Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Toni Kahar

Komite Hijaz: Sumbangsih NU dalam Membangun Peradaban Islam Dunia

Lomba | Thursday, 09 Feb 2023, 22:10 WIB
Beberapa foto perjalana KH Abdul Wahab Chasbullah dalam Komite Hijaz. Sumber: NU Online

Kita tidak dapat membayangkan bagaimana wajah Islam pada zaman dahulu, bahkan era sekarang apabila tidak ada desakan dari para ulama, khususnya dari kelompok kepanitiaan yang diberi nama Komite Hijaz, di mana mereka menemui Raja Ibnu Saud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan penting terkait kebijakan yang dikeluarkan pihak kerajaan yang merugikan umat Islam sedunia.

Sejak Wahabi menjadi mazhab resmi kerajaan, wajah Islam di Arab Saudi berubah drastis. Hal ini bersamaan sejak Ibnu Saud, Raja Najed yang beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz (Mekkah dan Madinah) tahun 1924-1925. Fanatisme mazhab berkembang. Selain mazhab wahabi dilarang diajarkan di kedua kota tersebut. Bahkan, para ulama yang notabennya beraliran mazhab berbeda (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan hambali) dengan mereka bahkan dibunuh.

Kabar ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi ulama di seluruh dunia, mengingat Islam berkembang tidak hanya di Arab Saudi, akan tetapi berkembang di seluruh dunia yang multikultural. Di sisi lain, tanah yang dikuasai oleh Ibnu Saud tersebut merupakan wilayah yang wajib dikunjungi dalam pelaksanaan Haji (rukun Islam yang kelima) bagi umat muslim dari berbagai pelosok negeri. Mereka membawa tradisi serta praktik Islam yang berbeda, baik secara mazhab dan tradisi berislam. Hal itu berbeda dengan mereka sehingga akan menjadi problem yang besar.

Selain itu, Keputusan lain dari pihak kerajaan yang sangat krusial adalah upaya ingin membongkar situs sejarah zaman Nabi Muhammad serta sahabat beserta makamnya. Jika itu terjadi, umat Islam di abad ini tidak akan bisa menziarahi situs bersejarah tersebut, seperti rumah Nabi, makam sahabat, dan makam Nabi Muhammad sendiri. Sebab mereka akan membongkarnya. Hal ini sebagai implementasi dari visi-misi wahabi dalam membasmi praktik musyrik dan bid’ah.

Jika Komite Hijaz itu gagal berkompromi dengan pihak kerajaan, akan terjadi perpecahan dan kebencian antar umat yang sangat besar. Bagi orang yang fanatik terhadap mazhabnya, tentu akan hilang simpati terhadap kerajaan Arab Saudi dan enggan pergi ke negara tersebut. Bahkan (bisa jadi) mereka enggan menunaikan haji sekalipun, meskipun hal ini sulit terjadi. Sehingga praktik rukun islam menjadi tidak sempurna sebagaimana pemahaman Islam ahlussunnah wa al jamaah.

Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya NU. Sebab, Komite Hijaz harus berangkat melalui sebuah lembaga atau organisasi. KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai inisiator berdirinya NU menjadi ketua panitia dalam misi Komite Hijaz ke Arab Saudi pada saat itu. Ia bersama kelima anggotanya, yakni KH Kholil Lasem, KH. Masyhuri Lasem, H. Shaleh Syamil, dan KH. Hasan Dipo berangkat ke Hijaz untuk melakukan negosiasi kepada Raja Saud.

Terdapat lima permohonan yang dibawa oleh Komite Hijaz, di antaranya adalah memberikan kemerdekaan bermazhab di tanah Hijaz, memohon agar tempat bersejarah yang telah diwaqafkan untuk masjid tetap dipertahankan, memohon agar ada pemberitahuan tarif haji ke seluruh dunia setiap tahun sebelum kedatanagan haji, memohon agar semua hukum di Hijaz berbentuk undang-undang, dan meminta balasan surat dari Yang Mulia yang menjalaskan bahwa kedua delegasi dari Nahdlatul Ulama telah benar-benar menyampaikan surat mandat dan permohonan-permohonan NU.

Dari permohonan tersebut, wajah Islam di Arab Saudi kembali cerah. Kebebesan bermazhab bisa dirasakan sampai saat ini. Mereka tidak merasakan diskriminasi dalam bermazhab ketika pergi haji. Mereka juga bisa menikmati situs bersejarah serta berziarah ke makam Nabi Muhammad sallalllahu ‘alaihi wa sallam. Secara tidak langsung, hal ini adalah sumbangsih Nahdlatul Ulama terhadap Islam di dunia. Mengingat, Tanah Hijaz merupakan pusat Islam.

Tidak heran, karakteristik NU hingga saat ini tidak berubah. Ia tetap sebagai organisasi masyarakat yang selalu mempertahankan nilai kemanusiaan dan kebebasan berpikir. Hal ini bisa dilihat dari sikap kemasyarakatan NU, yakni sikap tawassuth dan i’tidal (sikap tengah-tengah), tasamuh (toleransi), tawazun (sikap seimbang dan berkhidmat), dan amar ma’ruf nahi munkar (memiliki kepekaan dalam mendorong perbuatan yang baik, bermanfaat bagi kehidupan bersama).

Islam moderat, sebagai Islam humanis yang dapat mengayomi semua kalangan, pun menjadi wajah Islam yang dipancarkan oleh NU ke seluruh penjuru dunia. Mata dunia memandang NU sebagai Islam yang sangat lentur yang lahir di Indonesia. Bahkan umat Islam dunia saat ini melihat dan bisa dikata menjiplak karakter Islam di Indonesia, utamanya NU. Maka, sejak awal berdirinya NU, ditandai peristiwa Komite Hijaz, organisasi ini lahir untuk membangun peradaban Islam yang santun yang ikut serta dalam membangun kedamaian di dunia ini.

#Lombanulisretizen #Lombavideorepublika #satuabadnu #akudannu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image