Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Buka Puasa Bersama Siswa

Curhat | 2023-04-08 07:22:13
Sumber: dokumen pribadi

Rabu, 5 April 2023, saya bersama dengan sahabat beserta keempat siswa kami--yang kami sebut Prajurit--buka puasa bersama di salah satu resto kawasan Grand Wisata, Bekasi, Ayam Penyet Surabaya. Seperti biasa, acara makan bersama tanpa terencana, terjadi secara dadakan. Kesepakatan bisa atau tidak kami bahas sehari sebelumnya. Meski demikian, hal tersebut bukan rutinitas kami. Asalkan ada waktu luang dan kesempatan, biasanya itu terjadi dengan sendirinya.

Menu makanan yang kami pesan pun terbilang sederhana: nasi paket ayam penyet, nasi paket ayam bakar, cah kangkung, dan teh manis hangat. Nasi paket ayam penyet dan ayam bakar terdiri atas nasi, lalapan (selada dan mentimum), tempe orek, tahu goreng, dan tentunya sambal. Untuk cita rasa sambal, terutama sambal di ayam bakar--kebetulan saya makan ini--sebenarnya tidak terlalu pedas. Hanya saja, saat itu perut saya terasa "kurang enak" sehingga makan pun menjadi kurang nikmat. Walau demikian, alhamdulillah, saya bersyukur dapat berbuka puasa bersama dengan mereka karena dapat mengakrabkan silaturahim.

Oleh karena saya tidak terbiasa makan "padat", seperti nasi beserta lauk, saat berbuka puasa, 3/4 porsi nasi saya bagikan ke beberapa personel Prajurit. Porsi nasi dalam menu paket tersebut dapat dikatakan cukup, tidak terlalu banyak atau sedikit. Namun, daripada tersisa dan mubazir karena sangsi tidak dapat menghabiskannya, saya bagikan 3/4 porsi tersebut. Alhamdulillah, siswa-siswa saya "sukarela membantu" menghabiskan 3/4 porsi nasi saya itu. Terima kasih Prajurit! Hehehe...

Beberapa menit menikmati hidangan buka puasa, seorang siswa saya berkata kepada temannya, "Ini rasanya tidak seperti lalapan." Saya yang berada di sampingnya sempat bingung dengan perkataan dia. Saya pun bertanya kepadanya, "Memang apa bedanya? Ini kan (daun selada) tawar, sama saja, tidak ada rasa." Lalu, siswa saya tersebut menjawab sambil tersenyum malu-malu, "Beda aja, Bu. Ini gak kayak (rasa) lalapan." Entahlah, hingga sekarang saya masih belum memahami perbedaan "rasa" itu karena sejauh dan sesering saya makan lalapan, rasa daunnya, misal selada, sama saja, tawar, tetapi cukup enak untuk dinikmati.

Mungkin memang benar adanya bahwa selera tiap orang dalam mengonsumsi makanan tertentu berbeda dan dapat dikatakan sebagai bentuk subjektivitas atas "kualitas rasa". Lumayan menarik anggapan seorang siswa saya tersebut. Namun, hal itu tidak mengubah anggapan saya bahwa rasa daun selada di lalapan itu tidak berbeda.

Tak lama kemudian, saya menegur seorang personel Prajurit lainnya karena kebetulan melihat utuhnya lalapan di piringnya. "Kamu kenapa gak makan lalapannya?" tanya saya. Dia hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Lalu temannya--siswa yang mengganggap rasa selada di menunya tak seperti lalapan--menganjurkannya untuk memakan selada. "Makan aja. Gak berasa kayak makan lalapan. Beneran." Siswa saya tersebut mengikuti anjuran temannya dengan mencicipi daun selada dengan tampak sedikit ragu-ragu dan ekspresi cukup lucu sehingga membuat kami yang melihatnya tertawa kecil. Selanjutnya, seingat saya, dia tidak menghabiskan lalapan tersebut. Namun, itu bukanlah suatu masalah sebab wajar bila tidak semua orang menyukainya.

