Melacak Politik Pendidikan di Indonesia
Pendidikan dan Literasi | 2023-03-08 15:50:24Majunya suatu bangsa tidak terlepas dari bagaimana bangsa tersebut mendidik generasinya untuk menjadi pionir dalam mewarisi nilai-nilai yang telah dikonsensuskan bersama. Ki Hajar Dewantara telah memulai misi tersebut lewat Taman Siswa yang didirikan sebagai bentuk resiliensi atas kolonialisme dan imperialisme, sebagai upaya untuk mendidik anak bangsa dengan nilai sosio-kultural yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pembahasan mengenai Politik Pendidikan juga merupakan pembahasan yang jarang sekali ditemui, padahal pembahasan mengenai isu ini sangat menarik untuk ditelaah serta ditelisik lebih jauh. Karena pada dasarnya, pendidikan saat ini juga bukan merupakan suatu ruang yang nirpolitik.
Jika kita mundur kebelakang untuk melihat bagaimana pendidikan di Indonesia saat ini, kita bisa melihat bahwa di zaman kolonialisme, para penjajah mengkonstruksikan pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan sumber daya manusia terdidik yang kemudian diperkerjakan dengan harga murah.
Namun walaupun konstruksi yang dibangun di zaman kolonial seperti halnya tersebut, tidak sedikit juga akhirnya para terdidik-terdidik inilah yang akan menjadi tonggak awal penggagas kemerdekaan, mereka yang melihat perubahan tersebut harus dimulai dengan kesadaran akan bentuk-bentuk penjajahan yang telah dilakukan di Bumi Nusantara. Soekarno, Muhammad Hatta, Tan Malaka, merupakan tokoh-tokoh yang bisa kita lihat sebagai bagian kecil dari kaum terdidik yang menginginkan adanya perubahan tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Soekarno, Hatta, serta Tan Malaka sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh Paulo Freire bahwa Pendidikan harusnya menjadi sarana transformasi sosial, Pendidikan menurut Paulo Freire harus berorientasi untuk membebaskan manusia dari kungkungan rasa takut dan tertekan akibat otoritas kekuasaan /penindasan (Freire Paulo, 2008).
Naas nya pendidikan tak jarang menjadi alat untuk menyukseskan berbagai agenda politik, bagi mereka yang menyadari hal ini, mereka yang memiliki agenda politik tertentu akan menggunakan pendidikan sebagai sarana melegitimasi sesuatu, entah agar sesuatu tersebut dibenarkan, atau mungkin mendistorsi suatu sejarah tertentu. Dan tentu upaya yang dilakukan tersebut sebagai upaya menyeragamkan pandangan publik atas suatu hal.
Era Orde Baru misalnya, di era presiden Soeharto dibentuklah suatu Kurikulum dimana di dalam sekolah Negeri harus memiliki mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila), dimana pelajaran ini merupakan penegasan serta penyatuan ideology bangsa yakni Pancasila. Di tahun 1982 juga ditetapkan Pancasila sebaga ideology tunggal bangsa, dalam pidato tahunannya di depan DPR, 16 Agustus 1982, Presiden Soeharto menegaskan bahwa seluruh kekuatan sosial politik harus menyatakan bahwa dasar ideology mereka satu-satunya adalah pancasila. (Effendi, Islam dan Negara)
Dari penjabaran diatas, jika dengan kritis kita telaah, mengapa presiden Soeharto dimasa itu sampai harus memasuki ranah pendidikan dengan membuat mata pelajaran PMP (pendidikan moral pancasila) itu dikarenakan ketika dimasa transisi dari Soekarno ke Soeharto, terdapat peristiwa G30S PKI yang berujung pada Pembantaian pada seluruh orang PKI serta seluruh orang yang dianggap beraviliasi dengan PKI.
Maka hubungannya adalah, untuk melegitimasi perbuatan tersebut, Soeharto harus mendapat dukungan public bahwa apa yang telah dilakukan olehnya tersebut merupakan tindakan yang dibenarkan serta ideology PKI merupakan ideology yang melenceng dari nilai-nilai pancasila.
Itu artinya dengan kepentingan Politik yang terjadi di era Orde Baru, Soeharto harus memasuki serta mengintervensi dunia pendidikan, untuk melegitimasi apa yang telah dilakukan, agar masyarakat berfikir bahwa apa yang dilakukan Soeharto merupakan bentuk Bela Negara serta menjauhkan Indonesia dari serangan ideology-ideologi berbahaya yang berusaha mengkontaminasi masyarakat.
