Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Prabowo sebagai Suksesor dan Masa Depan Ketenagakerjaan

Politik | Saturday, 18 Mar 2023, 04:22 WIB
Ilustrasi Prabowo sebagai suksesor - dok Republika

Kaum pekerja milenial menjadi penentu dalam Pemilu 2024 karena secara demografi jumlahnya sangat besar. Ketenagakerjaan merupakan isu yang paling strategis sekaligus krusial ditengah masyarakat. Sebagai figur suksesor kepemimpinan nasional, Prabowo Subianto perlu memahami aspirasi kaum milenial serta memiliki pemikiran dan solusi yang bagus terkait masa depan ketenagakerjaan.

Persepsi publik menyatakan bahwa Menhan Prabowo Subianto adalah sosok yang akan menjadi penerus Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sinyal suksesi kepemimpinan nasional yang mengarah kepada Prabowo terlihat dari pernyataan Jokowi yang lengket dalam pikiran rakyat yang menyebut “setelah ini merupakan jatah Prabowo”. Tak kurang dari Jubir Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan sang ketum merupakan figur yang paling tepat untuk menjadi suksesor Jokowi.

Indikator lainnya adalah akhir-akhir ini intensitas kebersamaan antara Jokowi-Prabowo semakin meningkat dan semakin mesra. Seperti terlihat dalam acara istighosah dan doa bersama Rabithah Melayu-Banjar, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Jumat (17/3/2023). Prabowo diajak oleh Jokowi untuk hadir dalam kegiatan tersebut.

Prabowo telah melakukan terobosan di bidang pertahanan negara. Di sektor ekonomi, Prabowo memiliki pemahaman yang cukup mumpuni. Menghadapi pemilu 2024 Prabowo mesti memiliki program yang lebih progresif dan massive action untuk pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja nasional menghadapi kondisi global yang semakin disruptif dan penuh gejolak. Dalam era sekarang dan selanjutnya sistem kerja dan beban pekerjaan berubah drastis. Para pekerja milenial semakin rentan mengalami kehilangan pekerjaan meskipun berkerja di perusahaan teknologi. Bahkan perusahan teknologi kelas dunia semakin banyak yang melakukan PHK akhir-akhir ini.

Sebagai Menhan Prabowo Subianto tentunya sangat paham terkait dengan keterkaitan antara bela negara dengan masa depan ketenagakerjaan. Bahwa lapangan kerja akan didominasi oleh aktivitas startup (usaha rintisan) yang dipenuhi oleh pekerja milenial. Agenda besaar bangsa kedepan adalah bagaimana menjadikan startup sebagai garis depan komponen bela negara yang mampu menciptakan lapangan kerja yang layak sebanyak-banyaknya. Adapun program yang akan diprioritaskan untuk mendapatkan program pendanaan startup ialah produk inovasi di delapan sektor, terdiri atas pangan, energi,kesehatan, rekayasa keteknikan, pertahanan dan keamanan, transportasi, kemaritiman dan multidisiplin dan lintas sektoral. Bela negara dalam konteks ketenagakerjaan termasuk bagaimana melindungi SDM nasional dari gempuran tenaga kerja asing (TKA). Serta meningkatkan daya saing dan kompetensi SDM nasional dengan berbagai terobosan.

Prabowo bersama massa buruh ( foto Republika )

Kondisi ketenagakerjaan tingkat global dan lokal terus diwarnai dengan tren negatif terkait adanya disparitas atau ketimpangan pasar. Berupa kurangnya tenaga kerja terampil atau ahli, terutama di sektor industri. Disisi lain spesifikasi penganggur sebagian besar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kondisi timpang diatas sesuai dengan laporan konsultan terkemuka dunia Hays. Dalam laporannya Hays Global Skills Index yang melakukan survei terhadap 30 negara menunjukkan adanya tren ketimpangan berupa semakin lebarnya jarak antara kebutuhan perusahaan akan pekerja trampil atau ahli dengan pencari kerja.

Pada era liberalisasi ketenagakerjaaan Prabowo sebagai calon pemimpin nasional mendatang mesti memiliki program atau agenda ketenagakerjaan yang mendesak untuk dilaksanakan. Agenda pertama adalah merombak secara total sistem latihan kerja dan mengalokasikan anggaran besar-besaran untuk membangun Wahana Latihan Kerja (WLK). Yang sebelumnya biasa disebut Balai Latihan Kerja (BLK).

WLK dimaksudkan untuk mewujudkan postur ketenagakerjaan yang siap menghadapi era 4.0. Saatnya membangun WLK yang mampu menjadi ruang atau wahana kreativitas untuk memperbaiki proses kreatif dan daya inovasi masyarakat. Pada gilirannya nanti proses kreatif tersebut bisa melahirkan profesi dan jenis usaha baru.

