Menggapai Berkah di Bulan 1000 Bulan
Agama | 2023-03-23 23:08:50Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
“Pada hari melaksanakan puasa, janganlah yang berpuasa mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan, dan tidak enak didengar. Dan jangan pula ribut hinggar-bingar bertengkar. Jika di antara kalian memakinya atau mengajak berkelahi, hendaknya katakan kepadanya:”Saya sedang Puasa.” (al Hadits)
Ramadan telah tiba
Bulan yang dinantikan telah tiba. Saatnya umat muslim berbenah mempersiapkan diri menyambut dan mengisi bulan yang diharapkan kedatangannya saat berdoa: Allohumma bariklana fii Rojaba wa Sya’bana wabalighna Romadhon, Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadan. Inilah jawaban atas do’a tersebut sehingga diperkenankan-Nya kita menikmati jamuan yang Allah suguhkan kepada siapapun yang melaksanakan puasa di bulan itu.
Saat berdoa meminta keberkahan atas rizki, ilmu, keluarga, keturunan, pekerjaan, kedudukan, jabatan, hingga sisa usia pada Rajab dan Sya’ban, serta berharap diizinkan-Nya memasuki Ramadan, maka ini lah momentum yang tepat untuk menjawab panggilan Allah ini dengan meluruskan niat dan kebeningan hati untuk melaksanakan puasa di Ramadan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan.
Bulan Agung Penuh Ampunan
Ramadan adalah bulan kesembilan dari tahun Islam. Bulan penuh dengan keagungan dan tidak terkira nilai di dalamnya. Keberkahan bulan ini sangat melimpah. Waktu demi waktu yang dilaluinya penuh dengan keutamaan. Sehingga seluruh amalan sunah dibalas dengan pahala wajib, dan ibadah wajib dihargai-Nya dengan berlipat-lipat.
Mengutip sebuah hadits dari Salman Al Farisi, bahwa baginda Rasul SAW telah menyampaikan khutbah di akhir bulan Sya’ban, yakni “Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu bulan yang agung, bulan yang penuh dengan keberkahan, yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik (nilainya) dari seribu bulan. Bulan yang mana Allah tetapkan puasa di siang harinya sebagai fardhu, dan shalat (tarawih) di malamnya sebagai sunah. Barang siapa mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikan (amalan sunnah), maka pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan-bulan yang lain. Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya seperti telah melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya.”
Ramadan pun merupakan bulan kesabaran dan kesempatan untuk memperbanyak sedekah. Pada bulan ini perilaku sabar akan dibalas dengan Surga, dan kedermawanan akan memiliki tempat agung di hadapan Allah. Seperti lanjutan hadits di atas, saat Rasulullah menegaskan bahwa, “Inilah bulan kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga. Bulan ini merupakan bulan kedermawanan dan simpati (satu rasa) terhadap sesama. Dan bulan dimana rizki orang-orang yang beriman ditambah. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka) orang yang berpuasa maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.”
Tentu di antara kita tidak memiliki kecukupan harta yang dapat kita dermakan. Tetapi Islam adalah agama yang sangat fleksibel, sehingga tidak menutup pintu bagi orang yang mau mengeluarkan sedekah dalam batas kemampuannya. Seperti yang ditandaskan Baginda Rasul saat para sahabat berkata: "Wahai Rasulallah! Tidak semua dari kami mempunyai sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka. Rasulullah menjawab: "Allah akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu.”
Begitupun dengan kesalehan sosial yang Rasulullah ajarkan di bulan yang pada permulaannya adalah rahmat, pada pertengahannya penuh dengan ampunan, dan di akhir fasenya merupakan pembebasan dari Neraka, adalah dengan perilaku saling tolong-menolong, termasuk meringankan beban kaum lemah. Sehingga Allah menjaminnya dengan Surga. Hal ini dipertegas dalam lanjutan hadits, yakni "Inilah bulan yang permulaannya (sepuluh hari pertama) Allah menurunkan rahmat, yang pertengahannya (sepuluh hari pertengahan) Allah memberikan ampunan, dan yang terakhirnya (sepuluh hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka. Barangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah Swt akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka."
Kemudian, hal-hal yang perlu diperhatikan dan diamalkan pada bulan mulia ini adalah dengan memperkuat keimanan dan memperbanyak permohonan ampun kepada Allah. Selain itu, Surga yang dijanjikan bagi orang yang bertakwa haruslah dapat kita raih dengan rido-Nya, serta bermunajat kepada Allah dijauhkan dari sengatan api Neraka. Hal ini pun ditekankan oleh Baginda, yakni "Perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang dua hal dapat mendatangkan keridhoan Tuhanmu, dan yang dua hal kamu pasti memerlukannya. Dua hal yang mendatangkan keridaan Allah yaitu syahadah (Laailaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah. Dan dua hal yang pasti kalian memerlukannya yaitu mohonlah kepada-Nya untuk masuk Surga dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka.Dan barang siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa (untuk berbuka), maka Allah akan memberinya minum dari telagaku (Haudh) dimana dengan sekali minum ia tidak akan merasakan haus sehingga ia memasuki Surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).
