Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Narrisya Devita

Gender Mainstream: Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pemeliharaan Perdamaian PBB di Timtim

Eduaksi | 2023-02-17 15:39:48

Lebih dari 80% dari total keseluruhan warga negara Timor Leste menggantungkan hidupnya pada ekonomi subsisten pedesaan dan perempuan sangat jarang terlibat dalam kekuasaan karena mayoritas etnis menggunakan sistem yang patrilineal. Peran perempuan terbatas karena mendapatkan peran di rumah tangga saja. Angka kematian ibu yang melahirkan juga tinggi karena akses yang dimiliki perempuan sangat terbatas.

Foto Bendera Timor Leste (www.wikipedia.org)

Untuk melibatkan perempuan ke dalam perang melawan kolonialisme dan diskriminasi terhadap perempuan di Timor Leste, dibentuklah Organisasi Populer Perempuan Timor atau yang biasa disingkat OPMT. Ketika masa perlawanan kepada Indonesia, anggota OPMT menanam sayur untuk makanan pejuang kemerdekaan dan membantu merawat prajurit yang terluka. Perempuan juga mempertaruhkan nyawa mereka dengan berani bertindak sebagai mata-mata untuk membantu memperjuangkan kemerdekaan negaranya. Namun meskipun ikut berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan kemerdekaannya, kontribusi perempuan masih belum diakui karena tidak ada seorang pun perempuan yang masuk ke dalam daftar mantan kombatan FALINTIL untuk laporan kepada presiden pada tahun 2003. Hal ini membuat para perempuan tidak bisa mendapatkan hak sosial dan ekonomi sebagai veteran pejuang kemerdekaan.

Diperkirakan sebanyak puluhan ribu perempuan di Timor Leste mengalami pelecehan, penganiayaan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh tantara Indonesia karena mereka dicurigai aktif dalam perlawanan. Banyak juga laporan anak perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual dan dengan terpaksa harus membesarkan dan merawat anak-anak yang lahir dari perkosaan. Pernikahan sebagai salah satu bentuk intimidasi juga kerap kali terjadi untuk mencegah para perempuan melakukan balas dendam terhadap keluarga mereka. Selain itu, pada tahun 1982 terdapat dua bangunan di daerah Baucau dekat barak militer yang digunakan sebagai tempat perempuan-perempuan yang dipaksa melayani kebutuhan seks TNI di Timor Leste (www.pecsekretariat.multiply.com).

UNTAET adalah operasi pemelihara perdamaian PBB pertama yang mempunyai Gender Affairs Unit (GAU) yang menangani masalah kesetaraan gender. Didirikan pada bulan April 2000, GAU berkedudukan di Kantor Perwakilan SRSG yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan dan administrasi publik. GAU dipimpin oleh seorang spesialis kesetaraan gender senior dengan empat staf internasional dengan keahlian gender dan di bidang lain yang relevan. GAU bekerja dalam kerangka CEDAW, ECOSOC Agreed Conclusion 1997/2, BPFA 1995, dan the Secretary-General’s Directive tentang gender mainstrem dalam kesatuan PBB.

Misi GAU adalah mengintegrasikan kesetaraan gender dalam semua aspek operasi UNTAET dan memastikan partisipasi penuh perempuan dan laki-laki Timor Leste dalam pengambilan keputusan dan sebagai penerima manfaat dari layanan pembangunan, termasuk akses ke sumber daya. Awalnya, GAU mengembangkan kemitraan yang kuat dengan REDE (organisasi yang mempersatukan kelompok perempuan) untuk mempromosikan program aksi yang didukung oleh 500 perempuan pada Kongres Perempuan Timor Leste pertama pada bulan Juni 2000. Setelah mendukung REDE, SRSG mendorong semua kementerian UNTAET untuk mengimplementasikan rekomendasi terhadap forum khususnya, untuk merealisasikan kuota perempuan 30% dalam semua badan pemerintahan dan pelayanan publik. GAU mengembangkan rencana kerja berdasarkan Platform dan berkonsultasi secara teratur dengan REDE sebagai mitra utama (DPKO, 2001).

