Refleksi Kepemimpinan : Menelaah Kepemimpinan ala Seni Berperang Sun Tzu
Edukasi | 2023-02-09 20:25:51Sun Tzu (544-496 SM) adalah seorang jenderal besar sekaligus ahli strategi militer dari China merupakan seseorang yang fenomenal yang mampu menjadi inspirasi bagi siapapun karena buku Seni Perang yang ditulis oleh seorang Sun Tzu lebih dari dua ribu tahun lalu masih berpengaruh sampai sekarang. Bahkan buku strategi ini masih menjadi buku paling berpengaruh di dunia masa kini. Buku ini tidak hanya dimaknai sebagai strategi berperang saja. Strategi perang ini dapat diimplementasikan pada strategi bisnis bahkan politik sekalipun, oleh karena itu tak jarang banyak pembisnis handal dan juga politisi melakukan strategi ala seni berperang Sun Tzu dengan tujuan menjadi yang tak terkalahkan, bahkan meraih kemenangan tanpa pertemppuran serta mempunyai kekuatan yang tak tergoyahkan.
Seni perang Sun-Tzu merupakan perpaduan antara filsafat kehidupan, seni sastra, ilmu alam, matematika, dan strategi militer itu sendiri. Seni perang adalah filsafat aplikatif yang ditujukan untuk mencapai keseimbangan dan harmoni di alam semesta. Kemenangan di medan perang adalah cerminan kebijaksanaan dalam berkehidupan sosial sehingga seorang pemimpin perang adalah sekaligus pemimpin sosial, politik, dan budaya. Maka dalam keberhasilan Sun Tzu dalam memimpin tidak kita ragukan lagi. Sedari saya membaca bukunya, saya menemukan pemaknaan kata bagaimana seorang pemimpin dalam memimpin pasukannya. Seorang jendral besar dan tangguh yang mampu memenangkan peperangan tentu tidak dapat dimenangkan seorang diri namun dengan prajurit yang senantiasa membersamainya. Oleh karena itu kepemimpinan Sun Tzu patut dijadikan sebagai refleksi seorang pemimpin dalam memimpin.
Tabiat Seorang Pemimpin dalam Memimpin
Bagi Sun Tzu untuk dapat memenangkan peperangan, seorang pemimpin harus mampu memenangkan hati dan pikiran seluruh pasukannyanya. Hati seorang pemimpin merujuk pada perasaan dan emosi yang terlibat dalam dirinya sendiri dan untuk orang lain. Dengan memenangkan hati pasukannya, seorang pemimpin mendapatkan kesetiaan, kebanggaan, dan dukungan dari pasukannya atau anggotanya. Pikiran merujuk pada kepala dingin, obyektifitas, dan rasionalitas yang terlibat. Dalam membuat strategi dan rencana, pemimpin perlu menggunakan pikiran namun dalam mengimplementasikan rencana dan memotivasi anggota, pemimpin harus mengedepankan hati. Perpaduan kedua hal ini akan menghasilkan pasukan yang tangguh, disiplin, tidak kenal takut, dan meyakini bahwa tujuan bertempur adalah demi keadilan dan kebenaran semata. Sun-Tzu menyebutkan bahwa kualitas kepemimpinan seorang panglima atau pemimpi dapat dilihat pada 5 (lima) karakter dasar yang harus dimilikinya dalam mengendalikan pasukan, yaitu kebijaksanaan, ketulusan, kebaikan, keberanian, dan disiplin. Ke-lima karakter dasar ini menjadi toal ukur utama Sun Tzu menjadi pemimpin yang baik dan Tangguh.