Pada akhirnya institusi pendidikan layaknya anak yang harus terus beradaptasi terhadap orang tuanya, melakukan berbagai penyesuaian dengan berbagai permintaan, agar dana pendidikan dapat dicairkan. Kurikulum yang seharusnya disusun untuk menyesuaikan kebutuhan materi siswa harus disesuaikan dengan kurikulum yang telah dibentuk ditingkat pusat.
Apa yang terjadi tersebut masih sangat relevan dengan apa yang terjadi saat ini, dimana berbagai kurikulum yang dibuat diberbagai institusi pendidikan Negeri, haruslah menyesuaikan dengan kurikulum yang telah ditetapkan ditingkat pusat jika institusi tersebut menginginkan terealisasikannya dana pendidikan.
Saat ini dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia pasca reformasi, Anggaran yang diperuntukkan dalam institusi Pendidikan digelontorkan sebesar 20% dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang secara jelas dalam pasal 31 ayat 4 UUD 45 amandemen ke -4.
Nadiem Makarim sebagai Menteri, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbud Ristek), sebagai seorang Menteri dengan usia yang masih cukup muda, dan dengan berbekal pendidikan luar Negerinya, Nadiem Makarim telah banyak melakukan berbagai inovasi dibidang Pendidikan. Salah satunya dengan memperkenalkan gagasan Merdeka Belajar.
Ditingkat Perguruan Tinggi, Nadiem Makarim memperkenalkan Kampus Merdeka sebagai konsep yang ditawarkan pada perguruan tinggi dimana konsep ini memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, dan merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai (Baca Buku Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka).
Perlu diketahui juga bahwasanya Menteri Kemendikbud Ristek, Nadiem Makarim juga merupakan seorang pebisnis yang telah dikenal di Indonesia ini, tercatat Nadiem merupakan Co-Founder serta Managing dari Zalora Indonesia, juga merupakan Chief Innovation di Kartuku, dan sebagai Founder dari perusahaan besar Go-Jek. (Kompas, 01/10/2022).
Dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Jokowidodo saat ini, bisa kita lihat bahwa iklim investasi serta bisnis menjalar pada berbagai kebijakan yang ada, salah satu kebijakan yang jelas berorientasi pada investasi dan bisnis yakni dengan dibentuknya Undang-Undang Ciptakerja yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan namun kembali hadir melalui Perpu Ciptakerja.
Dengan meningkatnya iklim investasi di pemerintah tersebut nampaknya mulai mendorong bahwa diperlukannya kontribusi akademik guna menopang bahwa aktivitas tersebut merupakan aktivitas ilmiah, dan ini juga yang menyebabkan masuknya kepentingan politik dalam investasi dengan pendidikan pada ranah pendidikan tinggi.
Dengan diterapkannya Merdeka Belajar, para mahasiswa dapat mengkonversi SKS dengan proses magang pada berbagai perusahaan, dengan tujuan dapat meningkatkan skill mahasiswa jika nantinya telah menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi. Karena jika dilacak lebih jauh, program yang diberikan pada perguruan tinggi dengan melakukan magang pada perusahaan merupakan bentuk eksploitasi terhadap mahasiswa.
Dalam proses magang yang dilakukan, mahasiswa kerap kali tidak mendapatkan hak dan kewajibannya, mereka dipaksa untuk melakukan tugas yang sama halnya dengan karyawan, namun terkadang dibayar dengan harga yang murah bahkan mungkin tidak dibayar, dan tentu yang terjadi ini tidak berbeda dengan yang terjadi di zaman kolonial dimana perusahaan mendapatkan keuntungan dengan para pekerja terdidik, dan dengan mengeluarkan cost yang murah dalam membayar para pekerja tersebut.
Hubungan politik dengan pendidikan tidak pernah bisa dipisahkan, bahkan seperti dua mata koin yang bergandengan, berbagai kebijakan pendidikan yang kerap diambil tidak terlepas dari bagaimana kebijakan politik yang terjadi, tidak jarang juga institusi pendidikan dipaksa dan terpaksa untuk mengikuti kebijakan kepentingan politik yang sebenarnya tentu jauh dari kebutuhan para peserta didiknya.
Referensi
Freire Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas,terjemahan F Danuwinata, Jakarta, LP3ES (2008)
Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998
Buku Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.
https://www.kompas.com/edu/read/2022/10/01/080300971/profil-nadiem-makarim-pendidikan-hingga-karier-bisnis-dan menteri?page=all#:~:text=Selanjutnya%2C%20Nadiem%20Makarim%20menjadi%20Chief,pembayaran%20non%2Dtunai%20di%20Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.