Setelah selesai makan, kami pun terlibat obrolan dengan tema tak pasti. Saya bertanya kepada keempat siswa tersebut terkait rencana mudik Lebaran nanti. Ada yang menjawab "belum tahu", ada yang "tidak". "Kalau aku mudik, dong, Teh," ujar sahabat saya semringah. "Jangan lupa oleh-olehnya, ya!" kata saya. Sahabat saya mengiyakan, "Siap! Emping, ya Teh!"

Di dalam obrolan tersebut, saya memperoleh informasi bahwa tiga dari empat personel Prajurit memiliki kampung halaman di Jawa Tengah, sedangkan seorangnya lagi di Sumatra Barat, sama seperti sahabat saya. Ternyata, tidak ada kampung halaman yang sama dengan saya, yakni Banten--meski itu bukan kampung halaman asli hehehe... Ini yang dapat dikatakan Bhineka Tunggal Ika. Meski kami berasal dari suku yang berbeda, tetapi akrab saja dalam menjalin komunikasi. Ya, saya dan sahabat sebisa mungkin menganggap para siswa kami bukan hanya sebagai siswa yang kami ajar, melainkan juga teman, tetapi tetap mengutamakan norma kesantunan.

"Kalian sadar gak sih kalau bulan lahir kalian jaraknya masing-masing sama, yakni dua-dua," ujar saya. "Hah, maksudnya apa, Bu?" Saya menjelaskan kepada mereka bahwa urutan bulan kelahiran personel Prajurit berbeda dua bulan: April-Juni-Agustus-Oktober. "Wuih, kebetulan banget, Teh!" ujar sahabat saya. Saya pun mengiyakan. "Pasti itu ada filosofinya. Berarti kalian cocok (berteman)."

Sebenarnya, anggapan saya terkait filosofi persamaan jarak bulan kelahiran antarpersonel Prajurit itu hanya berupa pemikiran spontan saja. Memang jarak tersebut terjadi secara kebetulan, sama sekali bukan suatu kesengajaan. Bahkan, sahabat saya dan Prajurit pun tidak ngeh. Wallahualam, mungkin sudah qadarallah Prajurit bersekolah di tempat yang sama, sekelas pula, dan dominan berkarakter mirip--sefrekuensi. Itulah cara Allah Swt. mempertemukan mereka yang secara tersirat memiliki kecocokan satu sama lain, ya seperti saya dan sahabat saya, merasa cocok dan ada kesamaan kisah haru yang pernah kita alami.

Waktu menunjukkan pukul setengah delapan kurang. Kami pun bersepakat untuk pulang. Saya dan sahabat pulang naik ojek daring, sedangkan Prajurit dengan motornya masing-masing.

Sesampainya di rumah, ada yang membuat saya tersenyum--selain melihat anak saya. Saat saya mengecek ponsel, ternyata Prajurit menge-chat via WA mengucapkan terima kasih. Mereka memang siswa yang baik dan santun. Menurut saya, mereka layak mendapat predikat "siswa teladan". Mereka baik, santun, jujur, rajin, apa adanya, dan gak neko-neko. Ini berdasarkan pengamatan saya selama mengenal-mengajar mereka di dua semester ini.

Tak dimungkiri bahwa hal ternyaman dari buka puasa bersama ialah menjalin silaturahim, menambahkan keakraban, saling bercanda tawa, dan juga sekaligus mengharap keridaan serta keberkahan Allah Swt. atas segala ibadah yang kami lakukan selama Ramadan ini. Kesempatan berbuka puasa bersama sahabat dan para siswa ini merupakan salah satu bentuk rezeki dari Allah yang layak disyukuri.

Jadi, sudahkah kalian buka bersama dengan karib kerabat-sahabat?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image