Implementasi Kepemimpinan Sun Tzu dalam memimpin Organisasi
Chowdhury (2003) mendefinsikan bahwa organisasi adalah kesatuan dari orang-orang yang bertalenta dan dilengkapi dengan sumberdaya yang memadai untuk menghasilkan output yang lebih baik dan cepat. Agar dapat beroperasi secara efektif, sebuah organisasi membutuhkan orang-orang yang cemerlang serta memiliki kompetensi yang beragam untuk dapat bertahan, berinovasi, dan berkembang dalam lingkungan yang turbulen di masa depan. Untuk dapat mengendalikan dan mengarahkan mereka yang dari berbagai talenta, memiliki aspirasi yang beragam dan keunikan perilakunya masing-masing dibutuhkan figur seorang pemimpin yang memiliki keahlian dalam membangun sistem pengendalian manajemen yang efektif.
Pemimpin adalah orang yang memiliki pengaruh terbesar dalam menggerakkan anggotanya untuk tetap fokus pada visi yang sama. Bahkan, seorang manager di dalam suatu perusahaan belum tentu seorang pemimpin yang baik. Jiwa kepemimpinan dapat muncul dan dimiliki oleh siapa saja yang mau mengembangkan potensi kepemimpinan dalam dirinya. Tidaklah mengherankan jika seorang pemimpin yang baik memiliki sentuhan ajaib yang mampu merangkul, menggerakkan, dan mengarahkan seluruh elemen organisasi pada satu visi yang sama. Pemimpin adalah orang yang memegang peran terbesar dalam menciptakan pola kerja. Kondisi kerja suatu organisasi merupakan cermin dari model kepemimpinan yang ada didalamnya. Pemimpin yang baik akan selalu mengkombinasikan keteladanan diri sebagai panutan anggotanya, penciptaan budaya organisasi yang baik. Kualitas kepemimpinan tertinggi terjadi ketika orang-orang yang dipimpin tidak menyadari bahwa mereka sedang dipengaruhi.
Menjadi Pemimpin Sesungguhnya ala Sun Tzu
Dalam pandangan Seni Perang Sun-Tzu, pemimpin adalah seseorang yang mampu menciptakan keseimbangan di dalam organisasi diantara berbagai kepentingan, kekuatan, dan kelemahan berdasarkan keselarasan antara anggota organisasi dan Tao dari organisasi tersebut. Seorang pemimpin yang baik akan sanggup memerintah dan menciptakan kepatuhan diantara bawahannya berdasarkan rasa respek kepada atasan daripada ketakutan terhadap hukuman. Mendapatkan respek dari bawahan berarti memenangkan hari mereka. Sun-Tzu menjelaskan bahwa “bila seorang Jenderal memperlakukan pasukannya seperti anak kesayangannya, mereka bersedia mendukung dan mati bersamanya”.
Seorang pemimpin dirasa harus mampu menyentuh aspek spiritual/moral. Setiap manusia dilahirkan dengan hati dan inilah jalur dari konteks spiritual. Hati memungkinkan setiap manusia untuk berpikir dan berbuat yang benar. Pemimpin yang hebat selalu mengetahui misteri ini dengan menggunakan pikiran untuk perang dan menggunakan hati untuk menang. Awali kepemimpinan anda dengan merestorasi hati. Seperti kata pepatah, “apa yang datang dari hati akan sampai ke hati”.
Kunci dari kepemimpinan yang baik adalah memenangkan hati pasukan. Tidak ada pengendalian terhadap orang lain yang lebih efektif daripada memenangkan hati pasukannya. Bawahan yang bekerja dengan hati akan melihat atasan sebagai sumber inspirasi dan mengintegrasikan jati dirinya dengan jati diri organisasi. Keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya akan menjadi kebanggaan pribadi bagi para anggota sebagai aktualisasi diri yang efektif. Sebaliknya kegagalan dalam organisasi dalam menghadapi kompetitornya akan menjadi penyesalan yang mendalam bagi anggotanya dimana penyesalan adalah sebuah awal yang baik untuk proses introspeksi diri dan perbaikan secara terus menerus ke depan.
)
Muhammad Diva Mu'zizat
Ilmu Kesejahteraan Sosial
PK IMM FISIP UMJ
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.