Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Labiyatun Naziroh

Kecamatan Dramaga Dilanda Krisis Lahan. Petani di Desa Ciherang: Kebanyakan Pinjam Modal ke Tengkula

Info Terkini | 2023-03-14 19:32:36
Lahan pertanian di Desa Ciherang ditanami ubi dan jagung
Lahan pertanian di Desa Ciherang ditanami ubi dan jagung

BOGOR (14/3/2023) - Desa Ciherang saat ini mengalami krisis lahan pertanian. Hal tersebut terjadi karena banyaknya perumahan yang dibangun di desa tersebut.

Sektor pertanian di desa Ciherang, Kecamatan Dramaga Bogor bisa dikatakan cukup mengkhawatirkan. Para petani yang seharusnya memiliki lahan sendiri justru hanya bisa menggarap di lahan milik warga lain.

Karsa, petani asal Cibeureum yang menggarap di salah satu lahan yang ada di Desa Ciherang mengatakan bahwa tanah di desa tersebut memang cocok untuk ditanami tumbuhan apapun seperti padi, ubi dan jagung. Selama kurang lebih 15 tahun, Karsa tinggal di Desa Ciherang dan menjadi penggarap di sana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Ini tanahnya punya orang sini. Saya hanya menggarapnya saja” ucap Karsa salah satu petani yang menggarap di Desa Ciherang.

Sebelumnya, tutur Karsa, lahan tersebut ditanami oleh padi. Namun karena aliran air yang semakin sulit, lahan tersebut saat ini digunakan untuk menanam ubi dan jagung.

“Dulu di sini ditanami padi yang aliran airnya berasal dari warga. Sekarang lagi mau ditanami ubi sama saya dan petani yang lainnya juga”.

Pupuk yang biasanya digunakan oleh Karsa dan petani lainnya dibeli dari toko yang ada di desa tersebut.

“Pupuknya sih beli di sekitaran sini” kata petani asal Cibeureum tersebut.

Karsa biasanya menggunakan modal sendiri untuk menanam beberapa tanaman di lahan tersebut. Namun ketika tidak ada modal, biasanya Ia akan meminjam ke tengkulak. Kebutuhan hidup baik primer maupun sekunder memang menjadi faktor utama yang menyebabkan hal tersebut banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

“Kebanyakan pinjam modalnya ke tengkulak kalau tidak ada modal sendiri” ujar petani asal Cibeureum tersebut.

Nantinya, lanjut Karsa, hasil panen tersebut akan dibagi dua dan hasil panen yang didapatkan oleh Karsa biasanya akan dijual ke pasar-pasar terdekat.

Meskipun tidak semua jenis tanaman cocok untuk pertanian, tanah di Desa Ciherang bisa dikatakan sangat bagus untuk ditanami oleh tanaman padi, jagung dan ubi.

“Tanah disini cocok ditanami apapun tetapi tetap bergantung kepada cuaca juga. Kalau lagi ada air, biasanya disini ditanami padi. Tapi karena sekarang airnya cukup sulit jadi tanah ini sekarang lebih sering ditanami jagung dan ubi” ucap Karsa.

Permasalahan lahan menurut Karsa sebelumnya sejalan dengan ucapan dari Nanang, selaku Kepala Urusan Perencanaan di Desa Ciherang. Menurut penuturan Nanang, lahan pertanian di Desa Ciherang memang mengkhawatirkan karena adanya perubahan status tanah.

”Kondisi pertanian disini sebetulnya bisa dikatakan mengkhawatirkan. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan status tanah dari Elbe menjadi P2P” jelas Nanang.

Sebelumnya, status tanah di Desa Ciherang berstatus Elbe (lahan basah). Namun sekarang telah berubah ke status P2P. Nanang mengatakan, status Elbe artinya jika warga memiliki tanah beratus-ratus hektar, maka tidak bisa dijadikan perumahan. Sedangkan status P2P adalah kebalikannya. Meskipun warga memiliki beratus-ratus hektar tanah, tetap bisa diajukan untuk dijadikan perumahan.

“Elbe artinya lahan basah. Jika status tanahnya Elbe, mau punya tanah beratus-ratus hektar pun tidak bisa dijadikan perumahan. Tapi jika sudah menjadi P2P, perumahan dan pemukiman penduduk, memiliki tanah 10 hektar pun bisa dijadikan perumahan. Makanya perumahan di sini tumbuh subur dan menyebabkan kurang lebih 100 hektar hilangnya lahan pertanian di desa Ciherang” ucap Kepala Urusan Perencanaan Desa Ciherang.

Oleh sebab itu, ujar Nanang, pertumbuhan perumahan di Desa Ciherang lumayan banyak, yaitu di atas 12 perumahan.

Sebelumnya, diketahui bahwa terdapat delapan kelompok tani di Desa Ciherang. Namun sekarang hanya tersisa tiga saja sedangkan lima lainnya dibubarkan atau dihentikan. Selain itu, KWT (Kelompok Wanita Tani) pun yang awalnya ada lima kelompok sekarang hanya tersisa dua kelompok saja.

“Gapokan (Gabungan Kelompok Tani) juga ada. Kebetulan saya merangkap menjadi ketua Gapoktan di Desa Ciherang. Jadi, ada Gapoktan, Poktan dan KWT tetapi sekarang sudah hilang lima kelompok tani dan tiga kelompok KWT” jelas Nanang.

Sektor pertanian di Desa Ciherang saat ini diketahui hanya fokus ke beberapa tanaman saja. Berdasarkan keterangan dari Nanang, di RW 8 dominannya kepada pertanian padi, RW 5 balance yaitu setengah pertanian padi dan setengah perkebunan, sedangkan di RW 6 dominan kepada perkebunan.

Alasan terjadinya hal tersebut, ujar Nanang, yang pertama karena banyaknya perumahan yang berdiri hingga menyebabkan lahan pertanian hilang.

Oleh sebab itu, menurut Nanang inovasi harus terus berjalan sebagai solusi untuk menangani permasalahan lahan dalam sektor pertanian.

“Dulu saya punya beberapa inovasi, karena dilatarbelakangi oleh banyaknya lahan pertanian yang hilang, kita ganti bertaninya atau cara bercocok tanamnya di atas genting. Itu adalah inovasi pertama saya” tuturnya.

Kita lihat, lanjut Nanang, bertani di atas genting bukan berarti di gentingnya, tetapi gentingnya dibuat ulang dan nantinya menggunakan sistem seperti hidroponik.

Selain itu, Nanang juga memiliki inovasi lain untuk tetap memajukan pertanian di Desa Ciherang.

“Hilangnya lahan pertanian, bukan berarti kita berhenti makan beras karena kehidupan akan terus berlanjut. Jadi inovasi kedua saya adalah bercocok tanam di atas aliran sungai dimana nantinya tanaman menjadi terapung” jelas Ketua Urusan Perencanaan Desa Ciherang tersebut.

*Siti Labiyatun Naziroh, Mahasiswa Program Studi Komunikasi Digital & Media Sekolah Vokasi IPB University

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image