Mekanisme yang digunakan untuk mengarusutamakan kesetaraan gender di bidang operasional UNTAET adalah:

1. Memasukkan gender sebagai isu penting dalam setiap program dan membentuk kelompok kerja untuk memfasilitasi pemaduan isu gender dalam pekerjaan mereka.

2. Membuat kelompok kerja khusus untuk menangani isu-isu gender dalam legislasi, peradilan, hak asasi manusia, kejahatan berat, pelayanan publik, proses pemilu dan konstitusional serta menangani KBG.

3. Jaringan distrik menggunakan penilaian kesetaraan untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan gender di antara mitra PBB dan LSM di tingkat distrik dan sub-distrik

GAU memiliki fungsi pokok untuk meningkatkan kapasitas dan peningkatan kesadaran, mengumpulkan data analisis gender, pembuatan jaringan, legislasi dan analisis kebijakan, serta menyebarkan informasi acara khusus. Melakukan peningkatan kesadaran gender di antara semua staf militer dan sipil PBB merupakan salah satu prioritas GAU karena ini adalah pertama kalinya isu gender diintegrasikan ke dalam misi penjaga perdamaian untuk mengenalkan kesetaraan gender sebagai tanggung jawab bersama.

Sesi kesadaran gender khusus diadakan setiap dua minggu dan merupakan bagian dari program pengenalan wajib selama dua hari untuk semua karyawan baru. Penjaga perdamaian, polisi sipil, dan lembaga penegak hukum nasional dilatih secara teratur untuk meningkatkan kesadaran kesetaraan gender.

Tujuan dari informasi tentang kegiatan dan acara khusus adalah untuk menginformasikan program UNTAET kepada masyarakat umum tentang peristiwa terkini atau isu yang muncul. GAU juga menerbitkan majalah bulanan, Gender News, yang diterbitkan dalam bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Portugis lalu didistribusikan secara luas ke kabupaten dan LSM. Pada saat yang sama, akan ada acara khusus untuk merayakan Hari Perempuan Internasional dan kampanye Enam Belas Hari Aktivisme melawan Kekerasan Berbasis Gender.

Langkah pertama peningkatan kesetaraan selama periode masa transisi adalah promosi perempuan dalam proses politik, pemilu dan konstitusional KPU Independen sedang mengembangkan kebijakan kesetaraan gender untuk kegiatan yang mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam proses politik tidak hanya sebagai kandidat dan pemilih, tetapi juga sebagai komisioner pemilu, petugas TPS, dan pemantau pemilu.

Setelah Dewan Legislatif Nasional menolak isu kuota perempuan dalam aturan pemilihan Dewan Konstituante, SRSG meminta GAU untuk melakukan pelatihan kepemimpinan politik bagi calon perempuan yang memiliki potensi. Bekerja sama dengan UNIFEM, GAU mengadakan enam lokakarya yang dihadiri oleh 145 perempuan dari seluruh kabupaten. Tim kampanye pendidikan kewarganegaraan dibentuk, 40% di antaranya adalah perempuan. Sebuah komisi konstitusional juga mengikutsertakan 40% perempuan populer dalam audiensi publik, termasuk sesi khusus untuk perempuan.

Pemilihan Umum yang dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 2001 menghasilkan Majelis Konstitusi di mana 27 persennya adalah perempuan. Pada tanggal 15 September 2001, Administrasi Transisi Kedua didirikan dan dikenal sebagai Timor Leste Administrasi Publik, sebuah model yang akan membentuk pemerintahan independen yang baru. GAU berhasil mengkampanyekan gerakan perempuan nasional untuk menerima kepala kantor kementerian.

Secara paralel kelompok kerja Gender dan Konstitusi yang terdiri dari kelompok-kelompok perempuan melobi partai politik dan anggota Majelis Konstituante untuk melahirkan konstitusi. Sebuah "Piagam Hak Perempuan" dengan 10 poin kunci yang didukung oleh 7.500 tanda tangan didiskusikan dengan SRSG dan diajukan kepada Majelis Konstituante. Pada 22 Maret 2002, Konstitusi Timor Leste telah diadopsi dengan klausul kesetaraan dan penggabungan tujuh dari 10 pasal Piagam Perempuan (Ospina, 2006).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya