Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhea Sugiyanti

Apakah Tingkat Kesetaraan Gender perlu di Era Revolusi Industri 4.0?

Eduaksi | Tuesday, 14 Feb 2023, 12:31 WIB

Berbicara terkait gender bukan hal yang asing lagi. Peran gender bersifat dinamis dan berubah antar waktu. Sedangkan sex merupakan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa gender dan sex merupakan dua hal yang sangat berbeda. Karena sex merupakan jenis kelamin biologis sedangkan gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan norma, keluarga, budaya yang bisa berubah dan berbeda diberbagai tempat. Namun apakah Ketidaksetaraan gender masih ada di masyarakat Indonesia saat ini?

Dalam perkembangan zaman di Indonesia tingkat kesetaraan gender terhadap perempuan masih lemah hal ini dikarenakan pengaruh budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi di seluruh aspek kehidupan, perempuan sering kali dianggap lemah dan sering mengalami diskriminasi karena stigma masyarakat yang menganggap hal itu kodrat yang harus dijalankan bagi seorang perempuan, faktanya perempuan dan laki-laki memiliki sifat yang sama yang membedakan hanya pada ciri-ciri sex.

Memang budaya patriarki di lingkungan kehidupan kita tidak terlihat, tetapi bisa sangat dirasakan dengan jelas. Budaya patriarki menganggap bahwa laki-laki lebih kuat, lebih bisa dalam segala hal, lebih berhak menduduki segala peran penting di segala bidang, Ketidaksetaraan gender inilah disebabkan karena adanya faktor budaya, agama, kurangnya edukasi, dan pendidikan yang kurang merata. Kesetaraan gender berkaitan pada keadaan atau kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam hak sebagai manusia agar bisa berperan dan ikut andil diberbagai bidang kehidupan dan tidak ada diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Jika kesetaraan gender tidak terwujud akan ada dampak seperti kesenjangan sosial, marginalisasi, beban ganda, kekerasan. Dari ketidakadilan ini tidak hanya merugikan perempuan saja tetapi juga merugikan laki-laki karena akan banyak sekali menimbulkan berbagai konflik di masyarakat.

Tuntutan akan kesetaraan gender wajib dilakukan, gerakan menyetarakan peran laki-laki dan perempuan inilah dikenal feminisme. Keberhasilan mencapai kesetaraan gender adalah agenda jangka panjang yang tidak bisa dilakukan secara instan, karena merubah budaya yang sudah dianut secara turun temurun perlu membutuhkan waktu dan proses. Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti mempertentangkan dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan tatapi pada kenyataannya untuk membangun hubungan yang setara dan memperoleh kesempatan yang sama dengan seadil-adilnya.

Emansipasi wanita merupakan gerakan feminisme yang menghubungkan persamaan hak bagi kaum wanita untuk mencapai hak asasi manusia yang timbul dari kesadaran akan ketidakadilan dalam masyarakat baik dibidang sosial, ekonomi, politik, dan pendidikan. Dengan adanya emansipasi wanita menjadikan kaum wanita memiliki hak yang sama di ruang publik, awalnya kaum wanita yang muncul di ruang publik merupakan hal yang sangat tabu tapi kini dianggap sebagai wadah untuk mengekspresikan diri dan bentuk kemajuan. Berdasarkan data statistik 45% perempuan menyelesaikan pendidikan tingginya (S1/D3) pada bidang STEM (KOPERTIS, 2017), hanya sekitar 7% pekerja perempuan yang bekerja pada sektor formal industri tambang dan energi (BPS, 2016), dan 24% jumlah perempuan yang berada pada posisi manajerial, sementara laki-laki lebih dari 3 kali lipat dari jumlah manajer perempuan (BPS, 2016). Apa lagi dalam kesempatan kerja dan upah seringkali dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Seharusnya di era industri 4.0 peran dan kesempatan untuk mengekpresikan diri, berkarya, berinovasi dan mengaktualisasikan diri antara laki-laki dan perempuan sama besarnya. Namun, budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat seringkali membatasi kaum wanita untuk maju dan berkembang, dan Stereotip yang beranggapan bahwa perempuan merupakan makhluk yang emosional, lemah, dan tidak teguh pendirian yang bisa menghambat keberlangsungan di ruang publik.

Revolusi Industri 4.0 adalah era yang diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), era super komputer, rekayasa genetika, inovasi, dan perubahan cepat yang berdampak terhadap ekonomi, politik, dan industri. Hal ini dibuktikan dengan adanya sumber informasi yang semakin cepat dan teknologi yang semakin modern. Dengan adanya revolusi industri 4.0 seharusnya menjadikan wadah bagi kaum wanita untuk berkembang dan maju didunia peradaban.

Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang cepat mempermudah segala bentuk informasi, hal itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengoptimalkan sistem tenaga kerja. Sebagai bentuk gerakan emansipasi wanita sudah seharusnya kaum wanita meningkatkan kemampuan disegala bidang termasuk dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK), karena perempuan memiliki peranan penting dalam masyarakat dan keluarga. Dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) terkait kesetaraan gender menekankan peningkatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk pemberdayaan kaum wanita.

Dibuktikan dengan minat kaum wanita untuk memperoleh pendidikan gelar terkait industri sains, teknologi, dan engineering. Hal tersebut merupakan perkembangan yang bagus dalam kesetaraan gender, pendidikan memberikan pengaruh dalam kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan karena dengan adanya pendidikan dapat mempersempit ketidaksetaraan gender. Oleh karena itu pemerataan pendidikan disemua wilayah Indonesia perlu diperhatikan, karena perempuan harus ikut andil dalam pembangunan bangsa dan peradaban dunia. Perempuan harus bisa menempatkan dirinya, partisipasi perempuan saat ini tidak hanya sekedar menuntut persamaan hak, tetapi menyatakan fungsi dan mempunyai arti bagi pembangunan dalam masyarakat Indonesia.

Di era revolusi industri 4.0 kaum wanita harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tidak melupakan nilai budaya Indonesia. Dalam program pembangunan berkelanjutan Suistainable Development Goals (SDGs) dipastikan bahwa masalah-masalah yang terjadi atas ketidaksetaraan gender pada perempuan dapat diakhiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image