Dari Lima Macam Tidur Siang, Hanya Satu Jenis yang Boleh Kita Lakukan
Agama | 2023-03-26 17:56:31Karena menahan lapar dan kantuk, tidur siang menjadi hal yang lumrah dilakukan ketika orang-orang melaksanakan ibadah puasa, baik puasa sunat maupun puasa wajib seperti bulan Romadhon. Selepas melaksanakan ibadah shalat shubuh, dzuhur, bahkan ashar banyak orang yang berbaring tidur.
Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” menjadi alasan yang sering dikemukakan orang-orang yang tidur ketika melaksanakan ibadah puasa. Padahal, kebanyakan para ulama menilai hadits tersebut sebagai hadits dhaif atau lemah. Apalagi jika tidur tersebut dilakukan setelah shalat shubuh atau setelah shalat Ashar, sebab jika tidak ada alasan yang dibenarkan seperti sakit atau karena ngantuk setelah melakukan suatu tugas berat seperti piket malam, Rasulullah saw melarang kita tidur pada kedua waktu tersebut.
Dalam hal tidur siang, Imam Suyuthi seperti dikutip Syaikh Muhammad Syarbini al Khotib dalam salah satu karyanya Tuhfatu al Habib ‘ala Syarhi al Khotib, Juz II, hal. 383, menyebutkan lima jenis tidur siang beserta dampaknya. Tidur di permulaan siang, pagi hari atau ba’da shubuh. disebut 'ailulah dampaknya menyebabkan kefakiran; tidur di waktu dluha disebut failulah dampaknya dapat menyebabkan kelemahan/lesu pada badan; tidur setelah zawal disebut khailulah, dampaknya dapat menghalangi orang tersebut untuk melaksanakan shalat Dhuhur.
Jenis tidur siang lainnya adalah tidur di akhir siang (sore hari) disebut ghailulah, dapat menyebabkan kemudaratan diantaranya menimbulkan hinggapnya suatu penyakit; sementara tidur sebelum tergelincir matahari (zawal) disebut qailulah, dapat menambah kecerdasan atau kesegaran akal atau otak.
Dari lima jenis tidur siang tersebut, hanya satu tidur siang yang berdampak baik pada tubuh kita, yakni qailulah. Tidur ini dilakukan sejenak sebelum masuk waktu shalat dhuhur. Dampak dari tidur ini menjadikan badan dan otak kita segar sehingga melaksanakan ibadah shalat dhuhur pun menjadi lebih semangat serta membantu dapat bangun shalat tahajud pada malam harinya.
Dalam al Mausu’ah al Fiqhiyah Juz ke-34, hal. 130 yang diterbitkan Kementeriaan Wakaf Kuwait disebutkan, qailullah adalah tidur sebentar yang dilakukan sebelum tibanya waktu shalat Dhuhur. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Kalian harus minta pertolongan agar dikuatkan melaksanakan ibadah puasa pada siang hari dengan makan sahur sebelumnya, dan kalian harus memohon pertolongan dapat melaksanakan shalat tahajud dengan melakukan qailulah tidur pada siang harinya.”
Mungkin timbul pertanyaan, berapa lama qailulah yang sebaiknya kita lakukan? Dalam hadits-hadits tak ada penjelasan rentang waktu pelaksanaan qailulah, karena pada zaman Rasulullah saw, sahabat, maupun tabi’in belum dikenal ukuran satuan waktu seperti sekarang, namun demikian hasil penelitian yang dilakukan Dr. Raj Dasgupa, Guru Besar Kedokteran Klinis di Keck School of Medicine, University of Southern California dapat kita jadikan acuan.
Menurutnya, jika pada siang hari kita tidur selama satu sampai dua jam, itu bukan tidur siang yang sebenarnya. Tidur siang yang menyegarkan adalah selama 15-20 menit. Durasi tidur siang dalam rentang waktu 15-20 menit adalah 100 persen cara baik yang bisa dilakukan jika kita kurang tidur malam. Dengan demikian, jika Rasulullah saw melaksanakan qailulah dengan tujuan untuk memperoleh kesegaran ketika melaksanakan shalat Dhuhur, bisa jadi waktunya seperti yang disebutkan Raj Dasgupa tersebut.
Selain qailulah, empat tidur siang lainnya seperti yang disebutkan pada awal tulisan ini hukumnya makruh, apalagi tidur setelah shalat shubuh. Selepas shalat shubuh, Rasulullah saw mendo’akan agar umatnya yang bangun dan berusaha mencari bekal bagi kehidupan pada pagi hari mendapatkan keberkahan. Hal ini berarti, orang yang tidur setelah shalat shubuh ia tak akan mendapatkan keberkahan.
Ibnu Qayyim mengibaratkan waktu selepas shubuh sampai terbit matahari sebagai waktu untuk memanen ghanimah (kebaikan). Menurutnya, diantara hal yang makruh menurut para ulama adalah tidur setelah shalat shubuh sampai terbit matahari. sebab waktu tersebut merupakan waktu memanen ghanimah (Ibnu Qayyim, Madariju al Salikin, Juz I : 369).
Tidur merupakan karunia atau kenikmatan yang Allah berikan kepada kita, bahkan Allah menciptakan tidur sebagai istirahat terbaik bagi kita. “Kami menjadikan tidurmu untuk beristirahat.” (Q. S. An Naba : 9).
Agar tidur kita selain sebagai istirahat terbaik bagi tubuh dan berpengaruh terhadap kesehatan jiwa raga, tidur yang kita lakukan pun harus bernilai ibadah. Untuk dapat meraih tidur yang bernilai ibadah, kita harus melakukannya sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. Dengan demikian, selain kita akan memperoleh kesegaran, kesehatan, dan kebugaran tubuh, kita pun akan memperoleh pahala dari tidur kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.