Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Khairunnisa

Identifikasi Transaksi yang Dilarang dalam Keuangan Syariah

Ekonomi Syariah | Sunday, 02 Apr 2023, 09:05 WIB

Masalah ekonomi adalah masalah yang sangat riskan. Hal ini berarti, orang Islam bisa lepas aqidahnya jika kondisi ekonominya kurang baik. Hal ini telah disinyalir oleh suatu ungkapan: kefakiran akan condong kepada kekufuran. Oleh karena itu, upaya untuk menegakkan aktivitas ekonomi yang benar menurut syari'ah dan memberikan kemanfaatan yang lebih besar kepada umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya merupakan suatu keniscayaan. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang menyatakan: Maa laa yatim al-wajib illa bihi fa huwa wajib. Artinya: Sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.

Berikut penyebab transaksi yang dilarang dalam keuangan Syariah :

Haram Zatnya

Haram zatnya berarti zat barang yang ditransaksikan adalah haram. Transaksi atas barang demikian ini dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah, yang artinya:

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 173)

Juga dalam QS. Ali Imran 3, artinya:

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan."

Jadi, transaksi jual-beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual-belinya sah. Dengan demikian, bila ada nasabah yang mengajukan pembiayaan pembelian minuman keras kepada bank dengan menggunakan akad murabahah, maka walaupun akadnya sah tetapi transaksi ini haram karena objek transaksinya haram.

Haram Selain Zatnya

1. Transaksi yang melanggar prinsip an taradin minkum, adalah:

Tadlis (penipuan)

Dalam Bahasa fiqihnya tadlis dapat terjadi dalam 4 hal, yakni dalam:kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan.

Ihtikar (Rekayasa Pasar dalam Supplay)

Terjadi bila seorang produsen / penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supplay agar harga produk yang dijualnya naik.

Bai’ Najasy (Rekayasa Pasar dalam Demand)

Terjadi bila pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga produk itu akan naik.

2. Transaksi yang melanggar prinsip la tazhlimuna wa la tuzhalamun, adalah:

Taghrir (Gharar) atau tidak jelas obyek yang diransaksikan

Adalah situasi dimana terjadi karena adanya ketidakpastian dari kedua pihak yang bertransaksi.

Riba

a. Riba fadl yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, kuantitasnya dan sama waktu penyerahannya.

b. Riba Nasi’ah yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko dan hasil usaha muncul bersama biaya.

c. Riba Jahiliyah adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan.

Maysir (Perjudian) adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut.

Risywah (Suap-Menyuap) adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Tidak Sah / Lengkap Akadnya

1. Rukun dan syarat

Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli, maka jual-beli tidak akan ada. Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3 (tiga), yaitu: (1) pelaku, (2) objek dan (3) ijab-kabul.

Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap) adalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya adalah bahwa pelaku transaksi haruslahorang yang cakap hukum (mukallaf). Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak). Demikian menurut pandangan Mazhab Hanafi.

Syarat bukanlah rukun, jadi tidak boleh dicampuradukkan. Di lain pihak, keberadaan syarat tidak boleh: (1) menghalalkan yang haram; (2)mengharamkan yang halal; (3) menggugurkan rukun; (4) bertentangan dengan rukun; atau (5) mencegah berlakunya rukun.

2. Ta’alluq (Pembelian Bersyarat)

Ta'alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contohnya A menjual barang X seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta.

Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus ini, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya rukun. Dalam terminologi fiqih, kasus di atas disebut bai' al-'inah.

3. Two In One

Two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi bila semua dari ketiga faktor di bawah ini terpenuhi: (1) objek sama; (2) pelaku sama; dan (3) jangka waktu sama.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image