Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri N

Melepas Belenggu Ketimpangan Gender Bersama Nahdlatul Ulama

Info Terkini | Tuesday, 07 Feb 2023, 06:20 WIB
Nahdlatul Ulama (NU) berkomitmen untuk menerapkan kesetaraan gender di Indonesia (ilustrasi). Foto: Antara Foto/Asprilia Dwi Adha

Masalah ketimpangan gender selalu menjadi fokus perhatian dari semua kalangan di Indonesia. Hal ini tidak terkecuali turut menjadi perhatian Nahdlatul Ulama (NU) sejak lama termasuk melalui Muslimat NU, Fatayat NU dan pondok pesantren NU serta lainnya.

Sejak didirikan, NU telah memberikan kontribusi besar guna terbentuknya kesetaraan gender di Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui berdirinya pesantren khusus perempuan di Denanyar, Kabupaten Jombang sekitar 1920 atau awal 1930. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa tindakan NU telah melampaui zamannya di mana saat itu pesantren belum lazim menerima santri perempuan.

Dalam proses pembelajaran dan pendidikan, ada banyak ponpes berbasis NU yang sudah berupaya menerapkan keseteraan gender. Pondok Pesantren Al-Fithrah di Surabaya merupakan satu di antara ponpes afiliasi NU yang telah berusaha melepas belenggu ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki. Langkah ini ditandai dengan menerapkan segregasi gender atau pemisahan antara laki-laki dengan perempuan dalam sistem pembelajaran. Pemisahan ini dilakukan dalam rangka mempertahankan ajaran agama dan tradisi.

Meskipun diterapkan sistem pemisahan, tidak ditemukan perbedaan perlakukan terhadap para siswa. Hal ini karena ponpes tersebut dianggap telah dengan cukup baik mempersiapkan dan melaksanakan kesetaraan gender. Kondisi ini ditunjukkan dengan memberikan peranan yang berimbang di antara para siswa, baik laki-laki maupun perempuan.

Sistem pemisahan gender sendiri memiliki sejumlah keunggulan. Dari sisi fikih, penerapan sistem tersebut dapat melindungi diri dari keharaman. Di samping itu, sikap siswa dapat lebih percaya diri untuk mengembangkan bakat dan miinat masing-masing. Hasil belajar juga ditemukan meningkat dari sisi kognitif maupun afektif.

Nahdlatul Ulama (NU) berkomitmen untuk menerapkan kesetaraan gender di Indonesia (ilustrasi). Foto: Antara/Dhemas Reviyanto

Struktur organisasi

Pelibatan perempuan juga dilakukan NU dengan memadukan antar-gender dalam struktur organisasi. Bahkan, hal ini telah dilakukan NU pada 1960 dengan mengeluarkan keputusan penting. Aturan tersebut menyebutkan perempuan disertakan dalam jajaran kepengurusan PBNU dalam posisi syuriyah (dewan syuro). Para perempuan hebat yang menduduki jabatan tersebut antara lain Nyai Fatimah, Nyai Mahmudah Mawardi, dan Nyai Choiriyah Hasyim.

Langkah melibatkan perempuan dalam kepengurusan PBNU terus dilakukan termasuk dalam periode 2022 hingga 2027. Dari sejumlah nama-nama tersebut, setidaknya ada 11 perempuan yang masuk dalam struktur organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut. Mereka antara lain Alissa Wahid, Khofifah Indar Parawansa, Nafisah Sahal Mahfudz, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Machfudhoh Aly Ubaid, Nafisah Ali Maksum, Badriyah Fayumi, Ida Fatimah Zainal, Faizah Ali Sibromalisi, Masriyah Amva dan Ai Rahmayanti. Jabatan yang mereka jabat pun beragam, yakni dimulai dari pengurus tanfidziyah, mustasyar (dewan penasihat), dan a’wan (dewan pakar). Dari data-data ini dapat dilihat bahwa PBNU telah mengalami perkembangan besar dalam melibat perempuan dari sisi kepengurusan organisasi. PBNU telah berusaha menerapkan kesetaraan gender di Indonesia sehingga menjadi hal yang patut diapresiasi.

Di sisi lain, PBNU sendiri juga memiliki sejumlah badan otonom yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan ketakwaan para perempuan NU di Indonesia. Beberapa di antaranya melalui pembentukan badan otonom Muslimat NU dan Fatayat NU. Berdasarkan catatan sejarah, Muslimat NU didirikan pada 1946 sedangkan Fatayat NU dibentuk pada 1950.

Pembentukan Muslimat NU dilatarbelakangi keinginan kuat perempuan untuk dapat bangkit meskipun berada di tengah-tengah budaya patriarki. Ada banyak hal yang dilakukan Muslimat NU kala itu dan salah satunya di bidang pendidikan. Langkah ini pada dasarnya bertujuan agar perempuan dapat sama-sama memperkuat dan membantu pekerjaan NU dalam menegakkan dan melestarikan ajaran Islam.

Di samping itu, Muslimat NU memiliki tujuan penting, yakni membentuk nasionalisme dan gender sejak usia dini. Selain melalui lembaga pendidikan, Muslimat NU menekankan hal tersebut melalui majelis ta’lim agar tumbuh rasa toleransi dalam beragama dan kesadaran gender. Jika ini dilakukan dengan baik, maka gerakan-gerakan radikal dan pembangunan sikap beragama yang diskriminatif terkait gender akan terhindar ke depannya.

