan masalah moral Saat ini, ujarnya lagi, masyarakat menghadapi degradasi moral karena pengaruh dunia global.

"Terjadi akulturasi budaya yang tanpa kita sadari, kita tidak menyaring budaya-budaya tersebut dan akhirnya itu menjadi mainstream," tudingnya.

Menurut saya solusi nya mungkin ada Lembaga yang secara khusus dapat menangani tentang perilaku netizen di internet ini. Lebih ditegaskan lagi, jika memang sudah ada pasal-pasal tentang beretika dalam menggunakan social media, lebih di gerakin lagi, dipertegas lagi sesuai peraturan yang sudah dibuat. Jika sudah terjadi atau sudah viral baru bergerak, hal-hal kayak gini yang justru memicu netizen malah semakin senang untuk dia berkomentar.

Nasya Putri Fazira sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UMJ peserta mata kuliah Filsafat dan Etika Komunikasi yang diampu Dr. Nani Nurani Muksin, M. Si.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image