Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Munggahan Bersama Siswa

Curhat | Tuesday, 21 Mar 2023, 00:26 WIB
Sumber: dokumen pribadi

Senin, 20 Maret 2023, merupakan momen pertama kalinya saya dan seorang sahabat sekaligus rekan kerja munggahan bersama siswa, tepatnya siswa kelas X yang kami ajar. Munggahan ini bukanlah "acara" yang direncanakan sebab itu terjadi secara dadakan, tepatnya berawal dari pernyataan sahabat saya saat kami berinteraksi melalui perbincangan di WhatsApp sehari sebelumnya, Ahad siang.

"Aku bawa liwet sama sambal ijo besok, insyaAllah," begitu kata sahabat saya.

"Mantap... Makan bareng Prajurit g?"

"Iya, boleh Teh. Hehehe..." ujar teman saya di perbincangan WhatsApp.

Prajurit merupakan sebutan yang kami berikan kepada empat sekawan yang tak lain merupakan siswa yang kami ajar. Mereka termasuk siswa yang rajin, penurut, jujur, bijaksana, humoris, serta introver. Kira-kira karakter seperti itulah yang kami amati terhadap mereka selama hampir dua semester ini. Mereka juga dapat disebut sebagai teman sefrekuensi--istilah masa kini. Namun, di Senin ini personel Prajurit tidak lengkap karena seorang di antaranya sedang sakit.

Setelah sahabat saya mengungkapkan akan membawa nasi liwet dan sambal ijo, kami bersepakat untuk memberitahukan hal tersebut kepada Prajurit. Mereka pun merespons dengan baik dan tangan terbuka.

Senin siang, tepatnya menuju istirahat kedua, saya "bertugas" memanggil Prajurit untuk segera munggahan di salah satu tempat yang cukup nyaman bagi kami. Mereka pun datang dengan wajah semringah meski sedikit malu-malu. Saya hanya bisa tertawa melihat mereka seperti itu.

Waktu makan yang dinanti pun tiba. Kami mengambil nasi liwet berisi teri nasi ke piring masing-masing. Tak lupa sambal ijo yang begitu nikmat sebagai pelengkapnya. Di piring kami, tidak hanya berisi nasi liwet dan sambal ijo, tetapi juga gorengan: bakwan serta tahu dan tempe goreng, kerupuk, dan juga mentimun. Menu yang sangat sederhana, tetapi menciptakan rasa kebersamaan yang tidak biasa.

Selesai makan, kami: saya, sahabat, dan Prajurit, saling bercerita. Ya, kami bercerita secara spontan, tanpa tema yang pasti, mengalir begitu saja, mulai dari kisah lucu, pengalaman tidak terlupakan, kenakalan di masa kecil, saling bercanda, bahkan berkaitan dengan peristiwa horor. Cerita-cerita yang kami bagikan dan dengar itu tidak terlepas dari pengalaman hidup keseharian.

Meski demikian, satu hal yang menurut saya menjadi catatan penting ialah berkumpulnya kami dengan tujuan awal munggahan, ternyata menciptakan suasana keakraban yang cukup nyaman antara guru (saya serta sahabat) dan para siswa (Prajurit), tetapi tetap ada batasannya. Saya dan sahabat tidak menyangka bahwa Prajurit terbuka menceritakan kenakalan yang pernah dilakukan sewaktu kecil serta pengalaman-pengalaman mereka yang tidak terlupakan. Di momen ini pula para personel Prajurit saling bertukar cerita tentang itu--sebelumnya mereka tidak saling bertukar cerita terkait hal tersebut.

"Saya tidak menyangka, ternyata kalian ini termasuk bocah laki-laki yang aktif sewaktu kecil. Beda dengan sekarang, ya, pendiam, kalem," kata saya disambut dengan tawaan pelan mereka.

"Iya, Teh, biasanya kalau masa kecilnya aktif, sudah besarnya diam," ujar sahabat saya. Saya pun mengiyakan.

Selanjutnya, saya dan sahabat menceritakan masa kecil dan remaja kami, terutama di saat sekolah, beserta kisah horor dan tragedi--kecelakaan motor--yang pernah kami alami. Prajurit menyimak dengan saksama. Sesekali mereka menanggapi serius atau dengan candaan. Mungkin, pikiran dan perasaan mereka selaras menyatakan, "Gak nyangka ternyata guru kita pernah merasakan itu."

Sebelum bubaran, saya, sahabat, dan Prajurit menyempatkan foto bersama. Ya, foto ini menjadi dokumentasi kami, bahkan bisa saja menjadi "pengalaman tidak terlupakan" karena dapat terwujud munggahan antara guru dan siswa.

Menurut saya, munggahan tersebut menciptakan suasana yang (semakin) akrab antara guru dan siswa, yakni saya, sahabat, dan Prajurit. Menjalin keakraban dengan siswa, terlebih bagi siswa SMA/SMK yang notabene berada dalam tahap usia remaja, tidaklah mudah. Dengan adanya keakraban tersebut, secara tersirat siswa merasa nyaman, bahkan menumbuhkan rasa percaya mereka kepada gurunya untuk menceritakan hal yang selama ini mungkin belum pernah mereka ceritakan. Dengan kata lain, guru (dalam hal ini kami: saya dan sahabat) tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga teman bagi siswanya (Prajurit), dan dengan tetap berpegang teguh pada norma kesopanan, terutama sikap Prajurit yang tetap begitu santun menghormati kami.

Saya bersyukur acara munggahan bersama sahabat dan Prajurit berjalan dengan lancar disertai canda tawa ceria. Ini merupakan salah satu bentuk rezeki dari-Nya. Saya berharap semoga kelak dapat terjadi lagi momen seperti ini meski (mungkin) dengan siswa-siswa yang lain. Aamiin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image