Hikmah Kisah Nabi Ismail as. Sebagai Teladan Sejati Anak yang Berbakti
Agama | 2023-02-01 18:03:00Suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi memperoleh perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail sebagai kurban. Ketika terbangun, Nabi Ibrahim termenung memikirkan mimpinya. Ia merasakan betapa beratnya perintah Allah itu. Setelah belasan tahun terpisah, kini anak kesayangan itu harus disembelih sebagai kurban.
Namun Nabi Ibrahim adalah hamba yang taat, patuh dan tunduk kepada Rabbnya. Ia tidak ragu sedikit pun untuk menjalankan perintah tersebut. Akan tetapi ia bimbang terhadap Ismail. Akankah sang anak rela menerimanya? Kemudian Nabi Ibrahim mengajak Ismail berdiskusi.
"Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi diperintahkan untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?" tanya Nabi Ibrahim.
Ismail adalah anak yang saleh dan sangat sabar. Ia sangat taat kepada Allah dan berbakti kepada orangtuanya.
“Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” jawab Ismail tegas, tanpa ragu.
Esoknya Nabi Ibrahim dan Ismail pergi ke sebuah tempat bernama Mina. Di tempat itulah Nabi Ibrahim akan menyembelih Ismail untuk kurban sebagai wujud perintah kepada Allah Ta’ala. Tidak tampak perasaan sedih dan galau di raut wajah Ayah dan anak itu. Keduanya telah mantap melaksanakan perintah Allah.
Sepanjang perjalanan menuju Mina, setan berusaha menggagalkan niat tulus Nabi Ibrahim dan Ismail. Namun tidak berhasil. Setiap kali setan mengganggu, Ismail melemparinya dengan kerikil sambil mengatakan, "Enyah kau, setan laknatullah (yang dilaknat Allah)."
Apa yang dilakukan Ismail ini di kemudian hari diabadikan dalam rangkaian ibadah haji, yaitu melontar jumrah sebagai simbol perseteruan abadi manusia dengan setan.
Sampailah Nabi Ibrahim dan Ismail di Mina. Nabi Ibrahim menyiapkan tempat penyembelihan. Kemudian Ismail dibaringkan di atas sebuah batu besar. Pisau tajam telah diletakkan di atas leher Ismail. Penyembelihan siap dilakukan. Nabi Ibrahim menekan pisaunya ke leher Ismail. Namun, anehnya pisau itu tidak mampu melukai Ismail.
Pada saat itu datanglah wahyu dari Allah. Ismail digantikan dengan seekor kambing yang besar dan gemuk. Kambing itulah yang kemudian disembelih sebagai kurban.
Demikianlah kesalehan Nabi Ibrahim dan Ismail. Ismail telah memberikan teladan bagi kita semua bagaimana sikap taat kepada Allah dan berbakti kepada orangtua. Peristiwa ini kemudian diabadikan menjadi syariat kurban yang dilaksanakan pada Hari Raya Idul Adha dan hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah) oleh jemaah haji dan segenap umat Islam di seluruh dunia.
Bukan hanya saat peristiwa perintah berkurban, Ismail menunjukkan baktinya sebagai seorang anak. Tidak lama setelah peristiwa berkurban, Nabi Ibrahim memperoleh perintah untuk membangun Baitullah (Kakbah). Beliau menyampaikannya kepada Ismail.
Ismail dengan senang hati membantu ayahnya melaksanakan perintah Allah tersebut. Maka, mulailah Nabi Ibrahim dan Ismail membangun Ka’bah. Ka’bah dibangun tidak jauh dari mata air Zamzam.
Pembangunan Ka’bah akhirnya selesai. Kemudian Nabi Ibrahim dan Ismail berdoa, “Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami Sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami juga umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."
Ka’bah inilah yang hingga saat ini menjadi kiblat bagi umat Islam dalam shalat. Sekarang Ka’bah terletak di tengah-tengah Masjidil haram di Mekah. Di sinilah setiap tahun jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia datang untuk menunaikan ibadah haji yang mulia yang menjadi bagian dari rukun Islam.
Adapun buah manis kesalehan Ismail karena ketaatan kepada Allah dan mampu berbakti secara penuh kepada orangtuanya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala jadikan dan angkat ia menjadi nabi dan rasul. la memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Keteladanan, kepatuhan terhadap perintah Sang Khaliq, juga baktinya terhadap orangtua menjadikan Nabi Ismail memiliki derajat yang mulia di hadapan Rabb Semesta Alam. Tidak ada salahnya dalam berbakti, apalagi baktinya juga untuk menegakkan syariat agama Allah, justru di sanalah keberkahan dan kemuliaan hidup itu didapatkan.
Dari sini kita bisa ambil hikmah untuk menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, karena apalagi yang dikejar di dunia ini selain mengejar ridha Allah dan ridha orangtua? Jika Allah sudah ridha, maka apapun menjadi lebih mudah dan berkah untuk kita.
Wallahu'alam.
Referensi: Referensi: El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie, 2013, 5 Langkah Jitu Munajat Magnet Rezeki, Jakarta: PT Gramedia
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.