Sejak awal dalam pemerintahan Islam, kebijakan moneter merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syari’ah termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan intelektual, kekayaan dan kepemilikan. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilitas ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Kondisi moneter bangsa Arab pada awal Pemerintahan Islam menggunakan standar mata uang Dinar emas Hercules, Bizantium dan Dirham perak Dinasti Sasanit dari Irak dan sebagian mata uang bangsa Himyar Yaman. Hal utama yang dilakukan awal Pemerintah Islam adalah berusaha sekuat tenaga untuk memantapkan Negara Islam yang baru saja terbentuk di Madinah dengan cara membuat kesepakatan bersama dengan seluruh komponen penduduk yang kelak dikenal dengan Piagam Madinah.
Di bidang ekonomi dan moneter, salah satu tujuan dibuatnya kesepakatan ini adalah untuk melindungi segenap warga Negara dari eksploitasi kekuatan non muslim terutama komonitas Yahudi dan memapankan tatanan ekonomi dan moneter kaum muslimin dari kezaliman dan ketidak adilan.Ada beberapa kebijakan ekonomi Pemerintah yang digambarkan secara ringkas diantaranya melarang riba, gharar, ikhtikar, tadlis dan market ineffisiensi.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan keuangan bahwa emas dan perak sebagai setandar moneter. Pemerintah menjadikan hanya emas dan perak sebagai setandar keuangan (moneter) untuk mengukur standar nilai barang dan jasa. Dengan kedua mata uang emas dan perak inilah semua transaksi dilangsungkan. Selain menggunakan mata uang Dinar dan Dirham, alat pembayaran yang digunakan pada awal pemerintahan Islam adalah sistem kredit, kredit selain memiliki kelebihan yang dimiliki Dirham dan Dinar sebagai alat pembayaran, kredit memiliki keuntungan lain misalnya untuk melakukan transaksi yang nilainya cukup tinggi tentu dibutuhkan uang yang sebagai alat pembayaran.
Tentu ini tidak praktis karena itu berat volume yang dimiliki uang itu mengurangi daya tarik sebagai media pertukaran, tambah lagi mungkin juga terjadi pada saat transaksi pembeli tidak dapat menyediakan Dirham dan Dinar secara mudah dan cepat.Pada awal pemerintahan Islam defisit anggaran jarang terjadi dan sistem pengelolaan moneter diserahkan kepada Baitul Mal. Baitul Mal adalah pos yang dikhususkan untuk mengelola semua pemasukan atau pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslimin. Setiap harta yang menjadi hak kaum muslimin, sementara pemiliknya tidak jelas maka harta tersebut merupakan hak Baitul Mal, bahkan kadang pemiliknya jelas sekalipun.
Apabila harta itu telah diambil, maka dengan pengambilan tersebut harta tadi telah menjadi hak Baitul Mal, baik harta itu dimasukkan kedalam kasnya ataupun tidak. Pemerintah Islam mengalokasikan dana untuk pemyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan inprastruktur, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial. Peningkatan pendapatan Baitul Mal terjadi setelah peristiwa hijrahnya kaum Muhajirin ke Madinah dan persaudaraannya dengan kaum Anshar.
Dengan adanya persaudaraan ini menempatkan setiap anshar bertanggung jawab terhadap muhajirin sehingga distribusi pendapatan dari anshar ke muhajirin meningkat dan berdampak pada pada peningkatan permintaan total masyarakat dan menghasilkan peningkatan sumber daya, tenaga kerja, lahan dan modal. Disamping itu untuk melahirkan kekuatan ekonomi dan moneter awal Pemerintah Islam mengeluarkan kebijakan dengan melakukan sinergi dan integrasi potensi umat Islam. Pemerintah integrasikan suku aus dan hajraj serta muhajirin dan anshar dalam bingkai ukhwah yang kokoh untuk membangun kekuatan ekonomi dan moneter.