Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asriza Purba

Napi Juga Manusia : Kecemasan Sebelum Bebas Narapidana

Eduaksi | Thursday, 13 Apr 2023, 09:13 WIB

Berdasarkan teori retributif yang memahami tujuan pidana adalah pembalasan, dimana hukum dilihat sebagai cara untuk memuaskan nafsu karena kerugian dan derita orang yang dirugikan. Demikian juga teori utilitarian dengan pencegahan (yang memandang hukuman sarana mencegah kejahatan). Rehabilitasi sebagai suatu teori yang cenderung tidak menginginkan pembalasan dan terkesan “manusiawi” ternyata menimbulkan masalah, karena munculnya sikap masyarakat yang tidak dapat menerima proses pembinaan narapidana, karena masyarakat merasa tidak cukup melihat terpidana itu disengsarakan (Pandjaitan et al. 2007).

Namun ternyata dengan adanya kecemasan dalam masyarakat, memunculkan stigma dan memberikan dampak psikologis terhadap narapidana khususnya narapidana yang akan segera melakukan reintegrasi untuk kembali dalam masyarakat. Dampak tersebut yaitu munculnya fenomena ‘Kecemasan Sebelum Bebas’ narapidana. Ketakutan yang muncul adalah apakah akan diterima kembali atau tidak oleh anggota masyarakat, stigma negatif atau label yang sudah terlanjur tersemat juga menciptakan kecemasan mengenai bagaimana nantinya kehidupan setelah bebas.

Gunjingan-gunjingan dan bahkan perasaan terpinggirkan akan dirasakan di tengah masyarakat. Padahal pada masa seperti ini narapidana sangat membutuhkan motivasi dan penguatan dari lingkungannya untuk memulihkan kepercayaan dirinya secara psikologis. Ancaman-ancaman seperti ini meskipun tidak dilakukan secara fisik, akan tetapi justru membekas dan lebih menakutkan bagi narapidana. Ketakutan lain adalah akan adanya balas dendam dari korban kejahatannya. Ketakutan seperti ini tentu akan menimbulkan kecemasan dan apabila tidak ditangani secara serius dapat menyebabkan gejala psikologis lain yang lebih mengganggu dalam kehidupannya.

Besarnya tanggung jawab seorang narapidana setelah melakukan proses reintegrasi sayangnya juga semakin sulit ketika nantinya harus mencari pekerjaan. Label dan pengalaman pernah mendekam dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) membuatnya jauh lebih sulit untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Sebagaimana yang kita ketahui, masyarakat cenderung tidak suka dan menentang mantan narapidana kembali di tengah-tengah masyarakat. Asumsi masyarakat bahwa Narapidana yang telah selesai menjalani hukuman adalah seseorang yang tidak perlu dipedulikan dan harus dijauhi dari pergaulan sehari-hari sehingga para narapidana yang telah kembali ke masyarakat merasa dikucilkan dari pergaulan sehingga membuat sebagian narapidana kembali mengulangi tindak pidana nya dan menjadi residivis. Padahal narapidana juga merupakan seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan.

Untuk itu, pihak-pihak apa saja yang bertanggung jawab dalam menanggulangi kecemasan menjelang bebas narapidana tersebut?

Untuk mengetahui hal tersebut, penulis menganalisis dengan menggunakan analisis pemetaan stakeholder. Pemetaan stakeholders dalam menanggulangi kasus kecemasan sebelum bebas narapidana yaitu, pemerintah dan petugas pemasyarakatan dan masyarakat berada di kuadran 1 sebagai key players; narapidana dan tahanan berada di kuadran 2 sebagai subjects; korban berada di kuadran 3 sebagai context; dan komunitas berada pada kuadran 4 sebagai crowd.

Key Player

Tugas pokok dari petugas pemasyarakatan adalah untuk memberikan bimbingan terhadap narapidana untuk membantu proses reintegrasi ke dalam masyarakat. Khawatir akan adanya stigma negatif yang diberikan masyarakat karena tindak kriminal yang dilakukan, petugas pemasyarakatan melihat bahwa diperlukan adanya bimbingan khusus bagi narapidana. Petugas pemasyarakatan membuat program, yaitu program bimbingan kepribadian dan program bimbingan kemandirian. Selain itu, melalui petugas pemasyarakatan juga melakukan bimbingan konseling. Pembimbingan kepribadian ditujukan bagi pembentukan pribadi narapidana agar dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat diterima oleh masyarakat. Program bimbingan kepribadian tersebut juga dilakukan untuk mempersiapkan diri narapidana agar ketika kembali ke masyarakat, mereka dapat menangani dan mengatasi stigma yang diberikan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan. Dengan adanya bimbingan konseling tersebut diharapkan dapat menghilangkan rasa kecemasan narapidana sebelum menjalani proses reintegrasi.