Persiapan menyambut Bulan Suci
Ramadan adalah saat yang paling dirindukan siapapun. Seluruh alam berdzikir, bergaung menggemakan ke Maha Agungan Allah. Saat itu ribuan malaikat melambaikan tangannya seraya mengucapkan “Marhabaan Ya Ramadhan. Selamat datang, wahai bulan suci!”. Ramadan bermakna api yang panas, yang seakan membakar seluruh dosa umat manusia. Sangat disayangkan bila momentum ini berlalu sia-sia tanpa makna dan arti. Sehingga manakala puasa berlalu, maksiatpun kembali berlaku, dan Ramadan berakhir, kembali kita pun ke perbuatan yang sia-sia.
Oleh karena itu, hal-hal yang harus dipersiapkan untuk menggapai bulan suci ini adalah dengan memperkuat iman. Yakinkan di dalam diri bahwa puasa sesungguhnya adalah perintah Allah yang Maha Memperhatikan , Maha Mengetahui segala keadaan hambanya yang sangat lemah, yang sangat mendambakan Kasih Sayang Allah, yang sangat merindukan Berkah, dan mengharapkan Ampunan-Nya. Sehingga dengan kekuatan iman maka yakinlah sehebat apapun godaan yang akan menghalangi kekhusuan ibadah, pastilah kita akan mampu melewatinya, dan akan mampu memasuki gerbang marhamah, gerbang kasih sayang Allah.
Dengan keyakinan bahwa puasa adalah perintah langsung dari yang memiliki seluruh alam raya ini, maka akan muncul keikhlasan dalam diri. Sehingga akan lurus niat, dan hanya mengharap ridha-Nya.
Sesungguhnya iman mutlak harus dipersiapkan sedini mungkin, karena dengan imanlah kita diseru untuk berpuasa, dan dengan imanlah kita akan dicetak menjadi insan yang bertakwa, insan yang hanya menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah semata.
Kemudian setelah itu adalah dengan mempersiapkan dan memantapkan ilmu. Sehingga ibadah puasa ini menjadi sesuatu yang sesuai dengan contoh dan ajaran Baginda Rasul SAW. Bukan hanya ikut-ikutan, atau karena malu kepada manusia.
Seperti diketahui bahwa segala sesuatu tanpa ilmu akan terasa hampa. Seperti berjalan tanpa arah, dan tidak mengerti tujuan yang akan dicapai. Sehingga akan terlunta-lunta dan tersesat. Tetapi manakala didasari dengan iman dan ilmu maka akan mencapai ridha Allah Swt. Hal ini ditegaskan Rasulullah saat ditanya oleh putrinya, Siti Fatimah ra, yakni “Ya Rasul, manusia kalau ingin ke Surga, harus dengan apa? Baginda Rasul menjawab: Dengan ‘Ilmu. Kemudian Siti Fatimah bertanya kembali: Kenapa bukan dengan shalat, puasa, zakat ? Rasulullah SAW menjawab: Bagaimana mungkin dia mendirikan shalat, mengerjakan puasa, menunaikan zakat, kalau dia tidak memiliki ‘ilmu.”
Ramadan adalah sarana yang efektif untuk mencari dan menggali ilmu, yang akan menjadi cahaya dan menjadi penerang di kegelapan alam kebodohan, serta menjadi penuntun dalam melaksanakan perintah Allah dengan benar menurut syara. Hal ini ditegaskan Rasul Nya yang bersabda: Al ‘ilmu Nuurun wal Jahlu zholmun. Ilmu bagai cahaya dan kebodohon adalah kegelapan.
Puasa yang ditopang oleh ilmu yang mantap maka puasa ini akan berdampak pada perenungan kita, betapa Allah telah menjadikan puasa ini dengan tidak sia-sia. Bukan hanya bermanfaat pada diri sendiri, tetapi merasakan penderitaan orang yang kelaparan, orang yang tidak seberuntung kita, yang pagi makan, siang tidak, yang sehari makan, sehari tidak. Sehingga timbul kepekaan, kepedulian sosial, dampak dari ‘ibadah puasanya orang yang ber’ilmu.
Akhirnya, puasa yang dikerjakan haruslah berbuah amal yang nyata, dan akan menjadi saksi kelak di akhirat. Dengan kata lain, amal yang berdampak pada peningkatan kualitas ‘ibadah. Sehingga puasa ini tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja, tetapi puasa yang berbobot, berisikan amalan-amalan saleh, buah dari keimanan yang kuat dan ‘ilmu yang mantap, sehingga amalan yang dihasilkannya pun adalah amal yang optimal.
Sumber: https://bit.ly/sambut_ramadhan_adhyatnikageusanulun
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.