Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image UCare Indonesia

Anjuran Bersegera Lunasi Hutang Puasa!

Agama | Wednesday, 22 Feb 2023, 18:18 WIB
Sumber: freepik.com/atlascompany

Seorang muslim bila berhutang, maka dianjurkan untuk bersegera melunasinya. Pun, dengan puasa. Barang siapa tidak berpuasa atau membatalkan puasanya di bulan Ramadhan, baik karena sebab yang dibenarkan oleh syarak atau tidak, maka ia wajib menggantinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:

(Wajiblah dia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah: 184).

Puasa ganti hendaknya segera dilakukan untuk membebaskan diri dari beban hutang. Sebaiknya puasa ganti dilakukan secara berturut-turut, karena mengganti adalah mengikuti apa yang dilakukan bila tidak ada penggantian. Apabila tidak mampu melaksanakan puasa penggantian dengan segera, maka wajib mengusulkan dengan sungguh-sungguh untuk menggantinya. Boleh juga mengakhirkan puasa penggantian karena waktunya yang luas.

Semua hal yang diwajibkan serta memiliki waktu yang luas, maka dapat mengakhiri pelaksanaan penggantiannya dengan tujuan menunaikannya. Boleh juga melakukannya secara terpisah-pisah dan tidak berurutan. Akan tetapi, jika dalam bulan Sya'ban hanya tersisa beberapa hari sesuai dengan jumlah puasa yang wajib diganti, maka wajib menggantinya secara berturut-turut.

Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, mengingat waktu yang sempit. Tidak diperbolehkan mengakhirkan puasa penggantian sampai setelah bulan Ramadhan berikutnya tanpa adanya uzur. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Aisyah r.a., Ketika Rasulullah masih hidup, saya pernah mempunyai hutang puasa Ramadhan dan saya tidak mampu menggantinya kecuali pada bulan Sya'ban dikarenakan posisi Rasulullah (Muttafaq Alaih).

Hal ini menunjukkan bahwa waktu mengganti puasa bulan Ramadan adalah luas, hingga tersisa beberapa hari dari bulan Sya'ban yang hanya cukup untuk menggantinya. Namun wajib menggantinya sebelum masuk bulan Ramadan berikutnya.

Apabila seseorang mengakhirkan puasa penggantian hingga memasuki bulan Ramadhan berikutnya, maka ia wajib berpuasa untuk bulan Ramadhan tersebut, kemudian setelah selesai ia wajib menunaikan hutang puasanya pada bulan Ramadhan yang telah lewat.

Apabila yang membuatnya mengakhirkan puasa pembebasan santunan oleh syarak, maka ia tidak menanggung apa-apa. Akan tetapi jika hal itu ia lakukan bukan karena uzur yang dibenarkan syarak, maka di samping wajib menggantinya ia juga wajib membayar kafarat dengan memberi makan kepada orang miskin di setiap hari yang wajib ia ganti, sebanyak setengah sha” dari makanan pokok negerinya.

Apabila seseorang meninggal sebelum mengganti puasanya dan sebelum masuk bulan Ramadan baru, maka ia tidak ada tanggungan baginya, karena ia meninggal ketika masih ada waktu untuk mengganti puasanya. Jika ia meninggal setelah memasuki bulan Ramadan berikutnya dan belum mengganti hutang puasanya pada bulan Ramadan sebelumnya karena adanya uzur syar'i -seperti sakit atau dalam perjalanan-, maka ia tidak menanggung beban apa-apa.

Jika ia meninggal setelah memasuki bulan Ramadan baru dan belum menggantinya bukan karena uzur yang dibenarkan oleh syarak, maka ia wajib membayar kafarat. Hal ini dikarenakan ia telah meninggalkan kewajiban puasa. Pembayaran kafarat baginya dilakukan dengan mengambil sebagian harta warisnya untuk biaya pemberian makan kepada orang miskin sejumlah hari yang wajib ia ganti.

Apabila ada seseorang yang meninggal dunia dan ia memiliki kewajiban untuk melakukan puasa kafarat seperti puasa untuk kafarat zhihar- dan puasa wajib karena melakukan haji tamattu', maka orang-orang Islam yang masih hidup memberi makan kepada orang miskin atas nama orang tersebut sejumlah hari puasa wajibnya. Biayanya diambil dari harta peninggalannya. Jadi mereka tidak perlu melaksanakan puasa atas namanya, karena sebagaimana pendapat mayoritas ulama, puasa kafarat dan puasa haji tamattu' ini tidak bisa dikenakan oleh orang lain, baik ketika masih hidup maupun setelah mati.

Apabila ada seseorang yang meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa nazar, maka dianjurkan kepada walinya untuk berpuasa atas namanya. Anjuran ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah dan berkata. Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia mempunyai hutang puasa nazar, apakah saya perlu berpuasa atas namanya? Rasulullah menjawab: Ya.

Seorang wali adalah seorang ahli waris.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Hutang puasa nazar boleh dibayarkan oleh orang lain, namun tidak demikian untuk puasa fardu. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan ulama-ulama lainnya, juga pendapat Ibnu Abbas ra. Aisyah ra. Pendapat ini juga sesuai dengan dalil dan qiyas. Alasannya, karena nazar pada asalnya tidaklah diwajibkan oleh Allah, akan tetapi hamba sendiri yang mewajibkan atas dirinya, sehingga puasa tersebut sama dengan hutang, sebagaimana Rasulullah mengumpamakannya.

Puasa yang difardukan oleh Allah sejak asalnya, maka itu adalah salah satu rukun Islam. Apabila seseorang memiliki hutang atas puasa fardu ini, maka sama sekali tidak bisa ditanggung oleh orang lain. Hal ini seperti salat dan dua kalimat syahadat, karena tujuan dari salat dan syahadat itu sendiri adalah untuk menunjukkan ketaatan dan penghambaan manusia kepada Tuhannya yang merupakan tujuan dari penciptaannya. Semua ini tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, Orang yang masih hidup setiap hari memberi makan kepada orang miskin atas namanya dan inilah pendapat Ahmad, Ishaq dan lain-lain. Inilah yang sesuai dengan akal dan atsar. Karena nazar menjadi tanggungan ketika masih hidup dan baru bisa terlaksana setelah mati. Puasa Ramadhan, maka Allah tidak memintanya atas orang yang tidak mampu. Akan tetapi, Allah memerintahkannya untuk membayar tebusan, yaitu memberi makan kepada orang miskin.

Kewajiban mengganti puasa Ramadhan adalah bagi mereka yang mampu, bukan bagi mereka yang tidak mampu. Maka apabila tidak mampu melaksanakannya, maka kewajiban untuk menggantinya pun tidak perlu dipenuhi oleh orang lain. Puasa-puasa nazar, maka para ulama telah sepakat bahwa ia boleh digantikan oleh orang lain berdasarkan hadis-hadis sahih.

Daftar Pustaka: Al-fauzan, Saleh bin. 2020. Ringkasan Fiqih Islam (Ibadah & Muamalah) Yogyakarta: Penerbit Mueeza.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image