Selain itu, untuk mempersiapkan kemandirian narapidana dalam reintegrasi dalam masyarakat maka Lembaga Pemasyarakatan yang dijalankan oleh petugas-petugas pemasyarakatan harus memberikan pembinaan dalam program pembinaan dan keterampilan agar mereka menjadi manusia yang seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat berperan aktif dalam pembangunan dan juga yang paling penting adalah dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pembinaan ini sebagai bekal narapidana untuk dapat menghadapi perkembangan dalam masyarakat luar dan dapat bereintegrasi dengan baik. Petugas pemasyarakatan harus diberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan jiwa integritas.

Masyarakat berperan dengan memberikan kepercayaan pada mantan narapidana sebagai suntikan motivasi untuk kembali berperilaku sesuai norma yang ada dan kembali menjadi pribadi yang utuh. Masyarakat juga harus yakin bahwa dalam proses pembinaan maupun pembimbingan yang dilaksanakan di Lapas dan Bapas setiap narapidana sudah diberikan berbagai program bimbingan, baik itu bimbingan kepribadian maupun kemandirian. Program yang diberikan pada narapidana terbukti mengubah narapidana menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Artinya, narapidana sudah memahami kesalahan perilakunya di masa lalu dan sudah lebih baik dalam mengontrol dirinya untuk berperilaku adaptif dalam masyarakat. Dapat berperan sebagaimana masyarakat pada umumnya.

Masyarakat sebagai kontrol sosial tentunya memegang peranan penting dalam pencegahan berbagai macam perilaku menyimpang. Disadari atau tidak, masyarakat dulu lebih mudah untuk mengetahui apa yang ada dalam kelompoknya. Oleh karena itu, mutlak dibutuhkan dukungan sosial dari masyarakat sebagai tempat kembali bagi mantan narapidana. Mantan narapidana membutuhkan lingkungan yang solid dalam memotivasinya untuk sejalan dengan norma yang ada. Di sinilah peran masyarakat dalam menguatkan mantan narapidana.

Masyarakat dalam teori kontrol sosial memegang peranan penting dalam memfilter tindakan kejahatan. Dukungan sosial yang bisa diberikan dapat berupa kesempatan untuk bisa kembali menjadi bagian dari masyarakat dengan aktif dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti atau ronda malam, termasuk kegiatan keagamaan. Adanya kesempatan seperti ini akan memulihkan sekaligus mengobati kekhawatiran narapidana jika dirinya tidak diterima kembali di masyarakat. Menerima (mantan) narapidana di masyarakat sama halnya dengan memberikannya kemerdekaan untuk menjadi manusia yang mempunyai keutuhan kehendak, tanpa dibayangi perasaan khawatir dan kecemasan yang berlebihan karena stigma negatif yang terlanjur dimiliki.

Subject

Narapidana merupakan pihak yang mengalami gangguan kecemasan sebelum bebas tersebut. Stigma-stigma yang ada di masyarakat menyebabkan hilangnya rasa kepercayaan diri narapidana. Narapidana merasakan kecemasan yang selanjutnya akan berdampak terhadap timbulnya masalah kesehatan mental yang akan terjadi pada narapidana.

Context Setter

Korban memiliki peran untuk membantu dalam mengatasi kecemasan sebelum bebas narapidana. Dengan rasa bersalah yang bersarang dalam diri narapidana tentu berperan dalam bagaimana narapidana akan menjalani kehidupannya setelah bebas. Timbulnya ketakutan akan adanya balas dendam dari korban yang menimbulkan kecemasan sehingga akan mengganggu kesehatan mental dari narapidana. Untuk itu, mediasi antara korban dan narapidana diperlukan sebagai salah satu bentuk dalam menciptakan perdamaian dan meningkatkan kepercayaan diri narapidana.

Crowd

Komunitas sebagai pihak yang berperan sebagai pihak Crowd atau pihak pengganggu. Disini komunitas sebagai pihak yang pasif dalam menanggulangi kecemasan sebelum bebas narapidana. Komunitas akan membantu proses reintegrasi narapidana dengan membangun bonding dengan masyarakat. Komunitas dapat membuat stigma baru dalam masyarakat sehingga dapat menerima kembali narapidana untuk hidup bersama-sama.

Kesimpulannya, stigma atau pandangan buruk terhadap narapidana, baik itu nyata atau yang dirasakan, memang masih banyak ditemukan didalam masyarakat sampai saat ini. Dengan adanya pandangan buruk dalam masyarakat kemudian menimbulkan kecemasan-kecemasan dalam narapidana khususnya narapidana yang akan melakukan proses reintegrasi sosial. Dengan kecemasan tersebut membuat narapidana takut untuk menghadapi dunia luar dan menjadi tidak percaya diri.

Dukungan dari berbagai pihak, seperti petugas pemasyarakatan, korban, komunitas, dan masyarakat sangat diperlukan untuk membantu mendukung narapidana yang akan melakukan proses reintegrasi untuk berani dan kembali percaya diri. Dengan dukungan tersebut akan membuat narapidana akan bangkit dan berjuang untuk kehidupannya serta kehidupan keluarganya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image