Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nusa Bhakti

Sebatas Mimpi

Alkisah | Thursday, 30 Mar 2023, 20:39 WIB
Sumber Gambar : https://www.wallpaperbetter.com/id/hd-wallpaper-ntrvj

Ramadhan kali ini berbeda.

Sore itu adzan ashar berkumandang. Aku tersontak bangun dari ranjangku. Keringat dingin mengucur deras dari pelipis. Suara napas terdengar menderu-deru. Aku bergegas berlari kecil menuju kamar mandi. Membasuh diri dengan air wudhu. Berharap perasaan ganjil ini hilang bersamaan dengan basuhan terakhirnya.

Selesai solat aku langsung keluar dari rumah dan langsung membawa sepeda ontelku. Pergi untuk menghilangkan penat. Sekaligus menunggu berbuka.

Selama perjalanan pikiranku hanya tertuju pada mimpi tadi. Entah, sudah hampir satu purnama mimpi itu selalu menghantuiku. Didalamnya ibu hadir menemuiku. Seakan memutar kenangan dulu yang pernah kami lalui. Semua cerita bersamanya. Tak terasa air mata mengalir lagi di pipiku.

Setelah sampai di taman kota aku langsung memarkirkan sepeda dan berjalan lemas mencari tempat bersandar. Sambil menanti waktu berbuka, melihat orang-orang berkumpul jauh lebih baik pikirku. Melihat sekumpulan keluarga menggelar tikar, saling bercengkerama satu sama lain. Ada juga yang sedang berdagang, sibuk melayani pelanggan-pelanggannya yang membeli takjil. Dan ada pula yang hanya duduk termangu sepertiku.

“Bobi..” Teriak seorang wanita tua, dia langsung berlari panik menghampiri anak usia lima tahun yang baru jatuh itu.

“Tuh kan.. kata mamah juga apa. Jangan terlalu kencang berlarinya.” Ucapnya dengan lembut “Tapi tidak apa-apa kamu kan kuat.” Walau cemas wanita itu tetap tersenyum menyemangati.

Anak itu masih menjerit kesakitan. Dia terus menangis sambil memegang erat betisnya.

Fuuhhh” Wanita tua itu meniup luka di lututnya, “Sudah tidak sakit lagi kan? Sini mamah gendong.” Si Bobi kecil pun naik ke pangkuannya lalu pergi.

Aku masih termangu menatap mereka. Iri. Tapi dadaku tiba-tiba sesak. Ribuan kenangan lama bersama ibuk muncul begitu saja. Seolah sosoknya ada dihadapanku. Dan aku pun memutuskan untuk mengayuh kembali sepedaku meninggalkan taman.

***

Cahaya senja sudah tampak menjingga. Lantunan kalam ilahi terdengar syahdu beriringan. Tinggal hitungan menit adzan maghrib dikumandangkan. Tapi, meja makan yang biasa ramai pun lengang. Menyisakan diriku seorang.

Allahu Akbar.. Allahu Akbar..

Waktu berbuka. Aku masih menatap masygul kursi kosong yang biasa ibuk duduki. Biasanya, tangan ibuk cekatan mengambil nasi dari tungku dan menghidangkannya ke piringku sambil menyuruh untuk segera makan. Ditambah sirup belewah buatannya yang khas, dia tuangkan ke gelas untuk menghilangkan dahaga setelah berpuasa. Sesekali aku dibuat tertawa oleh leluconnya sebelum berbuka. Ah, lagi-lagi air mata berurai sendirinya.

Deg

Mataku terpicing kaget melihatnya. Tidak percaya.

Tiba-tiba saja sosok ibuk hadir di kursi itu sambil menatapku. Senyumnya perlahan mengembang.

“Jangan sedih lagi ya. Ibuk tidak akan pergi lagi.” Dua tangannya terentang seperti ingin memelukku.

“Buk..?” Balasku dengan mata berkaca. Lalu kujulurkan tangan untuk meraihnya.

Plop!

Sekejap jasadnya sempurna lenyap. Ternyata itu hanya fatamorgana semata. Meja makan pun kembali lengang menyisakan suasana sunyi penuh dengan kesedihan. Aku meringkuk. Lalu menangis sejadi-jadinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image