Membersihkan Hati dengan Puasa Ramadhan
Agama | 2023-03-26 10:28:46Manusia sebagai salah satu makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan bentuk yang terbaik di antara makhluk lainya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam QS. At-Tin: 4, yang artinya: “Sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Kelebihan manusia dari segi bentuk fisik lebih baik dari pada makhluk ciptaan Allah lainnya, begitu juga unsur-unsur non fisik yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Terdapat empat unsur non fisik yang berada dalam diri manusia, di antaranya; ruh, nafsu, akal, dan hati (qalbu).
Keempat unsur tersebut membawa pengaruh terhadap perilaku manusia dalam kebaikan dan keburukan. Hati merupakan salah satu unsur dalam tubuh manusia yang memiliki arah kecenderungan untuk melakukan perbuatan amar makruf nahi mungkar, tetapi juga berpotensi untuk melakukan kemaksiatan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI) Daring, kata hati memiliki arti; 1) apa yang terasa dalam batin, 2) sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian (perasaan dan sebagainya), dan 3) sifat (tabiat) batin manusia (https://kbbi.kemdikbud.go.id/).
Hati memiliki kekuatan untuk menggerakkan manusia untuk berbuat positif, tetapi juga mampu mengarahkan kepada perbuatan yang negatif. Dalam perspektif agama Islam, potensi negatif dalam hati dapat melahirkan penyakit hati yang tercermin dalam perilaku dan perbuatan yang buruk.
Pengaruh hati dalam tubuh manusia sebagaimana hadits dari Nu’man bin Basyir, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, ada beberapa penyakit hati yang mempengaruhi perlaku buruk dalam kehidupan manusia. Di antaranya; pamer (riya’), marah (al-ghadhab), frustrasi (al-ya’s), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur), dengki dan iri hati (al-hasd wal hiqd), angkuh dan sombong (takabbur atau al-ujub).
Penyakit hati tersebut yang menjadikan seseorang dalam hidupnya kurang mendapatkan penghormatan dan tempat dalam pergaulan sosial. Bahkan sampai meninggal dunia masyarakat enggan untuk bertakziyah, tidak ikut mensalatkan dan tidak turut serta mengantarkan jenazahnya sampai ke pemakaman.
Sifat-sifat tercela dalam diri manusia dapat mengantarkan sampai ke tempat yang paling dasar atau sejelek-jeleknya tempat. Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Tin: 5, yang aartinya; “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Ramadhan hadir untuk memberikan solusi sebagai terapi penyakit hati yang ada pada diri manusia. Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Siapa saja yang belum mampu menikah maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu akan menjadi perisai baginya dari kemaksiatan” (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, artinya; “Puasa itu adalah perisai” (HR. Muslim). Puasa berfungsi sebagai perisai atau benteng bagi hati seseorang untuk menahan dari sifat pamer, marah, rakus dengki, iri hati, angkuh, sombong, dan penyakit hati lainnya.
Secara harfiah, shiam (puasa) bermakna imsak (menahan diri dari). Jadi selain menahan makan dan minum, serta menahan syahwat bagi suami istri di siang hari. Secara makna luas, puasa mengandung pengertian menahan diri dari segala sesuatu yang bisa merusak nilai dan menghilangkan subtansi ibadah puasa.
Ramadhan merupakan momentum untuk menjaga hati dari segala penyakit yang bisa merusak amalan-amalan yang telah diperbuat. Dengan berpuasa seharusnya hati menjadi lebih bersih dan sehat (qalbu salim), serta bisa dijadikan modal untuk menghadap Allah, sebagaimana firman-Nya yang artinya; “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy-Syu’ara’: 89).
Dengan hati sehat akan mengembalikan martabat manusia sebagai makhluk yang terbaik dari segi bentuk dan unsur, serta amal perbuatannya. Sebagaimana dalam QS. At-Tin: 5, yang artinya; “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada terputus-putusnya”.
Semoga ibadah puasa di bulan Ramadhan benar-benar menjadi perisai dan pembersih hati nurani sehingga mampu menjaga dari penyakit hati. Amin. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.