Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Ketika Manusia Telah Berjarak dengan Bumi

Lentera | 2023-03-21 20:06:46

KETIKA MANUSIA TELAH BERJARAK DENGAN BUMI

“Kalau keluar rumah pakai sandal ya, Nak!” pesan seorang ibu ketika anaknya hendak pergi bermain;

“Aduuuh, kenapa main tanah seperti itu, nanti bajumu kotor semua”, seru seorang ibu melihat anaknya bermain tanah di kebun;

“Berolahraga kok nyeker gitu, memang telapak kakinya tidak sakit?” tanya seseorang kepada temannya yang sedang berlari pagi.

*****

Di zaman modern ini, terlebih yang tinggal di daerah perkotaan, alas kaki (sepatu, sandal) tak pernah lepas dari kaki kita. Kita bekerja selalu mengenakan sepatu. Kita bepergian ke luar rumah selalu mengenakan sandal. Sepertinya, sandal sudah menjadi bagian dari keseharian kehidupan manusia.

Di sisi lain, di daerah perkotaan nyaris tak ada lagi tanah. Dalam arti, jalan-jalan telah diaspal atau dibeton, termasuk jalan kampung maupun gang-gang. Halaman rumah atau kantor telah di-paving block. Demikian halnya di trotoar, tempat terbuka, fasilitas publik, dll. Semua tanah telah ditutup, dengan tujuan agar tidak becek.

sumber gambar: https://aktual.com

Pentingnya Tanah bagi Manusia

Menurut buku “Earthing, The Most Important Health Discovery” karya Clinton Ober, Stephen T. Sinatra M.D., dan Martin Zucker disebutkan bahwa persentuhan langsung antara telapak kaki dengan bumi (tanah) dapat mempengaruhi dinamika tubuh, pikiran, dan emosi manusia. Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan tanah sebagai sarana untuk mengelola pikiran dan emosi kita.

Ketika kita sedang dalam kondisi perasaan yang tidak enak (bad-mood), cobalah lepas alas kaki kita, lalu berjalan-jalanlah sehingga telapak kaki kita langsung menyentuh ke bumi. Lalu amati perubahan emosi yang terjadi pada diri kita.

Selain itu, kita dapat mengamati para petani yang setiap hari pergi ke kebun atau sawah tanpa menggunakan alas kaki. Bahkan, mereka bisa seharian berada di sawah, berkotor-kotor ria, terkena terik matahari, bercucuran keringat. Secara umum, kita dapat melihat mereka lebih sehat dan lebih kuat, memiliki daya tahan tubuh yang prima, tidak mudah sakit.

Termasuk rumah orang tua kita dulu pada umumnya adalah berlantaikan tanah. Tanpa disadari, mereka telah mempraktikkan teori Earthing dalam buku di atas. Sebelum tidur menginjak tanah, bangun tidur pun langsung menginjak tanah. Kemudian beraktivitas seharian juga menelapakkan kaki di tanah.

Seluruh kehidupan petani dan orang desa tak pernah lepas dari tanah. Mereka menjalin hubungan yang kuat (koneksi) dengan bumi. Aktivitas keseharian mereka selaras dengan bumi maupun alam semesta. Terjadi harmonisasi. Keseimbangan.

Demikian halnya dengan anak-anak yang sering bermain tanah atau lumpur, mereka cenderung sehat dan memiliki imunitas yang baik. Di sisi lain, mereka juga merasa bahagia dan betah berlama-lama. Oleh karena itu, jika anak-anak kita bermain tanah, sebaiknya kita tidak melarangnya hanya dengan alasan nanti kotor dan semacamnya (ingat iklan sebuah produk sabun, “Kotor itu baik lho” hahaha ..).

Tinjauan dari Ilmu Kesehatan

Bersatu dengan Bumi merupakan proses menyatunya manusia dengan Bumi dalam mengasah frekuensi alami listrik pada tubuh. Manusia secara ideal dapat mengoptimalkan kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan.Pakar kesehatan menyatakan bahwa partikel elektron Bumi bisa menetralisir radikal bebas dengan menggunakan tubuh manusia sebagai saluran menyalurkan energi karena Bumi mentrasnfernya ke tubuh manusia secara langsung.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Alternative and Complementary Medicine mengaitkan unsur Bumi dengan kemampuan untuk menyinkronisasi sekresi kortisol (hormon stres) sehingga menjadi lebih seimbang.

Dr. Daniel Chong, seorang dokter naturopati berlisensi di negara bagian Oregon, AS mengatakan bahwa “Unsur Bumi terkait dengan jaringan sehat dalam tubuh dan membuang elektron negatif. Jika ada penghalang, radikal bebas tidak akan masuk. Unsur Bumi melindungi Anda dari resiko terburuk kerusakan yang disebabkan manusia.” Ia juga mencatat bahwa unsur Bumi membantu mengurangi peradangan yang dapat menyebabkan perkembangan penyakit kronis seperti kanker dan arthritis. Apabila manusia menyentuh bumi akan membantu meningkatkan aliran sirkulasi darah.

Manusia adalah Seonggok Tanah yang Diberi Nyawa

Kita semua tentu menyadari bahwa kita berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Kita lahir, bertumbuh, dan wafat di bumi. Maka, menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan bumi adalah sebuah keniscayaan. Bahkan, manusia harus bisa membangun komunikasi yang efektif dengan bumi dan alam semesta.

Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah kita memelihara dan merawat bumi ini dengan sebaik-baiknya. Tidak lagi membuang sampah sembarangan, menggunduli hutan, melakukan penambangan secara liar, maupun tindakan lainnya yang dapat merusak tanah. Kalau tidak, tanah dan alam semesta akan bisa marah, ditandai dengan adanya banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan peristiwa alam lainnya.

Manusia modern semakin berjarak dengan bumi. Mereka seakan lupa kalau sedang hidup di bumi. Teknik Earthing di atas setidaknya bisa membangun kembali kesadaran kita akan pentingnya bumi bagi kita. Apabila saat ini kita sedang membangun rumah, sisakan sedikit tanah untuk kita injak. Misal, di bagian samping atau belakang rumah. Atau jika memang tidak memungkinkan, kita bisa dengan sengaja setiap weekend jalan-jalan tanpa menggunakan alas kaki, syukur kita cari jalan yang masih berupa tanah atau di lapangan terbuka.

Teknik Earthing adalah salah satu cara untuk meraih kesehatan fisik maupun mental secara mudah dan murah. So, masih ingatkah kita, kapan terakhir kali kita menapakkan kaki kita di tanah?

Referensi:

Buku kitab Ilmu Vibrasi: Manusia, Tuhan, dan Alam Semesta karya Arif Rahutomo

Website: aktual.com

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image