Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Memburu Keutamaan dan Pahala Lailatul Qodar di Luar Ramadhan

Agama | Monday, 10 Apr 2023, 09:03 WIB

Jika merujuk kepada ijtihadnya Imam al Ghazali, lailatul qadar Ramadhan 1444 H / 2023 M akan jatuh pada malam ke-25. Ulama yang bergelar hujjatu al islam ini memperkirakan kedatangan malam seribu bulan tersebut berdasarkan hari awal pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan.

Sayyid Bakri Syatho dalam salah satu kitab karyanya I’anatuth Thalibin-Syarah Fathul Mu’in, jilid ke-2, hal. 257, memaparkan prakiraan lailatul qadar menurut ijtihadnya Imam Ghazali. “Jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Ahad atau Rabu, lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-29; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Senin, lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-21.”

“Selanjutnya dalam kitab tersebut disebutkan, “Jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Selasa atau Jum’at, lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-27; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Kamis, lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-25; dan jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Sabtu, lailatul qadar kemungkinan akan jatuh pada malam ke-23.”

Sementara itu, Imam Fakhrurraji dalam salah satu kitab karyanya Tafsir Fakhrur Raji, jilid ke-31, hal. 30 dan Imam Al Qurthuby dalam salah satu kitab karyanya yang terkenal Tafsir Al-Qurthubi, jilid ke-22 : 398 berpendapat, lailatul qadar itu akan datang menyapa hamba-hamba Allah yang ibadahnya bertepatan dengan tanggal 27 Ramadhan. Kedua mufassir ini menyandarkan pendapatnya kepada pendapat Ibnu Abbas r.a. dan Abu Bakar al Waraq.

Prakiraan ijtihadnya nampak sederhana, yakni dengan menghitung jumlah kalimat yang terdapat dalam surat al Qadar, yakni sebanyak 30 kalimat. Kalimat salamun hiya yang menunjukkan kepada lailatul qadar, jika dihitung dari awal kalimat berada pada urutan ke-27. Hal ini merupakan isyarat, lailatul qadar itu jatuh pada setiap tanggal 27 Ramadhan.

Alasan lainnya, tanggal 27 merupakan bilangan ganjil yang berakhiran dengan angka 7 yang merupakan angka yang Allah gunakan dalam menentukan suatu ketetapan. Allah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi, jumlah hari dalam satu minggu, jumlah putaran thawaf, jumlah ayat surat Al Fatihah, dan lain sebagainya. Tidaklah mengherankan jika dalam salah satu hadits, Rasulullah saw menganjurkan kita untuk mencari lailatul qadar pada malam ke-27.

Masih menurut Ibnu Abbas, jumlah huruf dalam kalimat lailatu qadar (tulisan Arab) adalah sembilan huruf. Dalam surat Al-Qadar kalimat lailatu qadar diulangi sebanyak tiga kali. Hal ini sebagai isyarat lain bahwa lailatul qadar ini jatuh pada malam ke-27 (3 x 9 = 27) .

Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk menjemput lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam ke-23 dan ke-27. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Amr yang menyebutkan, “Kalian sebaiknya menjemput lailatul qadar pada salah satu dari dua-tujuh, yakni pada malam ke-23 (tujuh malam menjelang akhir Ramadhan) atau pada malam ke-27 (malam ke-7 dari sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, dihitung mulai dari malam ke-21). Demikian pula hadits dari Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad dan Imam An-Nasai. “Carilah lailatul qadar pada malam ketujuh yang terakhir (malam ke-23 atau ke-27).

Sedangkan para ulama ahli tafsir seperti Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam karyanya Tafsir al-Baghawi/Ma’alimut Tanzil (hal. 1433); Imam As-Shuyuthi dalam karyanya ad-Durul Mantsur, at-Tafsiru bil Ma’tsur (Jilid ke-15, hal. 543); Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, jilid ke-8, hal. 448, pada umumnya mengutip hadits riwayat Imam Bukhori yang mengatakan, “Carilah lailatul qadar pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari Ramadhan).

Jika kita kerucutkan, sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang dianjurkan Rasulullah saw kepada kita untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah kita dengan harapan kita mendapatkan kemuliaan lailatul qadar. Jika tidak mampu meningkatkan ibadah selama sepuluh hari, kita harus mengupayakan dapat melaksanakan ibadah semaksimal mungkin pada siang dan malam hari pada tanggal 23 dan 27 Ramadhan.

Jika masih belum sempat juga, kita dapat mengambil penadapat Imam Ghazali, kita harus memaksimalkan ibadah pada siang dan malam hari tanggal 25 Ramadhan. Seperti sudah disebutkan pada awal tulisan, jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Kamis, maka kemungkinan besar lailatul qadar-nya jatuh pada malam ke-25. Untuk tahun ini, jika kita tidak mampu memaksimalkan ibadah, menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan selama sepuluh hari, setidaknya kita tidak meninggalkan ibadah, dzikir, dan i’tikaf pada malam ke-23, ke-25, dan ke-27.

Berbahagialah jika kita mampu memaksimalkan beribadah pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, besar kemungkinan keuatamaan lailatur qadar dapat kita raih. Namun jika karena alasan syar’i sampai kita tak dapat melaksanakan i’tikaf atau ibadah lainnya, kita harus memaksimalkan ibadah ketika Ramadhan usai.

Meskipun ikhtilaf di kalangan para ulama ahli hadits dan ahli fiqih, di luar Ramadhan, kita pun masih bisa berburu pahala lailatul qadar, salah satunya dengan melaksanakan shalat Isya berjamah dan shalat sunat ba’da Isya sebanyak empat rakaat. “Barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya berjama’ah dan shalat sunat empat rakaat sesesudahnya sebelum ia keluar dari masjid, maka pahalanya setara dengan ibadah pada malam lailatul qadar” (Imam Thabrani, al Mu’jamul Ausath, Juz ke-15, hadits nomer 5.239).

Terdapat beberapa hadits yang senada dengan hadits riwayat Imam Thabrani tersebut. Sebagian ulama menggolongkannya kepada hadits dha’if, namun ada juga uama yang menshahihkannya, bahkan terdapat sebagian ulama lainnya menyebutnya sebagai sunnah mahjuurah (sunnah yang terlupakan). Namun demikian, para ulama ahli fiqih dan ahli hadits memberikan kesimpulan terhadap hadits-hadits tersebut bahwa shalat sunat empat rakaat setelah Isya merupakan satu hal yang disyari’atkan, dan Rasulullah saw sesekali melakukannya.

Shalat sunat empat rakaat yang pelaksanaannya dua rakaat-dua rakaat dengan dua kali salam ini tergolong kepada shalat sunat mutlak. Para tabi’in menyebutkan, pahala dari shalat sunat mutlak ini setara dengan pahala ibadah pada malam lailatul qadar. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image