Wahana kreativitas itu tidak hanya infrastruktur gedung, tetapi dilengkapi dengan sejumlah instruktur tenaga kerja yang andal. Yang mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan workshop produk kreatif dan inovatif. Workshop tersebut memiliki nilai yang lebih strategis jika terkait dengan produk lokal yang tengah menuju proses standardisasi global. Metode dan materi latihan kerja sebaiknya dibuat banyak ragam terutama yang terkait dengan keragaman produk lokal dan budaya.

Eksistensi WLK perlu didukung dengan undang-undang agar bisa efektif operasionalnya dan skema pembiayaan bisa dicukupi. Belajar dari kegagalan BLK, selama ini para pengajar atau instruktur BLK kurang mendapatkan pengayaan atau peningkatan wawasan, pelatihan tambahan melalui seminar atau studi banding, sesuai bidangnya masing-masing. Akibatnya keahlian mereka yang diberikan kepada peserta kursus menjadi kadaluarsa.

Dengan adanya UU WLK muatan yang diberikan mampu memenuhi tren kebutuhan pasar naker lokal hingga di luar negeri. Berbagai portofolio kompetensi pasar ketenagakerjaan di luar negeri hendaknya juga menjadi muatan utama di WLK.

Melihat postur ketenagakerjaan Indonesia saat ini sangatlah menyedihkan, setiap tahun angkatan kerja bertambah 2,9 juta orang. Postur tersebut 60,25 persen di antaranya adalah tenaga kerja berpendidikan rendah setingkat SD dan SMP. Ironisnya, lulusan perguruan tinggi sebagian besar juga mengalami mismatch dan underqualified worker, sehingga kualitas kompetensi menjadi di bawah standar yang dibutuhkan dunia industri.

Postur SDM nasional tergambar dalam data ketenagakerjaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dimana jumlah angkatan kerja mencapai 127,67 juta orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut sebesar 47,37 persen masih didominasi oleh lulusan SD dan SD ke bawah, berpendidikan SMTP sebesar 18,57 persen dan SMTA beserta SMK sebesar 25,09 persen. Sedangkan lulusan diploma ke atas (DI, DII, DIII dan Universitas) hanya berjumlah 8,96 persen. Komposisi jumlah angkatan kerja diatas tentunya tantangan berat untuk bisa bersaing secara global.

Agenda ketenagakerjaan kedua yang krusial yang perlu dijalankan oleh Prabowo adalah mewujudkan Undang-Undang Pengupahan yang berkeadilan dan sesuasi dengan perkembangan zaman. Eksistensi tersebut juga terkait upah minimum yang mengatur UMK bulanan, harian, dan jam. Dengan adanya undang-undang maka ketentuan dan sangsi tentang struktur upah bisa diterapkan secara efektif. Penentuan struktur upah minimum sectoral kabupaten/kota (UMSK) bisa lebih obyektif. Bagi pekerja yang sudah memiliki masa kerja yang cukup serta jenis pekerjaan yang sudah establish maka upah sektoral merupakan faktor yang sangat penting. Karena terkait dengan struktur upah dan skala upah (SUSU).

Bagi para pekerja, UMSK merupakan gantungan masa depan yang harus diperjuangkan secara totalitas. UMSK juga menjadi barometer ekosistem industrial suatu daerah. Ada baiknya kita menyimak pertumbuhan tentang upah yang dikeluarkan Nikkei Asian Review. Ternyata pekerja di Asia mengalami pertumbuhan upah riil tertinggi di dunia.Pertumbuhan upah yang tinggi itu berkat perubahan struktur ekonomi regional yang semakin solid serta komitmen yang tinggi untuk mengelola portofolio kompetensi tenaga kerja menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan industri.

Negara Asia yang mengalami pertumbuhan upah tiga teratas adalah India, Vietnam, dan Thailand. Untuk India, upah riil tumbuh 4,7 %, menjadikan negara ini sebagai yang terbaik pada 2018. Untuk Vietnam dan Thailand tumbuh 4,5 %. India mengalami pertumbuhan karena program denominasi yang dilakukan Perdana Menteri Narendra Modi pada 2016. Pekerja di Vietnam mengalami kenaikan akibat konsumsi swasta semakin besar sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Selain itu, ekspor manufaktur Vietnam juga menjadi pendorong kenaikan upah yang cukup signifikan. Sedangkan untuk pekerja di Thailand mendapat kenaikan upah yang signifikan, karena Negeri Gajah Putih mendapatkan keuntungan dari posisinya sebagai pusat manufaktur regional di tengah membaiknya ekonomi global.

Mewujudkan UU Pengupahan merupakan agenda penting bangsa. Eksistensi UU Pengupahan yang baru selain harus menguatkan UU Ketenagakerjaan juga untuk mengantisipasi jenis-jenis lapangan kerja baru akibat digitalisasi ekonomi dan menyongsong era Industri 4.0 yang mulai berlangsung.

*) Arif Minardi, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Ketua Umum FSP LEM SPSI.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image