Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alvin Eka Prasetya

Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Indonesia

Pendidikan dan Literasi | 2023-03-22 17:52:03

Sejarah telah membuktikan bahwa dunia ini digerakkan oleh orang-orang yang berpendidikan dan manusia-manusia unggul, yang kemudian dari pendidikannya itu mereka mampu menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi baru untuk menunjang kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Bagai api dengan asap yang tidak dapat dipisahkan, pendidikan dan sumber daya manusia pun demikian. Sebab, jika kita bicara tentang sumber daya manusia, maka kita tidak dapat melepaskan faktor pendidikan sebagai variabel yang mengikutinya. Istilah mudahnya “Pendidikan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas” Lantas bagaimana dengan sumber daya manusia dan pendidikan di Indonesia?

Mengutip pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Agustus 2019 yang mengusung tema “SDM Unggul, Indonesia Maju”. Di dalam pidato kenegaraan tersebut, Presiden mengatakan jika kita lebih fokus mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan menggunakan cara-cara baru, maka bonus demografi menjadi bonus lompatan kemajuan. Indonesia butuh SDM yang berbudi pekerti luhur dan berkarakter kuat, serta menguasai keterampilan dan ilmu pengetahuan masa kini dan masa depan. Pendidikan harus berakar pada budaya bangsa, memperjuangkan kepentingan nasional dan tanggap terhadap perubahan dunia. Keluarga dan lembaga pendidikan menempati peran sentral dalam pendidikan.

Jika landasan penilaian terhadap kualitas pendidikan di Indonesia yang mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas adalah indikator-indikator yang disampaikan Presiden dalam pidato kenegaraannya, maka dapat dengan tegas kita menilai jika pendidikan dan sumber daya manusia masih jauh dari kata berkualitas atau unggul.

Sebagai contoh, berdasarkan laporan Transparency Internasional pada tahun 2022 menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100. Angka ini menurun 4 poin dari tahun sebelumnya. Penurunan IPK Indonesia pada tahun 2022 menempati peringkat ke-110 secara global. Kemudian dalam hal lain misalnya, dilansir dari data World Population Review 2022, nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia adalah 78,49. Nilai itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-130 dari total 199 negara yang diuji. Contoh berikutnya juga masih segar dalam ingatan terkait hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2018 yang menunjukkan kualitas kemampuan matematika, sains, dan membaca Indonesia berada di peringkat 75 dari 81 negara dunia dengan skor 379. Belum lagi hasil survei kesopanan digital yang dirilis oleh Microsoft dalam Digital Civility Index (DCI) pada tahun 2020 yang menempatkan Indonesia pada posisi paling akhir se-Asia Tenggara. Kemudian yang tidak kalah mencengangkan adalah data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang tahun 2021 terdapat 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa.

Korupsi yang masih merajalela, budaya literasi rendah dan IQ yang rendah, serta minimnya etika dan moral di dunia nyata dan dunia maya jelas menjadi bukti bahwa pendidikan di Indonesia masih belum berhasil menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas atau unggul.

Tetapi, apakah hanya sektor pendidikan yang mengemban tanggung jawab untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul? Jawabannya adalah tidak. Tetapi, jika pertanyaannya apakah sektor pendidikan sektor yang memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang unggul? Jawabannya adalah iya. Hal ini sejalan dengan apa yang dimuat dalam kolom opini situs Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK) ditulis oleh Wenang Budi Aryo yang mengatakan terdapat beberapa hal yang harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan kualitas SDM antara lain, pertama adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan penataan terhadap pendidikan secara menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.

Berkaitan dengan penataan terhadap sistem pendidikan yang baik dan bermutu secara menyeluruh. Maka, kita tidak hanya sekadar berbicara tentang sebatas mengubah kurikulum atau infrastruktur. Kualitas pendidikan hanya dapat dijawab oleh seberapa besar perhatian kita terhadap:

Pertama, kualitas gizi pada fase prakonsepsi yang jarang sekali diperhatikan sebagai salah satu faktor fundamental dalam membangun sumber daya manusia sebelum mendapatkan pendidikan. Padahal, menurut Prof. Budi Wiweko yang merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang mengatakan jika membicarakan manusia itu harus bicara bahkan sebelum prakonsepsi. Artinya penting sekali memperhatikan gizi kesehatan si calon ayah, calon ibu hingga calon anak sebelum prakonsepsi yang tidak bisa didapatkan dari sekolah, melainkan pendidikan di rumah dan pendidikan di masyarakat. Bahkan sejak tahun 2013, organisasi kesehatan dunia (WHO) mulai menekankan pentingnya intervensi gizi dan pelayanan kesehatan prakonsepsi. Sebab, kegagalan mempersiapkan kehamilan akan berdampak buruk pada perkembangan janin selanjutnya yang akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan kehidupan keluarga pada waktu yang tepat sebelum menikah sesuai siklus kesehatan reproduksi. Gizi prakonsepsi sangat berpean penting sebagai persiapan untuk melahirkan generasi yang lebih baik. Gizi yang mempenagruhi prakonsepsi adalah karbohidrat, lemak, protein, asam folat, vitamin A,C,E dan B12, mineral zinc, besi, kalsium dan omega-3.

Kedua, seberapa besar dan tinggi kualitas guru. Salah satu tantangan pendidikan di Indonesia saat ini adalah masalah masih rendahnya kualitas guru, padahal guru menjadi salah satu faktor utama yang dapat menentukan kualitas pendidikan, sebagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara “Anak hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Guru hanya dapat meraat dan mununtun tumbuhnya kodrat itu”. Guru berkualitas diibaratkan Ki Hajar Dewantara sebagai petani yang cakap, yang dapat menumbuhkan kodrat benih-benih untuk tumbuh dan hidup dengan baik dan subur.

Terkait pengelolaan kualitas guru, kita dapat berkaca kepada tetangga kita yaitu Singapura, negara yang merupakan salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik di dunia, di mana pengelolaan guru menjadi perhatian utama dalam sistem pendidikannya. Dalam artikel “How Singapore Developed a High-Quality Teacher Workforce” setidaknya Singapura sukses memprioritaskan 6 hal berikut dalam mendorong dan menghasilkan guru dengan jaminan mutu, antara lain: sistem rekrutmen yang andal, pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas, kompensasi dan kesejarteraan yang tinggi, pengembangan profesional, penilaian kinerja guru, dan pengembangan karir yang jelas.

Jika kita mampu mengelola dua hal yang merupakan fondasi utama dari sumber daya manusia dan pendidikan itu dengan tepat, maka Indonesia maju bukanlah sekadar angan atau cita-cita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image