Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Nur

Justice Collaborator (JC) dalam Perspektif Hukum Islam

Agama | Wednesday, 15 Feb 2023, 19:30 WIB

Pada hari ini tepatnya tanggal 15 Februari 2023, Wahyu Iman Santoso selaku Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan keputusannya terhadap kasus yang menjadi perhatian publik pada beberapa bulan terkahir ini. Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau lebih dikenal dengan sebutan Barada E dalam kasus pembunuhan berencana terhadap alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, telah mendapatkan putusan hakim dengan sanksi pidana hukuman satu setengah tahun (1,6 bulan) atau jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan 12 tahun penjara. Lantas bagaimanakah pandangan hukum Islam terkait dengan Justice Collaborator (selanjutnya disingkat JC)?, yaitu pelaku kejahatan sekaligus pihak yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam meberikan keterangan sesuai dengan fakta yang ada, karena terkendala dengan hilangnya barang bukti dan uadanya ketidakjujuran dari para saksi dan pelaku lainnya.

Berbicara tentang hukum Islam pastinya tidak akan terlepas dari sumber hukum Islam primer, yaitu Al-Qur’an, al-Sunnah (hadis), ijma dan qiyas. Dalam kasus yang menimpa Eliezer ini sebagai seorang pelaku sekaligus JC pastinya sangat menarik untuk dikaji, karena selain sebagai seorang eksekutor (pelaku) pembunuhan berencana yang tidak bisa mengelak perintah dari mantan atasannya (terdakwa Ferdy Sambo), juga sebagai JC yang telah disepakati oleh pihak LPSK (lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Selain itu Barada E banyak mendapatkan dukungan moril dari kalangan masyarakat dan telah diberikan permintaan maaf oleh pihak keluarga korban pembuhunan berencana dengan catatan harus memberikan keterangan sejujur-jujurnya kepada para penegak hukum yang berwenang.

Dalam al-Qur’an sendiri sebagai sumber hukum Islam yang utama, disebutkan bahwa pelaku pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat hukumunnya adalah qishash (mati), akan tetapi ketika seorang pelakunya mendapatkan permintaan maaf dari ahli warisnya (keluarganya) maka hukumannya dapat digantikan dengan hukuman diyat (ganti rugi) yang dibebankan kepada pelakunya, sesuai dengan ijtihad (keputusan) yang dikeluarkan oleh hakim. Sebagai mana disebutkan dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 178 di bawah ini.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ :١٧٨

“ Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (QS. al-Baqarah: 178).

Sedangkan dalam hadis sendiri disebutkan bahwa pemberian maaf terhadap pelaku pembunuhan merupakan sautu hal yang sangat mulia, seperti yang disebutkan dalam hadits di bawah ini:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَصَدَّقَ بِدَمٍ أَوْدُوْنَهُ كَانَ كَفَّارَةٍ لَهُ مِنْ يَوْمِ وُلِدَاِلَى يَوْمٍ تَصَدَّقَ

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bersedekah dengan nyawa (tidak meminta hukuman qishas, tetapi lebih memaafkan pelakunya) atau lainnya, maka menjadi penghapus dosa baginya sejak hari dilahirkannya sampai kepada dia bersedekah.” (Hadis Riwayat Abu Ya’la).

JC sendiri dalam persfektif hukum Islam, sebagaimana yang dipaparkan oleh beberapa hasil penelitian disebutkan tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena di dalamnya terdapat niliai-nilai maqashid syariah (prinsip-prinsip dasar syariah) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan mengandung semangat kemaslahatan. Terlebih lagi Barada E sekaligus sebagai seorang JC sudah meminta maaf kepada pihak keluarga korban dan sangat menyesali perbuatannya. Semoga keputusan hakim yang telah ditetapkan kepada Barada E dapat meberikan rasa keadailan keapada semua pihak, khususnya pihak korban yang telah kehilangan orang yang dicintainya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image