Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Merajut Persatuan Nasional dengan Kesetiakawanan Sosial

Info Terkini | Friday, 17 Mar 2023, 15:10 WIB
Negara harus terdepan dalam menghadapi sejumlah persoalan keadilan sosial. Foto: Republika

Sejarah membuktikan Indonesia adalah negara besar yang lahir dari kemajemukan. Rasa kesetiakawanan ini berubah menjadi sistem amunisi dan persenjataan sosial yang telah terbukti mampu menangkal semua ancaman bangsa dan negara. Bahkan, rencana Belanda menguasai kembali NKRI pada 20 Desember 1949 gagal total karena pendudukan di Yogyakarta tidak berhasil. Apa sebab? Saat itu, rakyat Indonesia menunjukkan tidak ada yang lebih penting daripada kemerdekaan hakiki. Semua konflik yang disebabkan perbedaan antar suku dan agama disingkirkan demi keutuhan dan kedaulatan NKRI.

Ciri khas kebersamaan dan semangat gotong royong ini tidak boleh hilang. Meski saat ini, seiring berkembangnya liberalisme yang didukung dengan individualisme di dalam masyarakat, berbagai kalangan khawatir semangat gotong royong sudah mulai pupus dari bangsa Indonesia. Penulis melihat semangat kesetiakawanan ini justru masih terjaga dengan baik, khususnya di saat Indonesia dilanda bencana alam.

Pada 2004, ketika terjadi tsunami di Aceh, seluruh rakyat Indonesia mulai anak-anak hingga dewasa menyisihkan sebagian harta mereka untuk disumbangkan masyarakat Aceh. Begitu pula ketika banjir, longsor hingga bencana gempa menimpa Yogyakarta, Jawa Barat dan daerah lainnya, semangat kesetiakawanan ditunjukkan dengan baik.

Saat ini, ketika bencana kembali menimpa beberapa wilayah di Indonesia, solidaritas kesetiakawanan sosial nasional pun mendapat tempat yang baik. Untuk implementasi hal itu, Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) hadir bersama Pemerintah, khususnya Kementerian Sosial RI. BK3S telah menjalankan sejumlah program pengentasan persoalan sosial demi terwujudnya keadilan di tengah masyarakat kita.

Dalam perjalanan kurang lebih satu dekade, BK3S menyimpulkan ada enam hal krusial yang berkaitan dengan optimalisasi program-program sosial di tanah air. Pertama, kesetiakawanan sosial berkaitan erat dengan keadilan sosial. Oleh sebab itu, negara harus terdepan dalam menghadapi sejumlah persoalan keadilan sosial. Dengan demikian, rakyat Indonesia akan merasakan secara konkret akan hadirnya negara dalam kehidupan sosial mereka.

Sesuai fungsi ideologi, Negara harus menggunakan kekuatan dan kekuasaannya dalam mobilisasi dan implementasi keadilan sosial ini. Dengan kekuatan yang ada, Negara harus mampu memobilisasi semua sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat secara adil. Secara otomatis, dari tengah masyarakat akan lahir rasa solidaritas tinggi dan kesetiakawanan sosial yang lebih optimal lagi. Ketidakadilan dapat menyulut berbagai persoalan besar dan merupakan stigma dari rasa apatisme terhadap aturan dan hukum, bahkan akan meningkatkan ketidaksetiaan terhadap negara. Ini tentu harus dihindari dan tidak boleh terjadi.

Kedua, membangun budaya dialog antar masyarakat atas persoalan yang dihadapi. Tidak bisa dimungkiri, ancaman disintegrasi bangsa sudah nyata akibat konflik sosial pada saat ini. Berbagai konflik ini berlatar belakang politik, agama dan kesukuan. Jika dibiarkan, maka hal ini akan menjadi ancaman serius, tidak hanya bagi kesetiakawanan sosial, namun juga pada keutuhan dan kesatuan negara kita. Dialog antar masyarakat dibarengi dengan semangat membangun toleransi antar elemen masyarakat. Pendekatan budaya dan kearifan lokal akan lebih efektif dalam membangkitkan nilai-nilai toleransi.

Ketiga, optimalisasi kesetiakawanan sosial melalui jalur pendidikan. Semangat kesetiakawanan sosial nasional ini secara eksplisit tercantum dalam TAP MPR No. II/MPR/1993 yang berbunyi, “Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi masa depan.”

Di dalam UU Sisdiknas pun disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Dengan poin-poin tersebut, semangat dalam pendidikan nasional sejatinya juga mencakup semangat kesetiakawanan sosial nasional yang terdiri dari saling menghargai, mengedepankan kepentingan negara, toleransi, gotong royong dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka sudah selayaknya materi-materi tentang kesetiakawanan sosial diperbanyak di sekolah dan perguruan tinggi.

Keempat, Pemerintah harus memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang kian pesat dalam optimalisasi kesetiakawanan sosial nasional. Di tengah gempuran hoaks yang bisa meruntuhkan keutuhan NKRI, maka negara tidak boleh kalah. Sekarang ini, Informasi yang menyesatkan tentang peristiwa di daerah lain sangat mudah viral. Ini tentu menjadi ancaman, jika ternyata informasi itu berkelindan dengan misi-misi jahat kelompok tidak bertanggung jawab. Justru, negara harus memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung program-program kesetiakawanan sosial nasional. Dengan bantuan aplikasi berbasis internet, tentunya akan memudahkan Pemerintah untuk sosialisasi program dan menghubungkan antar elemen masyarakat tanpa batas waktu dan tempat.

Kelima, melibatkan tokoh agama untuk meningkatkan solidaritas antar elemen masyarakat. Indonesia adalah masyarakat yang tidak bisa lepas dari nilai-nilai religiositas. Dalam pengalaman BK3S, akan lebih mudah menggandeng tokoh agama untuk menyerukan nilai-nilai kebaikan universal, seperti tenggang rasa, saling menghormati, dan membuang jauh rasa permusuhan terhadap kelompok berbeda.

Apalagi ketika masyarakat ditimpa musibah, tokoh agama memegang peran penting. Dengan memupuk untuk bangkit dari keterpurukan dan menyiram ruhani mereka dengan nilai-nilai agama. Itu akan lebih efektif.

Keenam, keteladanan kepemimpinan akan berkaitan erat dengan terwujudnya kesetiakawanan sosial nasional. Ini menjadi hal penting yang tidak boleh diabaikan. Ketika rakyat Indonesia dipertontonkan dengan kasus korupsi elit politik, maka itu akan menggerus kesetiakawanan sosial dalam masyarakat. Dibutuhkan keteladanan dari para pemimpin bangsa agar lebih dulu mempraktikan seperti apa kesetiakawanan tersebut. Jika sudah terwujud, maka akan sangat mudah bagi masyarakat untuk mempraktikkan apa yang telah dicontohkan.

Penulis memiliki optimisme yang sangat tinggi Indonesia akan lebih baik jika kesetiakawanan sosial nasional ini bisa dioptimalkan di tengah masyarakat. Tidak ada yang lebih indah, dibandingkan hidup dalam kebersamaan, saat suka atau pun duka. Persatuan dan kesatuan tidak boleh menjadi slogan kosong semata. Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh. (*)

Penulis adalah Ketua Umum BKKKS periode 2020-2025

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image