Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Narkoba Merusak Generasi

Agama | Sunday, 19 Mar 2023, 10:54 WIB

Puluhan pelajar putih abu kedapatan menggunakan narkoba sintetis. Total 38 pelajar dari SMAN 1 Lembang dan sekolah lainnya di Kabupaten Bandung Barat (KBB), ditangkap aparat kepolisian karena terbukti mengonsumsi narkotika jenis tembakau sintetis. (Tribunnews, 17/3/2023)

Fenomena ini sangat meresahkan. Narkoba telah menyasar generasi muda dan beredar di kalangan pelajar. Sifat narkoba yang merusak tubuh dan akal menjadikan seseorang tidak mampu menghukumi sesuatu, apakah baik atau buruk, benar atau salah. Maka jika hal ini dibiarkan terjadi, kehidupan umat akan semakin berat, sebab anak-anak bangsa gamang memikul beban peradaban.

Dalam kehidupan sekularisme, narkoba beredar, diperjualbelikan, dan dikonsumsi. Rantai penyebarannya menyusup secara masif di dalam tubuh umat. Karenanya perlu kekuatan pemerintah untuk memutusnya dari sejak hulu hingga hilirnya, agar benda ini dijauhkan dari masyarakat yang merindukan kebangkitan hakiki.

Narkoba adalah masalah baru, yang belum ada masa imam-imam mazhab yang empat. Narkoba baru muncul di Dunia Islam pada akhir abad ke-6 hijriyah (Ahmad Fathi Bahnasi, Al Khamr wa Al Mukhaddirat fi Al Islam, (Kairo : Muassasah Al Khalij Al Arabi), 1989, hlm. 155).

Hadis dengan sanad sahih dari Ummu salamah RA bahwa Rasulullah SAW telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan (muskir) dan melemahkan (mufattir). (HR Ahmad, Abu Dawud no 3686). (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jinaiyah Al Islamiyah, 1/700). Mufattir (tranquilizer), adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha, hlm. 342).

Disamping nash, haramnya narkoba juga dapat didasarkan pada kaidah fiqih tentang bahaya (dharar) yang berbunyi : Al ashlu fi al madhaar at tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 1/24).

Kaidah ini berarti bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, hukumnya haram, sebab syariah Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya. Dengan demikian, narkoba diharamkan berdasarkan kaidah fiqih ini karena terbukti menimbulkan bahaya bagi penggunanya.

Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Pengguna narkoba yang baru, berbeda hukumannya dengan pengguna lama. Berbeda pula dengan pengedar dan pemilik pabrik narkoba. Ta’zir yang dikenakan, bisa sampai pada tingkatan hukuman mati. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).

Selain persanksian, Islam mewajibkan negara memberikan edukasi dan menancapkan nilai-nilai akidah yang kuat, agar masyarakat terpacu berprestasi di hadapan Allah, hingga tidak lagi tertarik menggunakan narkoba atau beraktivitas sia-sia. Remaja diberi peran besar dalam memimpin peradaban, yang membutuhkan kesungguhan dan kerja keras serta support system yang kuat dari keluarga, masyarakat dan juga negara.

Suasana keimanan tercipta dalam kehidupan masyarakat Islam. Negara menjamin tegaknya hukum Allah. Bahkan masyarakat pun menjadi mekanisme kontrol terhadap penjagaan ketakwaan di tengah masyarakat. Lingkungan yang kondusif dengan penerapan syariat, menjadikan pelaku malu bermaksiat kepada Allah.

Inilah sistem kehidupan terbaik yang berasal dari Allah, yang akan menjaga generasi dari segala bentuk kerusakan. Agar tetap pada predikat utamanya sebagai khoiru ummah. Kuntum khoiru umma ukhrijat linnaasi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image