Tujuan serupa juga dilakukan dalam organisasi Fatayat NU. Organisasi ini sejak awal mencita-citakan agar lahirnya emansipasi perempuan melalui pemberian pendidikan bagi perempuan muda terutama lapisan bawah atau santri. Fatayat NU juga didirikan agar perempuan memiliki kemampuan berbicara yang baik di ruang publik. Beberapa langkah yang dilakukan mereka seperti memberantas buta huruf dan menyelenggarakan kursus keterampilan.

Komitmen terus berlanjut

Hingga kini, baik Muslimat NU maupun Fatayat NU telah berkomitmen penuh untuk pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini terutama berusaha melepas belenggu ketimpangan gender bagi Muslimah di Indonesia. Muslimat NU Probolinggo misalnya telah melakukan kerja sama dengan Gender Equality and Social Inclusion in Infrastructure (GESIT) dan Pertuni Kabupaten Probolinggo. Mereka melaksanakan penandatanganan kesepakatan hibah kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam infrastruktur di Kabupaten Probolinggo. Sementara itu, Fatayat NU juga terus melakukan penelitian dan kajian terhadap berbagai persoalan di masyarakat terutama masalah penegakkan hak perempuan, serta melakukan kajian dan penafsiran ulang terhadap pemahaman-pemahaman agama yang patriarkis.

Tidak hanya Muslimat NU dan Fatayat NU, PBNU juga telah menunjukkan komitmennya untuk kesetaraan gender. Pada Oktober tahun lalu misalnya, PBNU bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) telah sepakat untuk melakukankerja sama dalam Pemajuan dan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak. Hal ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk mempercepat lima arahan Presiden Joko Widodo yang diamanatkan kepada Kemen-PPPA. Langkah ini nantinya bermuara ntuk mendukung upaya menghapus ketimpangan gender, mendorong pemberdayaan perempuan secara ekonomi, meningkatkan pengasuhan kepada anak-anak, memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak melalui sosialisasi serta implementasi UU TPKS.

Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan PBNU bersama Muslimat NU dan Fatayat NU, maka tidak heran apabila Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Indonesia terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. IPG Indonesia pada 2020 memang sempat menurun dibandingkan 2019, yakni dari 91,07 menjadi 91,06. Namun pada 2022, IPG Indonesia mengalami peningkatan hingga bertengger di angka 91,27. Indeks ini lebih menekankan pada dimensi kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Peningkatan serupa juga terjadi pada Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia. Indeks ini melihat keterlibatan perempuan di parlemen, sumbangan pendapatan perempuan, dan perempuan sebagai tenaga profesional. IDG di Indonesia pada 2020 mencapai 75,57 sedangkan pada tahun sebelumnya hanya berkisar 75,24. Adapun IDG Indonesia pada 2022 berhasil mencapai angka 76,26 persen.

#lombanulisretizen, #lombavideorepublika, #satuabadnu, #akudannu

Referensi

Alawi, Abdullah. Fatayat NU Serukan Keadilan dan Kesetaraan Gender. Diakses dari

https://www.nu.or.id/nasional/fatayat-nu-serukan-keadilan-dan-kesetaraan-gender-NlcQz pada 6 Februari 2023.

Huda, Misbahul. Perlukah Pemisahan Laki-Laki – Perempuan dalam Lembaga Pendidikan?. Diakses

dari https://islamina.id/perlukah-pemisahan-laki-laki-perempuan-dalam-lembaga-pendidikan/ pada 6 Februari 2023.

Mantalean, Vitorio. Dari Alissa Wahid hingga Khofifah, Ini 11 Perempuan di Deretan Pengurus

PBNU 2022-2027". Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2022/01/12/17485481/dari-alissa-wahid-hingga-khofifah-ini-11-perempuan-di-deretan-pengurus-pbnu pada 6 Februari 2023.

Mujiono. Leader GESIT, Muslimat NU dan Pertuni Teken Kesepakatan Hibah GESIT. Diakses dari

https://probolinggokab.go.id/leader-gesit-muslimat-nu-dan-pertuni-teken-kesepakatan-hibah-gesit/ pada 6 Februari 2023.

Nasution, I. F. A. (2021). NASIONALISME DAN GENDER; Spirit Muslimah NU dalam

Berkontribusi untuk Pergerakan Islam Inklusif. PROSIDING MUKTAMAR PEMIKIRAN DOSEN PMII, 1(1), 103-112.

Naziyah, N. (2015). Fatayat NU dalam Aspek Kemasyarakatan di Surabaya Tahun 1959-

1967 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Sahri, I. K., & Hidayah, L. (2020). Kesetaraan Gender di Pesantren NU: Sebuah Telaah atas

single sex Classroom di Pendidikan Diniyah Formal Ulya Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya. Journal of Nahdlatul Ulama Studies, 1(1), 67-105.

Sundari, A. (2017). Isu Gender Di Indonesia Dalam Respon Nahdhatul Ulama. Al-MAIYYAH:

Media Transformasi Gender Dalam Paradigma Sosial Keagamaan, 10(1), 103-114.

SYUKRIYAH, L. (2016). Muslimat Nahdlatul Ulama di Indonesia (1946-1955). Avatara,

4(3).

Tanziha, dkk. (2021). Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2021. Jakarta: Kementerian PPA.

Thenniarti, D. Ini Capaian Positif Kemen PPPA di 2022 dan Program Kerja 2023. Diakses dari

https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/707389/ini-capaian-positif-kemen-pppa-di-2022-dan-program-kerja-2023 pada 5 Februari 2023.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image